"Widih, mantep. Semangat deh buat kamu!" Aku menepuk pelan bahu Adimas.
"Tapi ya, ngomong-ngomong nih, aku pernah dengar, katanya, semakin seseorang dewasa, maka jiwa idealisme yang dia punya akan semakin berkurang. Contoh, banyak orang yang dulunya suka menyuarakan isu-isu politik seperti menentang korupsi atau hal lainnya. Tapi ketika dia sudah jadi pejabat negara, dia juga malah ikut korupsi."
"Iya, Raditya bener. Aku suka heran deh, mereka itu kan udah dapat gaji, tapi kok masih bisa-bisanya sih nilep uang rakyat?"
"Ya namanya juga orang serakah. Rela melakukan apapun tanpa peduli apakah itu salah atau enggak. Yang terpenting kebutuhannya terpenuhi, masa bodo sama orang lain." Adimas tertawa.
Aku meringis.
"Makanya nih, kita sebagai warga negara Indonesia terutama generasi muda, harusnya sih enggak diam aja dan membiarkan para penguasa itu menginjak-injak rakyatnya. Kita harus terus bersuara melawan kesewenang-wenangan. Apalagi di zaman sekarang, banyak banget cara yang bisa kita lakukan. Misalnya, kita bisa bersuara melalui media. Bukankah itu juga masih berkaitan dengan demokrasi? Dimana rakyat boleh menyuarakan pendapatnya demi kebaikan negeri ini."
Aku sangat setuju dengan ucapan Raditya. Keterlibatan generasi muda memang sangat dibutuhkan dalam hal ini. Ini negeri kita, tempat kita hidup. Kita tak boleh membiarkan negeri kita dirusak oleh tangan-tangan yang kotor.Â
Permasalahan-permasalahan itu tak bisa terus dibiarkan. Terutama juga korupsi, yang bisa saja membuat kepercayaan rakyat luntur dalam menentukan hak pilih.
"Udah malam, aku mau pulang. Baksoku juga udah abis." Ucapku setelah meneguk es teh yang aku pesan.
"Iya, hati-hati ya. Semangat juga kuliahnya." Kata Adimas.
Aku mengangguk, "Iya, kalian juga." Ucapku, lalu bangkit dari tempat duduk, melakukan pembayaran pada penjual bakso.