Mohon tunggu...
Puspita Mega Noviana
Puspita Mega Noviana Mohon Tunggu... Guru - Belajar sepanjang hayat

Artikel Populer, Bahasa dan Sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Landasan Epistemologis Pembelajaran Membaca Analitis pada Peserta Didik

8 Desember 2022   14:01 Diperbarui: 8 Desember 2022   14:09 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • Pendahuluan

Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak terlepas dari kegiatan membaca. Peserta didik dituntut untuk aktif membaca berbagai referensi yang terkait dengan materi pembelajaran sehingga peserta didik tidak hanya memperoleh informasi dari guru saja tetapi mereka bisa belajar secara mandiri. Dalam kegiatan membaca, siswa akan memperoleh berbagai informasi yang terkait dengan materi yang akan diajarkan di kelas. Ilmu tentang membaca menjadi sangat penting untuk dikuasi oleh peserta didik.

Kesuksesan membaca ditentukan oleh seberapa banyak ide yang bisa diserap peserta didik dari semua yang penulis berusaha sampaikan (Adler dan Doren, 2007: 7). Ukuran seberapa banyak ide yang bisa diserap oleh peserta didik melalui kegiatan membaca memang tidak pasti. Namun, bisa ditunjukkan melalui kegiatan belajar mengajar di kelas. Siswa yang memiliki ilmu membaca yang baik akan lebih mudah memahami materi pembelajaran.

Pembelajaran membaca sangat ditentukan oleh minat baca peserta didik. Agar membaca menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi peserta didik, maka diperlukan kerjasama antara orang tua dan guru. Tugas orang tua dan guru antara lain memberikan motivasi, menciptakan suasana yang menyenangkan untuk membaca, dan mengusahakan ketersediaan buku-buku bacaan (Wiryodijoyo, 1989: 194).

Motivasi yang tinggi akan membuat peserta didik menyukai kegiatan membaca. Pemberian motivasi bisa dilakukan melalui kebiasaan menceritakan pengalaman kepada peserta didik dan menunjukkan kepada mereka bahan-bahan bacaan yang berguna. Mengatur ruang belajar sehingga menjadi ruangan yang menyenangkan untuk melakukan aktivitas belajar maupun membaca. Selain itu, membiasakan peserta didik untuk mengunjungi perpustakaan dan membaca buku-buku juga merupakan hal yang penting untuk membentuk minat baca mereka.

Landasan epistemologis akan menjawab pertanyaan bagaimana guru mengajarkan pembelajaran membaca analitis yang selaras dengan prinsip kebenaran ilmiah dan upaya-upaya penemuan kebenaran yang berlandaskan metode ilmiah. Masalah epistemologis pembelajaran membaca analitis akan mempertanyakan apa yang telah diberikan kepada peserta didik dan mengapa diberikan pembelajaran membaca analitis? Demikian pula landasan epistemologis mendasari nilai-nilai kebenaran mana yang menjadi acuan dalam pembelajaran membaca analitis (Suyitno, 2009: 20).

  • Pengertian Epistemologi
  • Epistemologi berasal dari kata Yunani, episteme dan logos. Episteme dapat diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yag dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge (Surajiyo, 2010: 24).
  • Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Jadi objek material epistemologi adalah pengetahuan, sedangkan objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Oleh karena itu, sistematika penulisan epistemologi adalah arti pengetahuan, terjadinya pengetahuan, jenis-jenis pengetahuan, dan asal usul pengetahuan (Surajiyo, 2010: 26).

Pertanyaan tentang pengetahuan yang bagaimana yang perlu diberikan kepada peserta didik? Jawabannya bukan pengetahuan yang abstrak, melainkan yang berkaitan dengan pengalaman (Bernadib, 2002: 16). Pembelajaran membaca analitis juga menekankan pada pengalaman membaca peserta didik. Oleh karena itu, peserta didik memiliki kemampuan menganalisis dan menilai suatu bahan bacaan. Dalam hal ini, ilmu membaca peserta didik bersifat empiris karena diperoleh melalui pengalaman yang dapat ditangkap dengan panca indra.

Suriasumantri (2007: 105) menjelaskan bahwa epistemologi atau teori pengetahuan adalah suatu cabang filsafat yang membahas secara mendalam tentang segenap proses yang terlihat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode ilmiah. Ilmu membaca analitis pada peserta didik akan melalui langkah-langkah yang sistematis.

  • Arti Membaca Analitis

Adler dan Doren (2007: 21) mengemukakan bahwa membaca analitis merupakan level membaca yang lebih kompleks dan sistematis dari level sebelumnya (membaca dasar dan membaca inspeksional). Membaca analitis berarti membaca menyeluruh, membaca lengkap, atau membaca dengan baik. 

Jika membaca inspeksional adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap dalam waktu yang terbatas, membaca analitis adalah kegiatan membaca terbaik dan terlengkap tanpa batas waktu. Albert via Tarigan (2015: 92) juga mengungkapkan bahwa membaca analitis adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluatif, serta kritis, dan bukan hanya mencari kesalahan. 

Pembelajaran membaca analitis memungkinkan peserta didik untuk mendalami bahan bacaan sehingga informasi yang diperoleh dari hasil membaca akan semakin banyak. Peserta didik dapat memahami secara mendalam suatu bacaan karena tidak ada batasan waktu dalam kegiatan membaca. Jadi, peserta didik bisa melakukan kegiatan membaca secara menyeluruh terhadap bahan bacaan.

Soedarso (2000: 71) menambahkan membaca secara kritis (analitis) adalah cara membaca dengan melihat motif penulis dan menilainya. Peserta didik tidak hanya menyerap apa yang ada dalam bacaan tetapi juga ikut berpikir tentang masalah yang sedang dibicarakan. Membaca secara analitis berarti harus mampu membaca secara kritis dan dengan penilaian. Membaca harus merupakan interaksi antara penulis dan pembaca. Kedua belah pihak saling mempengaruhi sehingga terbentuk pengertian baru.

Dalam pembelajaran membaca analitis, peserta didik aktif dan tidak hanya sekadar membaca. Peserta didik memiliki pandangan terhadap permasalahan yang sedang dibicarakan sehingga bisa melakukan penilaian terhadap pendapat yang diberikan oleh penulis. Selain itu, pemikiran dari peserta didik dapat membentuk suatu pengertian baru sebagai hasil interaksi antara pemikiran penulis dan hasil pemikiran peserta didik.

Pembaca analitis (peserta didik) harus mengajukan banyak pertanyaan teratur tentang apa yang dibacanya. Tujuan membaca analitis terutama untuk mendapatkan pemahaman. Oleh karena itu, peserta didik harus terampil untuk membaca secara analitis agar mampu meningkatkan pemikiran dari status kurang memahami menjadi lebih memahami dengan bantuan buku (Adler dan Doren, 2007: 22). Pembelajaran membaca analitis menerapkan kriteria yang relevan dalam usaha mengevaluasi suatu bahan bacaan. Peserta didik akan memiliki kemampuan menganalisis dan menilai. Penilaian dilakukan terhadap kecermatan, ketepatan, dan kegunaan suatu bahan bacaan berdasarkan kriteria yang berkembang.

  • Proses Terjadinya Membaca Analitis

Pada tingkatan membaca analitis, pembaca tidak hanya puas pada tingkatan tahu atau ingat apa yang dikatakan dalam buku. Pembaca sadar bahwa bahan bacaan tersebut tidak hanya berisi informasi tersurat yang perlu diingat saja tetapi perlu diolah dan dipahami. Bahan bacaan dipandang sebagai bahan tulis yang berisi berbagai interpretasi makna, baik tersurat maupun tersirat. Sebelum dipahami keseluruhan maknanya, bahan-bahan harus diolah secara kritis melalui proses kreatif. Proses pengolahan secara kritis inilah yang dimaksudkan dengan proses membaca tingkat lanjut atau membaca analitis (Nurhadi, 1987: 142).

Dalam proses membaca analitis, terdapat usaha-usaha memahami secara kritis makna tersirat atau implisit, menganalisis, mengorganisasikan bahan bacaan, menyusun kesimpulan, dan mengadakan penilaian terhadap bahan bacaan. Sikap kritis dalam proses membaca analitis meliputi kemampuan pembaca untuk: (1) menginterpretasi secara kritis, (2) menganalisis secara kritis, (3) mengorganisasi secara kritis, (4) menilai secara kritis, (5) menerapkan konsep secara kritis. Sikap-sikap inilah yang ditempuh pembaca atau peserta didik dalam proses membaca analitis (Nurhadi, 1987: 143).

Dalam mengajarkan membaca analitis, hal-hal yang dilakukan guru adalah sebagai berikut (Tarigan, 2015: 21).

Membagikan bahan bacaan kepada peserta didik untuk selajutnya bisa dibaca dan ditentukan kosa kata yang sulit.

Mememberikan motivasi terhadap bacaan, dengan cara menghubungkan bahan bacaan dengan pengalaman-pengalaman pribadi peserta didik atau jika bacaan tersebut adalah bagian dari suatu cerita yang panjang maka guru memberikan rangkuman bahan yang telah selesai dibaca. Selanjutnya, disusul dengan mengemukakan pertanyaan yang dapat merangsang peserta didik untuk membaca serta menyelesaikan bagian selanjutnya.

Menyatakan maksud dan tujuan dari proses membaca analitis yaitu untuk memahami maksud penulis, memahami organisasi dasar tulisan, dapat menilai penyajian penulis atau pengarang, dapat menerapkan prinsip-prinsip kritis pada bahan bacaan sehari-hari, meningkatkan minat baca, kemampuan membaca, dan berpikir kritis, serta mengetahui prinsip-prinsip pemilihan bahan bacaan.

Menjelaskan setiap kesukaran dalam bagian pertama mengenai bunyi atau urutan bunyi, struktur kalimat atau sintaksis, kosa kata, ataupun kiasan dan peribahasa.

  • Jenis-jenis Membaca

Gail E. Tompskins dan Kenneth Hoskisson (1995:2003) mengatakan bahwa di dalam kelas, guru menggunakan lima jenis strategi pembelajaran membaca sebagai berikut.

  • Membaca dengan suara keras

Siswa mendengarkan guru membaca teks atau bahan bacaan. Cara lain dalam strategi ini adalah dengan mendengarkan sumber suara tertentu seperti tape recorder yang diperdengarkan secara keras.

  • Berbagi bacaan dengan teman

Siswa berbagi bacaan yang berbeda dengan teman di kelas. Berbagi bacaan dimungkinkan terjadi ketika variasi bacaan lebih dari satu.

  • Membaca bersama teman

Dua siswa membaca teks bersama-sama. Kadang-kadang mereka bergiliran membaca-keras, kadang-kadang mereka berdua membaca tanpa suara, dan pada waktu lain sekelas membacakan bersama-sama. Pendekatan ini mirip dengan membaca bersama. Manfaat dari strategi ini adalah memberi pengalaman membaca yang baik kepada siswa yang masih mengalami kesulitan membaca.

  • Membaca terbimbing

Siswa membaca bahan bacaan dengan bimbingan guru. Sebelum kegiatan dimulai, guru mengajak siswa melakukan prediksi isi bacaan. Setelah melakukan prediksi, siswa membaca bahan bacaan untuk mengkonfrontir isi bacaan dengan prediksi awal.  Guru dapat menghentikan kegiatan membaca sewaktu-waktu ketika diperlukan, seperti berhenti pada akhir paragraf dua dan lain sebagainya dengan maksud membahas isi teks bacaan.

  • Membaca mandiri

Semua siswa membaca secara mandiri dengan bahan bacaan bebas atau dapat ditentukan oleh guru. Strategi ini mampu menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa terhadap bahan bacaannya. Dalam strategi ini, siswa diperbolehkan membaca seluruh teks atau sebagian teks, dan disesuaikan dengan kebutuhan individu mereka.

  • Metode Penelitian untuk Memperoleh Kemampuan Membaca Analitis

Jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh kemampuan membaca analitis adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah control group pretest posttest design.

Penggunaan desain eksperimen tersebut untuk mengetahui keefektifan strategi atau model SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review) dalam pembelajaran kemampuan membaca analitis. Instrumen yang digunakan dalam penelitian eksperimen tersebut adalah soal tes uraian membaca analitis. Dalam penelitian tersebut, instrumen disusun berdasarkan pada validitas isi dan validitas konstruk serta ditelaah oleh orang yang ahli dalam bidang yang bersangkutan (ekspert judgement).

Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian tersebut menggunakan rumus Alpha Cronbach karena instrumen berbentuk tes uraian yang mempunyai skor berskala. Sebelum dilakukan analisis data dengan menggunakan uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu uji normalitas sebaran dan uji homogenitas varian. Uji normalitas dilakukan untuk mengkaji normal atau tidaknya sebaran data. Syarat data berdistribusi normal apabila nilai P yang diperoleh dari hasil penghitungan lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.

Sedangkan, uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil dalam penelitian diperoleh dari populasi yang bervarian homogen atau tidak. Syarat data homogen jika nilai signifikansi hitung lebih besar dari taraf signifikansi 5%.

  • Kesimpulan

Landasan epistemologis membahas persoalan hakikat ilmu dan kebenaran ilmu yang diperoleh melalui upaya penyelidikan dan telaah mendalam yang disebut dengan metode ilmiah. Jenis penelitian yang digunakan untuk memperoleh kemampuan membaca analitis adalah penelitian kuantitatif dengan metode penelitian eksperimen. Implikasi dari landasan epistemologis adalah bagaimana guru mengajarkan pembelajaran membaca analitis yang selaras dengan prinsip kebenaran ilmiah dan upaya-upaya penemuan kebenaran yang berlandaskan metode ilmiah. 

Masalah epistemologi pembelajaran membaca analitis menjawab pertanyaan mengapa pembelajaran membaca analitis diberikan kepada peserta didik. Demikian pula landasan epistemologis mendasari nilai-nilai kebenaran mana yang menjadi acuan dalam pembelajaran membaca analitis.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Adler, Mortimer J. dan Charles Van Doren. (2007). How to Read a Book. Jakarta: Indonesia Publishing.

Bernadib, Imam. (2002). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Nurhadi. (1987). Membaca Cepat dan Efektif: Teori dan Latihan. Bandung: CV Sinar Baru.

Soedarso. (2000). Speed Reading: Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Surajiyo. (2010). Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Suriasumantri, Jujun S. (2007). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Suyitno. (2009). Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Fakultas Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Tarigan, Henry Guntur. (2015). Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tompskins, Gail E., dan Kenneth Hoskisson. (1995). Language Arts: Content And Teaching Strategies. Prentice Hall: New Jersey.

Wiryodijoyo, Suwaryono. (1989). Membaca: Strategi Pengantar dan Tekniknya. Jakarta: Depdikbud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun