Mohon tunggu...
Purwa Kurnia Sucahya
Purwa Kurnia Sucahya Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti dan Pengamat Kesehatan Masyarakat

Peneliti di Pusat Penelitian Kesehatan UI di FKMUI dan anggota bidang kajian dan pembiayaan kesmas, IAKMI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dampak Percepatan PCR, Ada Lonjakan Kasus, Siapkah?

9 April 2020   11:09 Diperbarui: 9 April 2020   11:22 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dua hari ini diumumkan bahwa Kementrian BUMN telah mendatangkan alat PCR yang berasal dari Swiss yang mampu melakukan tes sebanyak 10 ribu per hari. Selain itu, lembaga Eikman juga telah mendapatkan suntikan dana sekitar Rp.14 milyar untuk meningkatkan kapasitas lab PCR-nya dari 180 per hari menjadi 360 per hari dan selanjutnya 1000 per hari. 

Belum lagi, beberapa daerah juga kabarnya telah membeli alat PCR sendiri agar deteksi dini dapat segera terlaksana di daerahnya masing-masing. Sebab, bila menunggu mekanisme seperti ini sangat lambat, dan mungkin akan terlambat bergerak. Dengan adanya informasi ini, maka akan ada percepatan jumlah tes PCR untuk penegakan diagnosis covid19. Dengan demikian, dalam waktu dekat akan ada lonjakan kasus covid19 yang drastis. 

Dalam dua hari ini diumumkan bahwa Kementrian BUMN telah mendatangkan alat PCR yang berasal dari Swiss yang mampu melakukan tes sebanyak 10 ribu per hari. Selain itu, lembaga Eikman juga telah mendapatkan suntikan dana sekitar Rp.14 milyar untuk meningkatkan kapasitas lab PCR-nya dari 180 per hari menjadi 360 per hari dan selanjutnya 1000 per hari. 

Belum lagi, beberapa daerah juga kabarnya telah membeli alat PCR sendiri agar deteksi dini dapat segera terlaksana di daerahnya masing-masing. Beberapa daerah terlihat sangat proaktif. Sebab, bila menunggu mekanisme deteksi dini yang dibangun Kemenkes akan terlambat. Padahal kecepatan virus menginfeksi masyarakat tidak bisa ditunggu. Dengan adanya informasi ini, maka akan ada percepatan jumlah tes PCR untuk penegakan diagnosis covid19. Dalam waktu dekat akan ada lonjakan temuas kasus covid19 yang drastis. Pertanyaan besarnya, siapkan kita mengantisipasinya?

Dalam 3 hari terakhir (mulai 6 April 2020), terlihat kapasitas pemeriksaan PCR telah diatas 1000 per hari, dan minimal tambahan temuan kasus baru covid19 sekitar 200 per hari. Dengan merujuk pada asumsi data ini, maka jika pemerintah mampu melakukan minimal 10ribu tes per hari, maka diprediksi jumlah tambahan kasus baru covid19 akan ada minimal 2000 kasus per hari. 

Bisa dibayangkan, akan terjadi lonjakan kasus baru yang luas biasa besarnya. Hal ini terjadi di Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa yang jumlah tes per harinya besar. Di Indonesia kemungkinan besar terjadi hal yang sama, karena Indonesia memiliki populasi penduduk yang besar dan kecepatan virus menginfeksi.

Jika pemerintah mau jujur. Sebenarnya indikasi lonjakan kasus dapat dilihat dari angka Orang dalam pengawasan (ODP) dan Pasien dalam Pemantauan (PDP) yang terus meningkat setiap harinya dari laporan tiap daerah. Bahkan di beberapa daerah ada yang telah melaporkan kematian pada ODP. Ironisnya lagi seringkali ada media yang melaporkan ada orang yang secara tiba-tiba sedang beraktivitas di jalan atau menunggu, tiba-tiba tersungkur. Orang disekitarnya tidak berani menolong, mereka menunggu petugas kesehatan datang karena dikhawatirkan kasus covid19. 

Bahkan Pak Anis untuk meyakinkan pemerintah, mencoba menggunakan proxy jumlah mereka yang meninggal dan dimakamkan dengan prosedur covid19. Atau mungkin ada pernah mendengar, secara tiba-tiba ada tetangga yang meninggal dengan keluhan awal sesak nafas. Fakta-fakta tersebut secara tidak langsung mengindikasikan adanya kasus covid19 yang telah menyebar luas di sekitar kita. Hanya karena keterbatasan alat tes, maka mereka mungkin tidak sempat dites sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai kasus covid19.

Saya berharap kejadian di Ekuador tidak terjadi di Indonesia. Di Ekuador karena jumlah tes yang terbatas, sehingga rakyatnya banyak yang tidak terdeteksi, sampai akhirnya meninggal mendadak. 

Di sisi lain karena keterbatasan layanan kesehatan dan ketersediaan ventilator menyebabkan banyak kasus yang mati. Bahkan kabarnya, banyak mayat yang bergelimpangan di jalan dan telah dirubung lalat atau masih ada jenazah yang di dalam rumah. Mereka ditinggalkan begitu saja, tidak ada keluarganya yang mau merawat karena takut tertular. Ironis sekali kondisi yang terjadi disana. Ketidakcukupan alat tes, mengakibatkan pemerintah tidak bisa lagi melakukan upaya pencegahan penularan kasus covid19 di masyarakatnya, penularan terus terjadi.

Kabar baik akhirnya tiba di Indonesia. Walaupun agak terlambat, namun saat ini saya amat bersyukur, karena pemerintah akan segera melakukan percepatan testing PCR. Hal yang perlu diantisipasi adalah implikasi dari percepatan PCR. Beberapa kemungkin terjadi dan hal yang perlu disiapkan adalah:

Peningkatan temuan kasus covid19. Rasio yang ada saat ini sekitar 5 berbanding 1, artinya setiap 5 kali tes, maka akan ada 1 orang yang terkorfirmasi positip covid19. Dengan semakin banyak tes, tentu temuan kasus covid19 akan semakin banyak. Jika pemerintah mampu meningkatkan kapasitas tes PCR 10 ribu per hari, maka temuan kasus diperkirakan akan ada sebanyak 2000 kasus per hari. Jumlah luar biasa untuk tambahan pasien yang harus dirawat perharinya. Jumlah ini sangat mungkin terjadi, bila melihat pembelajaran dari berbagai negara Eropa, Amerika, ataupun Iran. 

Di Eropa, bahkan ada yang pernah sampai 10 ribu per hari, sementara di Amerika bisa mencapai 30 ribu per hari. Implikasinya diperlukan tambahan jumlah fasilitas kesehatan untuk merawat pasien, APD, obat, dan yang banyak juga diperlukan adalah ventilator. Bersyukurnya, saat ini beberapa universitas, seperti di ITB sedang membuat ventilator untuk diberikan ke rumah sakit yang membutuhkan. Sebab bila mengandalkan import sepertinya sulit, karena banyak negara memperebutkan alat ini. Bahkan di salah satu negara Eropa mencoba memodifikasi alat untuk snorkling (Mask) dijadikan ventilator.

Peningkatan jumlah kematian. Tidak bisa dipungkiri, tingkat kematian kasus covid di dunia sekitar 4% sampai 5%. Sayangnya tingkat kematian di Indonesia lebih tinggi, yaitu mencapai 8% sampai 10%. Dengan meningkatnya temuan kasus, diprediksi tingkat kematian juga akan meningkat. 

Jika menggunakan asumsi ini, paling tidak jika jumlah kasus sudah diatas 10ribu, maka diperkirakan jumlah yang meninggal bisa lebih dari 500 per hari. Saat ini saja, masyarakat tidak siap untuk menerima jenazah pasien covid19 ini. Disebabkan kurangnya komunikasi dan pemahaman yang disampaikan oleh pemerintah kepada masyarakat di sekitar atau menuju ke pemakaman. Akibatnya seringkali terjadi penolakan dari warga. Untuk mengurangi friksi yang terjadi dimasyarakat, perlu ada penyiapan tempat pemakaman khusus covid19, beberapa daerah telah melakukannya. 

Sebagai informasi, di Italia dan Spanyol, jumlah kematian bisa berkisar antara 800 sampai 1000 orang per hari yang mati. Sehingga dalam proses penguburan dilakukan secara massal. Kondisi ini pun kemungkinan besar akan terjadi tidak lama lagi di Indonesia. Pilihannya adalah meninggal di layanan kesehatan seperti yang terjadi di Negara Eropa atau meninggal di jalan-jalan atau rumah seperti yang terjadi di negara Ekuador. Oleh karena itu, penyiapan untuk prosesi kebutuhan untuk pemakaman perlu dipersiapkan, yaitu kain kafan, peti mati, bahkan tempat pemakamannya, serta alat pelindung diri bagi petugas pemulasaran jenazah.

Perketat dan implementasikan PSBB jika perlu regulasi yang lebih ketat dari PSBB. Himbauan ternyata tidak terbukti efektif, bila tanpa ada upaya penegakan hukum yang keras. Hal ini dapat dimaklumi, bila kondisi ekonomi belum tercukupi terutama bagi mereka yang bekerja dengan upah harian, maka kebijakan itu tidak akan efektif. Mereka harus dicukupkan kebutuhan pangannya terlebih dahulu. 

Sejalan dengan itu, maka pemberian sangsi akan bisa berjalan efektif. Sangsi bisa dikenakan berupa karatina atau membayar denda berupa uang. Jika denda, maka uang tersebut dikumpulkan untuk membantu mereka yang membutuhkan di sekitar tempat tinggalnya. Dengan karatina disuatu tempat, maka mereka tidak bisa lagi berpergian lagi. Namun yang perlu diantisipasi kebutuhan keluarganya, harus disiapkan oleh RT/RW tempat dia bertempat tinggal. Oleh karena itu, saya usulkan konsep membangun mekanisme gotong royong.  

Membangun mekanisme gotong-royong sesama warga. Mengingat wabah ini diperkirakan akan berlangsung lebih dari 3 bulan, karena kita masih di zona melandai belum menuju puncak kasus. Untuk mengurangi dampak yang lebih memperparah bagi masyarakat yang kurang mampu disekitar kita, maka perlu dibangun mekanisme gotong-royong minimal ditingkat desa/kelurahan (akan lebih baik sampai ke tingkat provinsi) dengan ujung tombak implementasi di tingkat RT/RW. 

Prinsip mekanisme gotong royong ini harus memprioritaskan membantu sesama warga sekitar lingkungan, tetapi manfaat penggunaannya dapat dipergunakan bagi wilayah lain (asal seijin desa/kelurahan tersebut). Untuk bisa mewujudkan ini, maka harus ada platform atau aplikasi yang dibangun di tingkat kab/kota atau provinsi atau negara. Aplikasi tersebut, berisi 2 profil data utama, yaitu mereka yang memerlukan bantuan; dan mereka yang akan memberikan bantuan (donatur). Input data hanya bisa dilakukan pada tingkat RT/RW, karena mereka yang akan melakukan pendataan warga yang dianggap tidak mampu dan melakukan validasi atas kebenaran data tersebut. Informasi yang dikumpulkan minimal: jumlah orang, umur, alamat, status warga, menerima bantuan BLT. 

Selain itu, RT/RW juga melakukan pendataan bagi warganya yang dianggap mampu dan mau membantu. Informasi yang dikumpulkan, misalnya: nama/inisial, alamat, jenis bantuan (barang/uang); nilai bantuan; lama bantuan dalam bulan. Semua bantuan dapat dikumpulkan pada tingkat RT/RW ataupun desa/kelurahan. Desa/keluruhan yang akan bertanggungjawab untuk mengatur besaran bantuan dan mempertanggungjawabkan seluruh bantuan, termasuk bila ada audit. 

Semua mekanime bantuan akan tercatat pada platfom/aplikasi sehingga semua dapat memantau dan transparan. Jika warga ingin menyumbangkan uang, maka no rekening bantuan dapat dibuat di tingkat RT/RW atau desa/kelurahan (sesuai kesepakatan lokal), dimana no rekening tersebut dapat terpantau dalam platfom aplikasi, yang bisa menguplod no rekening adalah desa/kelurahan. Dalam implementasi dilapangan, dalam penyaluran bantuan dapat bekerjasama dengan karang taruna, remaja mesjid, atau forum yang telah terbangun di tiap RT/RW.

Hal yang patut dicatat, hak penuh pengelolaan bantuan dan keuangan ada di tingkat desa/kelurahan untuk memprioritaskan bantuan sesama warganya. Bila ada warga dari desa/kelurahan lain yang membutuhkan diperbolehkan membantu, asalkan mendapat ijin dari desa/kelurahan pemilik dana. Jika tidak disetujui, maka peran pihak kecamatan, kabupaten/kota, atau provinsi yang akan mengambil alih. Oleh karena ini, walaupun mekanisme bantuan ini terjadi pada tingkat RT/RW sampai desa/kelurahan, namun peran diatasnya penting untuk memantau dan memastikan bila terjadi penyimpangan, menyiapkan regulasi, dan mengambil alih peran bantuan, bila ada desa/kelurahan yang tidak mampu menghimpun dana.

Oleh karena itu, kita perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan menggalang dan memberdayakan potensi yang ada di masyarakat. Kita bahu membangun untuk membangun ketersediaan APD dan ventilator bagi layanan kesehatan. Bangun pula sistem platfom/aplikasi untuk mendapatkan informasi ini, dengan prinsip seperti pada konsep gotong royong. Kita bangun plafom siapa fasilitas kesehatan yang membutuhkan (stok) dan juga siapa industri yang akan mensuplai. Peta informasi tersebut yang saat ini dibutuhkan semua pihak. 

Dengan demikian, kita akan tahu potensi sumberdaya yang ada. Jika kita kurang, maka masyarakat dapat bergerak untuk memenuhi kebutuhan tersebut berdasarkan informasi tersebut, sehingga potensi over dan under supply dapat dieliminasi. Dengan demikian, para pelaku bisnis juga akan dapat membantu dan mengubah strategi bisnisnya secara terukur untuk memenuhi permintaan pasar tersebut.

Sebagai penutup, semoga banyak hikmah yang dapat diambil dari wabah covid19 ini. Dengan wabah ini kita bisa mengetahui sistem jaminan kesehatan nasional kita yang ternyata masih sangat lemah, mulai dari ketersediaan fasilitas kesehatan, alat pelindung diri, fasilitas laboratorium, dsb. Kondisi tersebut mungkin karena alokasi pendanaan kesehatan terbatas, hanya sekitar 5%. Wabah ini membuka mata dan bukti bagi pemerintah bahwa sistem kesehatan nasional perlu dibenahi dan diperkuat. 

Semua indikator ekonomi rontok dalam sekejap, bahkan terjadi resesi ekonomi dunia. Semoga setelah wabah ini berlalu, sektor kesehatan menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional, termasuk dukungan pendanaannya. Selain itu, sistem informasi atau platfom yang dibangun harus konfrehensif, terbuka dan transparan, agar semua bisa mengakses dan menganalisis sehingga dapat membantu kebutuhan pemerintah c.q fasilitas kesehatan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun