Mohon tunggu...
Mahmud Manuhoe
Mahmud Manuhoe Mohon Tunggu... Editor - Penulis/Reportase Bebas

It's nice to be important but more important is to be nice!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikayat Pulau Lantare, Tempat Pelarian Putri Kedang

12 Juni 2020   02:09 Diperbarui: 12 Juni 2020   13:39 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat  Batara berumur dua bulan dua hari, Botan menyuruh kucing menjaga Batara di gubuk. Botan berpesan ia hendak pergi ke pantai mencari kerang, di saat air laut surut. Sekaligus ia berencana mengamat-amati di sekitar sana kalau-kalau ada sisa-sisa tulang-belulang suaminya yang dibuang binatang buas ke pantai.

Lebih kurang dua jam Botan tinggalkan Batara bersama kucing, tiba-tiba datanglah seekor ular besar dari hutan. Ular tersebut langsung mendekati dan melilit tubuh mungil Batara. Dengan sigap dan kekuatan penuh si kucing berupaya melawan ular buas tersebut. Si kucing dengan kuku dan taringnya yang tajam berhasil mencakar dan mencabik-cabik tubuh ular. Ular besar tersebut akhirnya kalah dan  mati di samping Batara.

Kucing dengan tangan dan taringnya yang masih berlumuran darah langsung berlari menyusul Botan di pantai.

Betapa terkejutnya Botan saat melihat kucing datang dengan tubuh yang berdarah-darah. Ia langsung naik pitam! Diambilnya batu karang yang besar kemudian dilemparkan ke arah kucing. Seketika kucing langsung jatuh terpelungkup dan pinggangnya remuk.

 Botan masih marah-marah kepada kucing. Kemudian diambilnya batu karang yang lebih besar lagi dan hendak ditimpakan ke tubuh kucing. Namun dengan suara yang masih tersisa dan berderai air mata si kucing mengatakan kepada Botan bahwa ia tidak bersalah. Ia baru saja membunuh ular besar yang hendak memangsa Batara.

Botan terkejut, dikira tangan dan taring kucing yang penuh darah itu karena kucing baru selesai memakan anaknya Batara. Botan sangat menyesal dan  langsung meminta maaf. Si kucing pun mengangguk dan kembali meneteskan air matanya. Kemudian menarik nafas terakhirnya. Di pantai yang air laut sudah mulai penuh.

Botan menangis sejadi-jadinya. Ia berlari pulang ke gubuk. Dan benar! Seekor ular besar baru saja mati di samping anaknya. Di tubuh ular nampak jelas bekas cakaran dan gigitan kucing. Sementara anaknya nampak segar bugar sambil mengeluarkan ekspresi minta ditetek.

Sambil menetek anaknya, Botan menangis sedih karena terlanjur membunuh kucing, sahabatnya yang tiada berdosa. Ia pun menggendong anaknya menuju pantai, ingin mengambil kucing yang sudah mati itu untuk dikuburkan di dekat gubuk.  Namun air laut sudah pasang penuh, tubuh kucing sudah hilang diseret ombak entah ke mana..

Ia merasa sangat berdosa. Ia benar-benar berburuk sangka kepada kucing, sahabatnya semenjak ketika mereka masih sama-sama hidup enak di lingkaran istana. Kemudian berkat pertolongan kucing pula ia dan Lore selamat dari upaya pembunuhan. Lantas mereka bertiga bersusah payah menyeberangi ombak dan gelombang untuk sampai ke pulau harapan. Terpilu adalah di saat-saat ketiadaan Lore, ia bersama si kucing hidup dalam keperitan di gubuk derita.

Pada akhirnya Botan hanya hidup berdua dengan anak semata wayangnya. Ia merasa dirinya sebagai pendosa seumur hidupnya.

Sepeninggal Botan, Batara dewasa menabalkan dirinya sendiri sebagai raja. Ia menjadi raja diraja memerintah semua yang ada di sana, termasuk binatang buas, niting natang dan nedahari. Kesaktiannya menjelma menjadi api yang berpijar indah. Satu-satunya pulau gunung api di laut dengan pijaran bunga api letusan terindah di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun