Mohon tunggu...
Muhammad Eko Purwanto
Muhammad Eko Purwanto Mohon Tunggu... Dosen - ALUMNI S3 UNINUS Bandung

Kuberanikan diri mengubah arah pikiran dan laku. Menyadarinya tanpa belenggu, dan identitas diri. Memulai hidup, merajut hidup yang baru. Bersama Maha Mendidik, temukan diri dalam kesejatian. Saatnya berdamai dengan kesederhanaan. Mensahabati kebahagiaan yang membebaskan. Cinta, kebaikan, dan hidup yang bermakna, tanpa kemelekatan yang mengikat. Hidup berlimpah dalam syafaat ilmu. Mendidikku keluar dari kehampaan. Hidup dengan yang Maha Segalanya, Menjadi awal dan akhirnya dari kemulyaan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menggapai Takhalli, Tahalli, dan Tajalli dalam Proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi (Refleksi Kritis Pendidikan Tinggi di Indonesia)

20 Oktober 2024   23:52 Diperbarui: 21 Oktober 2024   02:30 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dok. Pribadi.

Dalam tahalli, seorang sufi berusaha menghiasi dirinya dengan sifat-sifat yang sesuai dengan ajaran Islam dan akhlak Rasulullah SAW. Fokusnya adalah pada pengembangan dan penanaman kualitas positif dalam jiwa. Beberapa sifat terpuji yang dicari antara lain: Ikhlas (tulus dalam niat dan perbuatan), Syukur (bersyukur), Sabar (kesabaran), Tawakkal (berserah diri kepada Allah), Ridha (penerimaan terhadap takdir Allah), Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.

Tahalli melibatkan peningkatan kualitas ibadah dan muamalah (interaksi) dengan sesama makhluk. Seorang sufi akan berusaha untuk meningkatkan kualitas shalat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya dengan penuh rasa cinta dan kesadaran akan kehadiran Allah. Selain itu, hubungan dengan sesama manusia juga dijaga dan dihiasi dengan perilaku yang baik, seperti berbuat adil, berkata jujur, dan membantu sesama.

Jadi, Tahalli tidak hanya terbatas pada pelaksanaan ibadah ritual, tetapi juga meliputi pembentukan karakter dan moral yang serasi dengan ajaran Islam. Tahap ini merupakan perjalanan seumur hidup di mana seorang sufi terus-menerus berjuang untuk mendekat kepada Allah dengan hiasan hati yang indah. Dengan hati yang dihias oleh sifat-sifat mulia ini, seorang sufi siap untuk mengalami tajalli, yaitu pencerahan spiritual dan manifestasi sifat-sifat Ilahi dalam hidupnya.

Berikutnya, Tajalli berarti penampakan atau manifestasi. Dalam terminologi tasawuf, tajalli merujuk kepada manifestasi sifat-sifat Ilahi dalam diri seorang hamba ketika hati telah bersih dan siap menerima cahaya Ilahi. Pada tahap ini, seseorang mengalami pencerahan spiritual di mana sifat-sifat Allah seperti kasih sayang, keadilan, dan kebijaksanaan tercermin dalam dirinya.

Tajalli adalah hasil dari proses panjang takhalli dan tahalli (penghiasan hati dengan sifat-sifat terpuji). Dalam proses ini, seorang sufi mengalami pencerahan batin dan merasakan kedekatan yang mendalam dengan Allah. Tajalli juga dapat berarti pengalaman spiritual di mana seorang hamba merasakan kebesaran dan keindahan Allah dalam semua aspek kehidupan, menyadari kehadiran-Nya secara lebih mendalam.

Setelah melalui proses panjang takhalli dan tahalli, seorang Salik biasanya mengalami momen pencerahan saat dia tersadar akan keindahan ciptaan Allah dalam sekelilingnya. 

Misalnya, ketika melihat keindahan matahari terbit, hatinya diliputi rasa syukur dan kagum akan kebesaran Allah, dan dalam dirinya tumbuh sifat-sifat terpuji seperti kasih sayang, cinta, dan keadilan.

Dalam tasawuf, proses ini adalah perjalanan yang terus berlanjut, karena penyucian hati dan peningkatan spiritual adalah tugas seumur hidup. Seseorang harus terus-menerus berusaha menjaga hatinya tetap bersih dan menerima ilham Ilahi.

Refleksi dan Pemikiran Kritis

Seperti yang sudah dikemukakan di atas, bahwa Takhalli yang berarti pengosongan, menekankan pentingnya membersihkan diri dari kebiasaan dan pikiran yang menghambat kemajuan. Dalam konteks pendidikan, ini bisa berarti melepaskan diri dari sikap malas, prasangka buruk terhadap ilmu tertentu, atau ketakutan akan kegagalan. 

Seorang mahasiswa perlu melepaskan beban mental ini agar dapat menyerap ilmu dengan sebaik-baiknya. Al-Ghazali, seorang filosof dan cendekiawan Muslim terkemuka, pernah mengatakan, "Pengetahuan tanpa pembersihan hati adalah sia-sia." Dengan kata lain, hati yang bersih adalah tanah subur bagi ilmu pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun