Cuuuurrr! Air mengalir di ujung selang.
Hore! Air su mengalir!
Semua bersorak kegirangan. Air di sungai mengalir ke ladang-ladang. Debitnya lumayan besar. Tong plastik 100 liter dapat diisi hanya dalam 10 menit. Saya bersyukur akhirnya misi ini bisa diselesaikan.
Kami lalu bergegas berkemas untuk menuju ke Lewa. Di sana kami akan memasang lampu tenaga surya untuk 10 rumah. Menggunakan mobil dobel kabin, pendeta Naftali segera memacu mobilnya melewati padang sabana khas Sumba Timur. Setelah itu melewati hutan.
Duaaarrrr!
Terdengar ledakan dari arah kap mesin. Asap mengepul. Air muncrat. Mobil segera berhenti. Rupanya selang radiator terlepas. Ujungnya meleleh karena kepanasan. Namun belum sempat memeriksa lebih teliti, turun hujan sangat lebat. Kami terpaksa meringkuk di dalam mobil selama 3 jam tanpa melakukan apa-apa. Saat itu posisi kami sangat jauh dari rumah warga desa. Tidak ada sinyal telepon sama sekali. Memang ada beberapa mobil dan sepeda motor yang melintas, namun mereka tidak dapat menolong karena kekurangan peralatan.
Saat hujan masih turun, pendeta Naftali mencegat sepeda motor yang sedang melintas. Dia minta tolong untuk diboncengkan ke tempat yang ada sinyal HP-nya. Sementara itu kami bertiga yang ditinggal di dalam mobil bersiap untuk menginap di hutan. Air minum masih cukup, tapi kami tidak membawa bekal makanan karena pikir untuk perjalanan 3 jam tidak perlu menyiapkan bekal makanan.
Tak lama kemudian hujan reda. Dalam gerimis tipis, kami memeriksa kembali kondisi mesin. Guyuran air hujan cukup ampuh mendinginkan mesin. Setelah memeriksa dengan cermat, ternyata selang radiator dapat dipasang kembali. Masalahnya, kami tidak menemukan obeng untuk menguatkannya. Jika selang itu dapat terpasang maka kami yakin mobil dapat berjalan kembali.