Mohon tunggu...
Puput Indriani
Puput Indriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

masi belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asal-usul Desa Jatiarjo cerita rakyat dari Pasuruan

9 Januari 2025   11:54 Diperbarui: 9 Januari 2025   11:54 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada zaman dahulu, datanglah seorang laki-laki yang dikenal oleh masyarakat sebagai Mbah Arjo. Beliau berasal dari Kerajaan Mataram yang pergi berkelana ke sebuah hutan untuk mencari ketenangan jiwa seperti bertapa. Di samping itu beliau membuka lahan untuk pemukiman, Mbah Arjo datang seorang diri, tetapi ada beberapa warga yang mengatakan bahwa Mbah Arjo Bersama dengan istrinya bernama Sarti. Mbah Arjo dan istrinya Sarti sering duduk di depan rumahnya yang berada di bawah pohon jati besar.

            "Tinggal di daerah sini enak ya.. dingin dan damai."  Kata Sarti yang duduk di sebelah Mbah Arjo.

            "Iya, di sini masi termasuk hutan rimbun, aku berharap suatu saat tempat ini menjadi desa yang makmur." Jawab Mbah Arjo.

            "Bikinin aku kopi, aku mau mengurus kandang ayam di belakang." Kata Mbah Arjo yang di jawab anggukan oleh Sarti dan langsung pergi ke dapur.

            Sarti pergi ke dapur untuk membuatkan kopi dan mengantarkan ke tempat Mbah Arjo di belakang rumah.

            Saat babat alas di sekitar tempat tinggalnya beliau menemukan tempat makan yang terbuat dari tanah, tempat makan ini di sebut juga dengan Cowek. Mbah Arjo memiliki kebiasaan makan menggunakan cowek, selain itu Mbah Arjo menggunakan cowek untuk membakar dupa.

            "Mbesok, tempat ini di beri nama Cowek saja, karena di sekitar sini aku banyak menemukan cowek-cowek yang berserakan." Kata Mbah Arjo di dalam hati sambil meneruskan    pekerjaanya di ladang.

Pada suatu malam sehabis mengaji di Mushola, Bujuk Romahtulloh berbicara dengan Pak Kemat.

            "Kita ini harus mulai mencari daerah baru untuk tempat menyebarkan agama Islam ini."  Kata Bujuk Rohmatulloh.

            "Aku juga berfikiran begitu, aku juga ingin punya lahan pertanian yang luas." Jawab Pak Kemat.

            "Bagaimana kalau kita datang ke daerah yang berada di Pasuruan? aku dengar di daerah lereng Gunung Arjuno masi banyak lahan  yang belum ada penghuninya." Ucap Bujuk Rohmatulloh yang di setujui oleh Pak Kemat.

            "Baiklah." Kata Pak kemat sambil berjalan ke luar Mushola.

            Setelah itu Bujuk Rohmatulloh mematikan lampu yang berada di dalam mushollah dan berjalan pulang menuju rumahnya.

Dari pembicaraan Bujuk Rohmatulloh dan Pak Kemat semalam mereka mulai mempersiapkan kebutuhan untuk perjalanan mereka menuju Pasuruan tempat yang mereka tuju di lereng Gunung Arjuno. Setelah menempu jarak yang jauh dan melelahkan mereka sampai di tempat yang sekarang menjadi Dusun Tonggowa. Setelah sampai Bujuk Rohmatulloh dan Pak Kemat mulai membangun tempat tinggal dari pohon jati yang berada di sekitar situ, mereka membuat dua rumah sederhana untuk keluarga Bujuk Rohmatulloh dan Pak kemat.

Bujuk Rohmatulloh dan Pak Kemat mulai berkeliling ke desa sebelah untuk mulai menyebarkan agama islam dan mengajar ngaji, di samping mengajar ngaji Pak Kemat juga mulai babat alas untuk lahan Pertanian.

Empat bulan berlalu mereka mengajar ngaji di desa sebelah Pak Kemat berniatan untuk menikahi seorang perempuan yang selalu ikut mengaji  di tempat beliau mengajar. Satu bulan berlalu kini Pak Kemat sudah menikah dengan perempuan dari desa sebelah itu.

Bujuk Rohmatulloh dan Pak Kemat menjalani hari-hari seperti biasanya, tak lupa mereka juga sudah bertemu dengan Mbah Arjo dan Sarti. Mulai membuka lahan pemukiman bersama-sama. Mereka mengunakan cara membakar lahan karena minimnya alat yang mereka punya, saat membakar sebagian lahan, dikejutkan dengan tempat yang tidak terbakar sama sekali rumput di tempat itu masi hijau padahal di sekitarnya sudah habis terbakar api. Setelah di priksa ternyata terdapat sebuah makam dengan nisan sederhana dari batu, mereka meyakini bahwa makam itu bukan milik orang biasa, pasti seseorang yang sakti dan memiliki kelebihan, tidak ada satupun  yang mengetahui siapa pemilik dari makan tersebut.

Di sekitar tempat tinggalnya Bujuk Rohmatulloh, banyak di temukan gentong krowak tempat penampungan air yang terbuat dari tanah, akhirnya wilayah tersebut di namakan Dusun Tonggowa yang berasal dari kata gentong krowak dalam Bahasa Madura, lahan yang sudah mereka bersihkan cukup luas Pak Kemat juga sudah mulai bertani dengan istrinya.

Beberapa tahun kemudian anak Bujuk Rohmatulloh sudah dewasa beliau bernama Samsudin, saat dewasa Samsudin ini mempelajari Ilmu-ilmu spiritual, sampai akhirnya beliau memiliki kemampuan yang tidak semua orang punya seperti  bertapa di atas pohon kelapa dan sholat di atas daun pisang, baliau juga pernah saat habis pulang dari Madura dan kembali ke desa Jatiarjo ini, beliau di bawakan kratok (sejenis buncis beracun) satu kaleng, ketika sampai di rumah berubah menjadi uang semuanya.

Dengan seiring berjalanya waktu mulai banyak orang mendengar tentang tempat ini , mereka  mulai pindah dan tinggal di Desa Jatiarjo. Pada Satu hari datanglah seseorang ke daerah Tonggowa beliau ber istirahaat di depan salah satu rumah warga dan ingin meminta minum karena ia sangat kehausan.

"Permisi, apa kau punya air? aku sangat haus." Ucap ia pada pemilik rumah itu.

"Tidak ada." Jawab pemilik rumah dengan acuh dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.

Ia  marah karena tidak di beri air minum oleh pemilik rumah dan berucap "medit, banyu titik wae ngo ngombe, mbesok-mbesok wong kene bakal kesusahan banyu" ujarnya sambil terus berjalan meninggalkan rumah itu.

Ucapan orang itu di ijabah dan sampai sekarang Dusun Tonggowa tidak ada sumur dan sumber air yang muncul di kedalaman 50 meter.

Pada pagi hari Pak Kemat bertemu dengan Mbah Arjo dan Sarti yang sedang menanam jagung di kebunnya.

"Mau kemana pagi-pagi begini?" Sapa Mbah Arjo.

"Mau ke kebun yang berada di selatan." Balas Pak Kemat.

"Kemana istrimu kok ga ikut?" Tanya Sarti.

"Masi masak, nanti dia nyusul sambil bawa makanan." Balas Pak Kemat dengan senyuman.

Setelah itu Pak Kemat melanjutkan perjalanan ke kebunnya yang berada di Selatan agar pekerjaanya cepat terselesaikan.

Pak Kemat meneyebut nama kebunya dengan bahasa Madura  tegel laok dalam bahasa Jawa biasanya di sebut tegal kidul, kebanyakan warga memiliki ladang di Selatan sehingga daerah tersebut sekarang di namakan Dusun Tegal Kidul. Masyarakat yang mendengar tentang desa ini mulai berdatangan untuk belajar ilmu agama atau memang memiliki niatan mempunyai lahan di sekitar sini sampai akhirnya terbentuklah sebuah Desa Jatiarjo.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun