Mohon tunggu...
Puspanagri Mas Bayu Sadewa
Puspanagri Mas Bayu Sadewa Mohon Tunggu... Jurnalis - Staf Komunikasi

Bekerja di Neliti

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Transformasi Partai Politik dalam Pencitraan

23 Juli 2024   21:25 Diperbarui: 23 Juli 2024   22:04 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkembangan media yang cukup pesat seharusnya bisa dimanfaatkan dengan baik dalam melakukan praktik politik pencitraan. Maraknya penggunaan internet seharusnya bisa dilirik dalam praktik politik pencitraan karena sifatnya yang sangat cepat dalam menyebarkan informasi dan biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah dibandingkan media televisi. Para tokoh politik dan parpol ternyata sudah mulai menyadari akan pentingnya media sosial untuk mendekatkan diri ke publik. 

Banyak tokoh politik yang sukses mendekatkan dirinya ke publik melalui media sosial. Tidak hanya di media sosial Facebook, mereka juga berkomunikasi ke publiknya melalui Twitter. Penggunaan media sosial ini sangat efektif karena media sosial bisa mengejar atensi publik secara luas. Tidak hanya anak muda yang menjadi target publiknya, tetapi masyarakat secara luas juga mengakses media sosial tersebut dikarenakan kemudahan akses internet dan lahirnya gadget yang memudahkan kita untuk online.

Bila dibandingkan dengan media massa, media sosial juga sangat berpengaruh dalam politik pencitraan. Salah satu media sosial yang banyak dipakai oleh tokoh politik untuk mendekatkan diri ke publiknya adalah Twitter atau yang sekarang dikenal dengan X. Tingginya popularitas Twitter menyebabkan layanan ini telah dimanfaatkan oleh berbagai kalangan termasuk tokoh politik dalam berbagai aspek, misalnya sebagai sarana komunikasi, kampanye politik, maupun pencitraan. Twitter dipandang sangat efektif dalam mendekatkan tokoh politik dengan publiknya, khususnya anak muda. 

Dari Twitter tersebut, bisa dilihat seberapa banyak publik yang menaruh perhatian terhadap tokoh tersebut dari seberapa banyak follower yang dimiliki tokoh tersebut. Semakin banyak jumlah follower-nya, artinya semakin banyak publik yang menaruh perhatian terhadap tokoh tersebut dan semakin banyak yang melakukan mention tokoh tersebut, artinya semakin banyak pula publik yang ingin berkomunikasi dengan tokoh tersebut. Tweet yang ditulis tokoh politik mampu menunjukkan opininya terkait isu-isu politik sehingga follower-nya bisa mengetahui bagaimana stand politiknya terhadap suatu isu atau keadaan. 

Dari sinilah akan terjadi komunikasi dua arah antara tokoh politik tersebut dengan para follower-nya. Jadi, tak heran kalau akhirnya Predien Jokowi juga mempunyai akun media sosial seperti yang sudah lama dilakukan oleh Presiden Obama guna membangun komunikasi dengan para follower-nya.

Pemanfaatan Twitter sebagai media mendekatkan tokoh politik dengan publiknya memang cara baik dan paling murah. Masalahnya adalah bagaimana media sosial ini bisa dikelola dengan baik. Dalam melakukan tweet pesan-pesan politik, sebaiknya dilakukan dengan kuantitas yang normal karena kalau terlalu banyak melakukan tweet per hari, akan mengganggu follower-nya, apalagi kualitas pesan politik tersebut rendah. 

Jadi, pemanfaatan Twitter sebagai media dalam praktik politik pencitraan merupakan salah satu solusi cerdas dan murah sehingga dapat menghemat anggaran parpol. Pasar media sosial adalah pemilih pemula yang usianya 17 hingga 30 tahun. Media sosial bukan lagi sekadar sarana bagi netizen mempererat pertemanan melalui percakapan, namun sudah membahas tentang isu-isu politik. 

Tak pelak, pada tahun politik sekarang ini, media sosial dibanjiri dengan akun-akun para pegiat politik. Melalui media sosial, warga internet (netizen) bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan memproduksi konten. 

Media sosial menggunakan teknologi berbasis web yang menjadikan suatu bentuk komunikasi menjadi lebih interaktif. Media sosial terbukti berhasil merebut hati netizen dalam memenuhi kebutuhannya dalam mendapatkan informasi dan berkomunikasi. Penggunaan media sosial bukan lagi sekadar sarana untuk mempererat pertemanan melalui percakapan, namun sudah membahas tentang isu-isu politik, kebijakan pemerintah, perilaku para public figure yang positif maupun yang negatif.

Menurut pengamat politik Effendi Gazali, media adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, media berupaya mendekati objektivitas pemberitaan, namun di sisi lain media juga tak luput dari keberpihakan dan ketidakberimbangan yang dapat dijadikan celah bagi tim sukses untuk terus memasukkan pesan dan citra politik sosok kepala daerah. Celah ini bisa dimanfaatkan bagi elit politik maupun tim sukses untuk menjadikan media sebagai sarana pemasaran massal. 

Tak heran bila beberapa pendapat mengatakan bahwa komunikasi politik di era informasi telah menjelma menjadi ajang pemasaran massal yang di dalamnya tanda dan citra memainkan peran sentral. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun