Oleh : Putri Apriani, No.11
*
Taman Majapahit. Satu tempat, beribu kenangan.
Mentari masih muncul malu-malu ketika seorang Nenek datang dengan sapu lidinya. Ia bersiap melaksanakan tugasnya, menyapu taman, menyapu sampah yang berserakan, seperti halnya ribuan kenangan bersama sang kekasih yang masih menyisakan bekas.
Â
Kenangan berbentuk hati dan peluru sepertinya tak pernah habis ia sapu dari taman itu.
Tujuh puluh dua tahun yang lalu, sepasang muda-mudi yang tengah dimabuk cinta duduk di pinggir taman. Sang lelaki berpakaian coklat, gagah bersenjatakan bambu runcing. Sementara sang wanita berpakaian putih membawa obat-obatan lengkap. Mereka bersembunyi dari kawanan penjajah.
Adalah Abdul, lelaki yang begitu Minah cintai, menyematkan sebuah cincin di jari manisnya, mereka mengucap janji akan saling mencintai selamanya.
Hingga tetiba saja, sebuah peluru hinggap di dada Abdul.
Tak ada lagi cinta.
Hampa.
Nek Minah meneruskan tugasnya, mengayuhkan gagang sapu hingga tertumpuk beberapa sampah yang tercampur kenangan. Kenangan indah tentang sang kekasih, tapi itu dulu ketika Abdul masih di sampingnya.
Â
Ilustrasi Gambar : Dokumentasi Pribadi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H