Banyak diantara ahli filsafat telah menghimpun sebab-sebab kerusakan akhlak, yang ditimbulkan karena bohong. Mereka berpendapat bahwa (apapun macamnya) kejahatan akhlak adalah pertentangan yang hebat yang lebih tinggi levelnya.
Sampai pada saat ini, banyak orang yang berlomba mencari kedudukan dan kehormatan, atau tidak bertanggung jawab, mengganggu orang lain, lalai, lengah, dengki. Singkatnya, segala macam perangai yang merusak budi pekerti yang membawa kerusakan dalam pergaulan hidup. Semua itu termasuk bohong dalam perbuatan, yaitu mendustai atau membohongi kebenaran dan keadilan yang mutlak. Clarke dan muridnya, wollatson, dan Stephen berpendapat sama dalam hal ini. Semua itu adalah bohong yang paling luas. inilah pendapat mereka :
Wollatson menegaskan bahwa kejahatan akhlak (Karakter) artinya mengingkari kebenaran dengan perbuatan. Suatu perbuatan baik yang dikerjakan atas dasar akhlak, artinya suatu pengakukan atas kebenaran. Mencuri misalnya, itu adalah suatu perbuatan mendustakan hakikat sebenarnya, barang yang dicuri bukanlah kepunyaan si pencuri. Perbuatan baik adalah membenarkan pangkalnya saja dan meninggalkan akhir ujungnya, atau sebaliknya. kebenaran dan perbuatan jahat adalah mendustakanya.
Stephen berkata “ setelah lebih dari 30 tahun mempelajarinya ( permasalahan ini), maka Wollatson berikesimpulan bahwa penyebab yang menjadikan suami tidak menggelar (menggorok) leher istrinya ketika sang istri tidur nyenyak, padahal tidak ada halangan, ialah karena perbuatan itu mendustakan kebenaran. Sebab menurut kebenaran, perempuan itu berhak hidup” . Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kesalahan budi pekerti adalah kebohongan.
Menurut imam Al-Ghazali, serba serbi bohong dan bentuknya yaitu :
- Berlebih-lebihan dalam memberitakan sesuatu, dari yang sejengkal dijadikan sehasta, sehasta dijadikan sedepa. Kalau orang telah terbiasa dengan begitu, maka selamanya tidaklah enak baginya lagi jika tidak melebih-lebihkan (Berita).
- Mencampuradukkan yang benar dengan yang dusta. Baik dalam perkataan atau dalam perbuatan.
- Memotong-motong kebenaran. Misalnya mengambil awal
- Mengatakan sesuatu yang berlainan atau berlawanan dengan yang terasa didalam hati, walaupun hakikatnya yang dinyatakan itu benar.
Welton, ahli ilmu jiwa berkata “ mencintai kebenaran semata-mata karena hal tersebut memang sebuah kebenaran. Ialah bunga yang indah yang tumbuh dari pohon kesukaan penyelidik. Adapun kesuburanya, dengan sendirinya akan datang berangsur-angsur. Gerakan hati ini mulanya menyatakan diri dengan menghormati kesukaan menyatakan perasaan, lalu sesudah itu memberikan keterangan yang jelas. Anak-anak pada fitrahnya suka mengatakan serta mengakui suatu kebenaran.
Dia tidak akan keluar dari garis kebenaran jika tidak ada sebab lain yang mengintervensinya. Mereka mendapat kata-kata yang benar dengan cara meniru. Namun, jika mereka berbuat suatu kesalahan, itu pun karena mereka meniru. Cara anak-anak meniru itu juga merupakan kebenaran. Jika anak- anak melihat suatu kejadian atau mendengar sesuatu lalu diserap ke dalam otaknya, tentu akan “diterjemahkan” dengan lidahnya secara benar, dengan sebenar-benarnya.
Namun, harus kita perhatikan, disamping inti sumber kebenaran , ada hal lain yang ada pula dalam fitrahnya, yang kerap kali mengubah suatu kebenaran itu dalam pandangan anak anak,. Ada berbagai hal yang menghilangkan ketenanganya tersebut, diantaranya hayalan anak-anak atau perasaan takutnya, atau berkata berlebih lebihan atau carut marut dengan yang indah. Jadi, jika kita ingin mendengar suatu kebenaran yang hakiki, tetapi penuh dengan kebohongan yang indah, temukanlah dalam perkataan anak-anak.
Aristoteles membagi dusta menjadi beberapa tingkatan ada yang sangat berbahaya dan ada yang kurang berbahaya. Kalau kita ingin berdusta karena martabat tinggi atau karena ingin masyhur ( Populer) maka “Dicampur” sedikit dengan dusta tidak mengapa. Namun, jika dusta digunakan untuk mengejar harta, inilah dusta yang paling buruk dan hina.
Menurut J.J Rouseau, bohong terbagi menjadi dua, yang pertama, bohong yang berkaitan tentang peristiwa yang sudah terjadi. Sedangkan yang kedua, bohong yang berkaitan dengan masa mendatang tentang kewajiban. Dusta yang pertama ketika kita menetapkan suatu hukum karena pertimbangan suatu masalah, ada atau tidaknya melalui cara yang salah. Kita mengatakan sesuatu yang berlainan dengan fakta sebenarnya. Namun, pada waktunya kita tahu dan sadar atas kesalahan kita, tetapi kita teruskan saja.
Dusta yang kedua, ialah niat hendak memungkiri suatu kejadian yang akan kita hadapi, misalnya berjanji. Terkadang ada dusta yang ke tiga, yaitu gabungan dari keduanya.
Agama menyikap bohong