Mohon tunggu...
Puspita Mega Noviana
Puspita Mega Noviana Mohon Tunggu... Guru - Belajar sepanjang hayat

Artikel Populer, Bahasa dan Sastra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kepribadian Tokoh Utama dalam Cerpen

9 Desember 2022   02:15 Diperbarui: 9 Desember 2022   02:31 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu peluru nyasar mengenai seorang bocah, tepat menghunjam kepalanya. Kemunculan Kiai Karnawi mampu meredakan amuk buruh tani. Saat itu Kiai Karnawi berhasil menangkap sebutir peluru yang ditembakkan kepadanya (Hanafi suka membayangkan adegan ini secara slow motion seperti dalam film) dan langsung membentak komandan pasukan, agar menarik mundur semua aparat. Bocah yang kepalanya tertembak dibopong Kiai Karnawi, yang langsung menyuapkan sebutir kurma. Pelan-pelan, peluru yang menancap dalam kepala bocah itu menggeliat keluar. Dan lubang bekas peluru itu, menutup dengan sendirinya.

            Kiai Karnawi memiliki kepribadian dengan tipe ekstrovert atau terbuka. Orang yang ekstrovert terutama dipengaruhi oleh dunia objektif, yaitu dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju ke luar. Pikiran, perasaan serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan nonsosial. Dia bersikap positif terhadap masyarakat, hatinya terbuka, mudah bergaul, hubungan dengan orang lain lancar. Ciri-ciri sikap yang bertipe ekstrovert ini ada pada Kiai Karnawi. Sikap Kiai Karnawi yang terbuka terlihat ketika dia mengaku kepada Hanafi bahwa dirinya adalah kiai jadul dan berpenampilan ala kadarnya. Selain itu, baginya tidak perlu mengutip banyak ayat untuk menjadi bijak. Kiai Karnawi berusaha menunjukkan dirinya yang apa adanya kepada orang lain. Ciri-ciri ekstrovert tercermin dari kutipan cerpen sebagai berikut.

"Hehe, saya ini memang kiai jadul," Kiai Karnawi tertawa terkekeh, sambil melirik Hanafi. Langsung membuat Hanafi tertunduk. Ia yakin, Kiai Karnawi bisa membaca yang dipendam dalam hatinya.

Sehari-hari Kiai Karnawi hanya berpeci hitam---yang sudah kusam---dan mengenakan sarung komprang, serta baju model kemeja warna gelap. Tapi kesederhanaannya itulah yang membuat ia terlihat lebih berwibawa. Dan ini yang kemudian membuat Hanafi terkesan: meskipun jarang mengutip ayat-ayat, nasehatnya disimak dan dipatuhi. Bukan kiai yang suka mengobral ayat, begitu komentar orang-orang. "Tak perlu sebentar-bentar mengutip ayat, untuk menjadi bijak," ujar Kiai Karnawi, pada pengajian yang sempat Hanafi ikuti.

Melalui cerpen ini, Agus Noor memberikan kritik sosial berkenaan dengan sosok pemimpin teladan. Dia menciptakan tokoh Kiai Karnawi bukan tanpa alasan. Agus Noor berpandangan bahwa seorang pemimpin hendaknya mau melayani masyarakat atau orang yang dipimpinnya. Ini terlihat dari cara Kiai Karnawi berbaur dengan berbagai golongan masyarakat. Seorang pemimpin hendaknya juga bijak serta netral. Ini terlihat dari upaya Kiai meredam konflik antara aparat dan masyarakat.

Agus Noor juga mencoba mengungkap realitas yang sedemikian dekat dengan masyarakat yaitu KKN. Hal ini tercermin dari keinginan Umar untuk terjun di politik. Karena Umar berpandangan bahwa menjadi pengusaha saja tidak cukup, tanpa ada dukungan politik atau mengenal kolega di pemerintahan. Maka, tidak heran sekarang ini para pengusaha berbondong-bondong masuk ke dunia politik. Agus Noor mengkritik para penguasa yang dengan dalih amanah menduduki kursi pemerintahan. Setelah terpilih mereka menggunakan uang rakyat baik untuk memperkaya diri sendiri atau memperkaya partai.

  • Penutup

Teori psikoanalisis menganggap bahwa karya sastra sebagai gejala dari pengarangnya. Dalam diri sastrawan gejalanya muncul dalam bentuk karya kreatif. Oleh karena itu, dengan anggapan ini tokoh-tokoh dalam sebuah cerpen, misalnya akan diperlakukan seperti manusia yang hidup di dalam lamunan si pengarang. Konflik-konflik kejiwaan yang dialami tokoh-tokoh itu dapat dipandang sebagai pencerminan atau representasi dari konflik kejiwaan pengarangnya sendiri. Akan tetapi perlu diingat, bahwa pencerminan ini berlangsung secara tanpa disadari oleh si pengarang cerpen itu sendiri dan sering kali dalam bentuk yang sudah terdistorsi, seperti halnya yang terjadi dengan mimpi. Dengan kata lain, ketidaksadaran pengarang bekerja melalui aktivitas penciptaan cerpennya. Jadi, karya sastra sebenarnya merupakan wujud tersembunyi atas hasrat pengarangnya dalam ketidaksadaran.

 

Daftar Pustaka

Ahmadi, Anas. (2015). Psikologi Menulis. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Prawira, Purwa Atmaja. (2014). Psikologi Kepribadian dengan Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun