Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Dosen - ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Kuberanikan diri mengubah arah pikiran dan laku. Menyadarinya tanpa belenggu, dan identitas diri. Memulai hidup, merajut hidup yang baru. Bersama Maha Mendidik, temukan diri dalam kesejatian. Saatnya berdamai dengan kesederhanaan. Mensahabati kebahagiaan yang membebaskan. Cinta, kebaikan, dan hidup yang bermakna, tanpa kemelekatan yang mengikat. Hidup berlimpah dalam syafaat ilmu. Mendidikku keluar dari kehampaan. Hidup dengan yang Maha Segalanya, Menjadi awal dan akhirnya dari kemulyaan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Santri di Tengah Krisis Moralitas Dunia Akademik di Indonesia!?

22 Oktober 2024   17:07 Diperbarui: 22 Oktober 2024   17:07 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh. Muhammad Eko Purwanto

Hari Santri Nasional, yang diperingati setiap 22 Oktober, bukan sekadar momen refleksi sejarah, tetapi juga sebuah pengingat akan peran strategis pesantren dan santri dalam membangun bangsa Indonesia. 

Hari ini merujuk pada fatwa bersejarah Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 22 Oktober 1945, sesaat setelah Presiden Soekarno meminta Fatwa kepada Kyai Hasyim Asy'ari tentang sikap apa yang harus diambil ketika ancaman penjajahan Belanda datang kembali. 

Fatwa tersebut, berisi seruan kepada umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah, menjadi salah satu roh perjuangan paling penting pada masa awal kemerdekaan.

Fatwa ini menunjukkan sinergi antara kekuatan spiritual dan visi kebangsaan yang kuat, mengingatkan kita bahwa pendidikan, khususnya pendidikan berbasis nilai-nilai keagamaan dan moralitas, dapat menjadi benteng pertahanan terbaik dalam situasi krisis. 

Dalam konteks akademik modern, pendidikan seharusnya tetap menjadi tempat di mana kejujuran dan integritas berdiri teguh. Namun belakangan ini, kita menghadapi krisis moralitas yang nyata di dunia akademik, bagaikan noda yang mencoreng kesucian niat pendidikan itu sendiri.

Krisis ini digambarkan dengan tajam oleh studi yang dilakukan oleh Vit Machacek dan Martin Srholec dari Republik Ceko. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa tingkat ketidakjujuran akademik di Indonesia mencapai 16,73%, hanya sedikit lebih rendah dari Kazakhstan. 

Temuan ini merupakan alarm keras bagi kita semua. Bagaimana mungkin, sebuah bangsa yang dilahirkan dari semangat jihad fisabilillah dan pengabdian murni, bisa memasuki krisis moral yang dalam dalam dunia akademiknya?

Socrates pernah berkata, "Pendidikan bukanlah persiapan untuk hidup; pendidikan adalah hidup itu sendiri." Ini artinya, pendidikan seharusnya bukan hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi tentang pembentukan karakter dan moral. 

Ketidakjujuran dalam akademik tidak hanya merusak kredibilitas individu tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan, tempat seharusnya pemimpin masa depan dibentuk. Sejarah hari santri mengajarkan kita bahwa kejujuran dan tanggung jawab adalah fondasi kokoh dalam pertempuran melawan ketidakadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun