Dan kau kini tak mampu lagi berkata
Selain mengiyakan tanda seruku
Tepat di hari yang seharusnya jadi hari bahagiaku, di hari kelahiranku. Keenan menusukkan belati tajam itu tepat di jantung hatiku. Napasku sesak bukan main, aku lumpuh seketika.
Laki-laki yang telah kupercayakan untuk mendampingi sisa hidupku, nyatanya bermain api di belakangku, dengan sahabat terbaikku. Entah apa alasan mereka, rasanya aku tak ingin lagi peduli. Cukup dengan tak mengenal mereka lagi, sudah cukup membuatku damai.
***
Tapi kejutan indah sekaligus menyakitkan itu sudah lama berlalu. Aku tidak perlu merasa benci lagi pada kedua manusia yang tidak mengerti arti persahabatan itu. Kupikir aku bahkan merasa paling bahagia dibanding mereka. Suamiku dokter dan kedua anakku merupakan kebanggaan kami. Hari ini aku berulang tahun lagi, setelah beberapa tahun kulalui tanpa perayaan namun saat kubuka mataku pagi ini, kecupan sayang dari suamiku membangunkanku.
“Selamat ulang tahun sayang...” bisiknya lembut saat kubuka mataku. Wajah manisnya begitu dekat dengan wajahku sehingga aku bisa menyentuhnya.
“Memangnya hari ini ulang tahunku?” tanyaku seraya bangkit dari lelapku, dengan dibantu tangan kekarnya aku memperbaiki posisiku.
“Ini hadiah dariku, semoga kau berkenan menerimanya.” Katamu sambil memberiku sebuah bingkisan kecil. Sesaat aku tercenung, mengapa ada bersitan pilu di hatiku?
“Kirana, ada apa?” Tanyanya seraya mengecup lembut pipiku. Aku mengeleng, tidak.. dia tidak perlu tahu kenapa.. sementara anganku kembali pada kejadian beberapa tahun yang lalu, di hari yang sama persis seperti hari ini dan angan itu bermuara pada hal-hal yang kulalui setelah itu sebelum kujumpa pak dokterku yang baik ini.
***