“Mulai sekarang, minta uang jajannya sama Ibu aja ya?” ucapku menenangkan.
Aris tersenyum, raut wajah sedihnya menghilang perlahan.
***
“Mas, aku mau pinjam uang, lemari kita udah hampir roboh karena keropos dimakan rayap, jadi udah waktunya beli yang baru,” ucapku, berharap suamiku meminjamkan uang untuk keperluan kami.
“Uang? Nggak ada. Pinjam aja sama yang lain.”
“Uang puluhan juta yang ada di rekeningmu tuh ke mana Mas? Aku cuma pinjam kok, pasti aku kembaliin.”
Dia mendengus kesal, tatapannya begitu tajam padaku, wajahnya merah, seakan-akan ingin menerkamku. Aku terdiam, mengurungkan niatku untuk meminjam uang padanya.
Terkadang aku merasa tak sanggup akan semua ini, tapi aku yakin Tuhan telah memilihku karena tahu aku mampu melewatinya.
“Naura, masak apa hari ini?” teriak suamiku yang terang-terang mengejutkan aku.
“Ayam goreng, gulai daun singkong, tahu masak santan, semuanya kesukaan Mas kan?”
Senyumnya merekah, melihat potongan-potongan ayam goreng yang tersaji di atas meja. “Nah, gini dong, jadi istri tuh yang berguna sedikit lah buat suaminya.”