“Gie, kaukah itu Gie?”
Lelaki itu kemudian membalikan badannya, pergi, menjauh, dan hilang dari pandanganku, semuanya gelap.
Aku rindu aromamu, Gie
Rindu tawamu, pelukmu, hangatmu, juga candamu
Pada balkon setiap bulan mati
Seolah rindu ini adalah rasa yang tak terbendung
Selalu saja mengalir setiap harinya
Seperti air mataku yang juga mengaliri tangisan
Mewakili jerit hatiku yang terus merindumu
**
Hanya suara elektrokardiograf[1] yang terdengar dari dalam ruangan. Dokter bilang keadaannya makin membaik, kemungkinan untuk sadar kembali sangatlah besar. Mataku berbinar menyambut berita baik tersebut, sudah lama aku merindukannya, ah.. sayangku.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!