Mohon tunggu...
Wawan Purwandi
Wawan Purwandi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menteri Jokowi Bernama Eko......(Bersambung)

27 Mei 2018   11:20 Diperbarui: 27 Mei 2018   11:41 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Mohammad Najib

Pendiri berdesa.com

Setiap era kepresidenan pasti punya menteri yang tersohor karena terobosan-terobosan dan hasil kerjanya. 

Di era JKW-JK, ada Susi Pudjiastuti, Sri Mulyani, Basuki Hadimuljono dan beberapa yang lain. Namun masih ada satu lagi yang publik patut perhitungkan, yaitu Eko Putro Sanjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Siapa dia?

Eko bukan orang desa, apalagi dari daerah tertinggal. Karir bisnisnya cukup berkilau. Posisi terakhir adalah sebagai Presiden Direktur PT. Sierad Produce TBK, perusahaan pangan berbasis unggas terbesar di Indonesia. Tak lama setalah dilantik Jokowi sebagai menteri di Juli 2016, ia sempat membocorkan kalau tawaran posisi menjadi menteri pernah ia tolak, karena alasan keluarga. Eko sudah pada zona yang sangat nyaman dan karirnya pun terus tumbuh, ngapain harus masuk ke kabinet ngurusin desa lagi. Panggilan untuk "mengabdi" itu lah yang kemudian mengubah keputusannya.

Eko harus tau desa, makanya dia kemudian berkeliling desa se Indonesia. Saya bahkan pernah mendengar, Eko sempat kaget dan menangis sewaktu melihat kondisi kemiskinan di salah satu daerah di Indonesia Timur. 

Semua orang dia sambangi, sampai ke pelosok mana pun, untuk tau strategi apa yang paling efektif dan efisien untuk melakukan perubahan. Ia sadar bahwa ia hanya punya waktu 2,5 tahun efektif untuk berkarya, karena 2019 sudah pemilu. Hampir 75 ribu desa harus ia urusi, tempatnya orang miskin dimana 13,93% penduduk miskin ada di desa, dan 7,72% di kota.

Memang ia punya Rp. 65 triliun dana desa di tahun 2018, tetapi tantangannya adalah dana itu harus dikerjakan oleh orang desa. Menteri Eko tidak punya BUMN seperti Kementerian PUPR yang siap merubah hamparan tanah menjadi jalan, jembatan dan irigasi. 

Eko tidak punya Kementerian Pertanian, Kelautan dan Perikanan yang punya mitra swasta yang siap mengolah berbagai komoditas. Eko hanya punya orang desa dan dibantu oleh sebagian kecil aparat di kabupaten, provinsi dan pusat. Pendamping desa pun jumlahnya tidak banyak.

Sewaktu ia awal menjabat menggantikan menteri sebelumnya, kepercayaan publik terhadap Kementerian Desa (Kemendes) cukup rendah, mungkin juga Jokowi pun punya pandangan yang sama. Sangat santer terdengar, kementerian ini dikuasai orang-orang partai bahkan sampai rekrutmen tenaga pendamping pun selalui diwarnai tuduhan-tuduhan tak sedap. Eko mulai dari titik minus, bukan nol.

Kepiawaian dalam memimpin serta berbisnis pun ia gunakan. Eko mengangkat sejumlah penasehat yang sangat paham dibidangnya untuk membantu "melompat". Ia tau, agak sulit mengharapkan aparat di Kemendes yang gemuk untuk berlari kencang. 

Para penasehat Eko adalah, DR Ivanovich Agusta, ahli soslologi pedesaan didikan Prof Sajogyo maha guru kemiskinan Indonesia. Ivanovich fokus pada memperbaiki data yang reliable agar kebijakan dan keputusan bisa akurat. Ada Aviliani, pakar ekonomi makro yang membantu eko merancang perubahan-perubahan besar di bidang ekonomi. 

Profesor Rhenald Khasali, ahli SDM dan social entrepreneurship juga diajak untuk membantu merancang kemenangan-kemenangan rakyat di desa berbasis partisipasi. Tak ketinggalan Haryono Suryono diajak juga, tokoh senior yang ahli dalam merancang gerakan sosial secara masif, seperti Keluarga Berencana.

Eko juga mengangkat Febby Dt Bangso, pengusaha muda untuk membantunya menggalang dukungan swasta. Untuk mendobrak kultur korup, Eko mengangkat Bibit Samad Rianto, mantan Wakil Ketua KPK.

Lalu apa prestasi Menteri Eko (dalam 2 tahun loh)?  

Pertama, dana Desa harus sampai dan berwujud hasilnya di desa. Ini tantangan berat, karena belum pernah ada kebijakan apa pun di republik ini yang menggelontorkan dana triliunan langsung ke kas desa Tidak usah bicara korupsi dulu, dimanfaatkan saja sudah hebat. 

Namun kenyataannya di 2017, 99,98% dana desa termanfaatkan untuk membangun 120 ribu KM jalan, hampir 2 ribu jembatan dan ratusan PAUD, Posyandu serta draine. Semuanya bukan melalui kontraktor, tetapi rakyat. Eko menggandeng polisi sampai jaksa untuk membantu mengawasi penggunaannya, karena ia tau celah korupsi uang triliunan ini sangat lebar. Bersama Sri Mulyani, Eko melakukan terobosan dalam menyederhanakan proses birokrasi penggunaan dana desa di 2018.

Kedua, mengejar ketertinggalan dengan cara tidak biasa. Tak mungkin rasanya, bila membangun ekonomi warga desa dengan pola lama. Masyarakat desa akan terus dianggap sebagai obyek, sumberdaya nya di kuras, dan SDM berpotensi lari meninggalkan desanya. 

Eko paham bentul bahwa kini saatnya "sharing economy" atau ekonomi berbagi, yang mengedepankan kolaborasi bukan dominasi untuk mencapai keuntungan. Eko menggandeng perusahaan-perusahaan swasta raksasa sampai dengan kecil untuk mau berkolaborasi dengan desa. Semua butuh contoh, dan Eko kemudian menciptakan 3 model terobosan pembangunan ekonomi berlandaskan sharing economy ini.  

Salah satunya dipilih Pandeglang, daerah basis kemiskinan di Jawa Barat (154 desa tertinggal dari 326 desa) untuk budidaya jagung memanfaatkan lahan tidur bekerjasama dengan kementerian lain dan perusahaan-perusahaan off taker, pembeli jagung. Hasilnya, 50 ribu hektar lahan ditanami jagung, 200 ribu orang Pandeglang pulang kembali ke desanya, memproduksi 90 ribu ton jagung, menghasilkan pendapatan 1,5 triliun. Targetnya tidak ada desa tertinggal di Pandeglang di tahun 2019.

Syarat daerah bisa lebih maju adalah tersedianya sarana perbankan. Menteri Eko pun meminta BNI, BRI dan bank-bank lain untuk membuka akses layanan keuangan non bank di desa-desa bekerjasama dengan BUMDes, seperti laku pandai dan BRI Link. Bank-bank tersebut bisa menghemat milyaran rupiah karena tidak harus punya gedung dan SDM, dan masyarakat desa bisa menabung serta meminjam dengan lebih mudah. Baru-baru ini, Eko menggandeng Lionparcel untuk berkerjasama dengan BUMDes melayani jasa logistik.

Komoditas unggulan dikembangkan, akses keuangan dimudahkan, dan sarana logistiknya pun diciptakan, semua pihak memperoleh kuenya (sharing economy). Strategi jitu melompat dari ketertinggalan.  

Terakhir, Menteri Eko sadar bahwa SDM di desa harus ditingkatkan. Sudah tidak jamannya lagi orang berbondong-bondong ikut pelatihan yang menghabiskan dana triliunan rupiah setiap tahun, dan belum tentu hasilnya maksimal. 

Maka diciptakanlah sistem E-Learning melalui Akademi Desa 4.0, model pembelajaran jarak jauh tersertifikasi. Dari mulai perangkat desa sampai petani nantinya bisa ikut pelatihan dengan gawainya. Lembaga pendidikan dan pelatihan akan lebih berfungsi sebagai uji kompetensi saja, tak perlu punya pelatih bermacam-macam profesi. Orang didorong untuk punya kemauan agar dia bisa memperbaiki dirinya sebelum memperbaiki orang lain.

Sengaja saya membikin judul tulisan ini bersambung, karena pasti ada terobosan-terobosan lain sebagai bukti "pengabdian" eko ke bumi pertiwi. Terus terang tadinya saya sempat under estimate tentang peluang Cak Imin menjadi Calon Wakil Presiden di 2019. Sekarang saya berpikir, bahwa Cak Imin bisa menjadi orang yang tepat karena punya kader-kader muda dan hebat seperti Eko Putro Sanjojo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun