"Teman-teman kuliahmu, gimana?" Kali ini aku yang bertanya.
"Seru, asik, pada kritis banget. Wajar, sih, udah pada dewasa juga, walau kadang masih ada aja yang egois." Adimas menjawab enteng sembari memakan baksonya. "Tapi ada sih satu momen yang menurutku paling seru."
Radit mengerutkan dahi, "Apa tuh?"Â
"Waktu kelas, sempat ada bahasan tentang demokrasi di Indonesia, termasuk di dalamnya juga sempat dibahas tentang demokrasi dan politik uang, korupsi, pemilu, juga masih banyak lagi. Kita saling bertukar pikiran dan bahkan sempat sampai debat juga."
Mendengar penjelasan Adimas, tawaku pecah. "Kesukaan kamu dari dulu emang enggak pernah berubah, ya? Hobi banget sama yang namanya debat, apalagi kalau sudah menyangkut politik."
"Iya lah! Seru soalnya, hehe." Jawab Adimas, "Apalagi nih, kalau udah bahas demokrasi di Indonesia dan segala permasalahannya. Pokoknya seru banget, deh!"
"Tapi emang bener, sih. Aku setuju sama Adimas." Raditya menambahkan. "Aku juga selalu tertarik dengan pembahasan terkait hal itu. Apalagi, seperti apa yang udah kita tahu, bahwa negara kita ini masih jalan di tempat, masih jauh dari harapan terkonsolidasinya demokrasi. Masih banyak masyarakat yang enggak kritis terkait masalah politik, masih banyak warga yang melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi, terus juga masifnya politik uang dalam pemilu."
"Bener banget. Masih banyak problematika yang dialami negara kita sehingga menyebabkan demokrasi di Indonesia enggak berjalan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. Parahnya, pesta demokrasi seolah-olah malah dijadikan jalan bagi siapapun untuk melakukan hal yang gila." Imbuh Adimas.
"Iya, sih." Aku mengangguk-angguk, secara sadar ikut menyetujui ujaran Adimas dan Raditya. "Kentara banget. Buktinya nih, persaingan calon anggota legislatif dalam mendapat suara aja masih ketat. Para calonnya terus berusaha kuat untuk dikenal di mata masyarakat. Parahnya, ada yang rela mengeluarkan banyak biaya selama masa kampanye. Masih mending kalau menang, lah kalau enggak? Duit abis karena dipakai buat modal, bikin pusing diri sendiri doang."
Raditya dan Adimas tertawa mendengar pendapatku. Bisa aku lihat, bakso mereka sudah habis dilahap. Tapi sepertinya mereka tak mau pulang dulu, terlalu asik membahas permasalahan demokrasi bersamaku sekarang.
"Kalau udah ngomongin demokrasi dan politik uang emang enggak akan ada abisnya. Itu tuh udah kayak peluru andalan dalam setiap pesta demokrasi. Enggak ada lagi yang namanya etika politik. Suara dalam pemilu aja lebih banyak didapat dari hasil money politik. Miris banget." Adimas menanggapi untuk kesekian kalinya.