Mohon tunggu...
Pulo Siregar
Pulo Siregar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Advokasi Nasabah

Pegiat Advokasi Nasabah melalui wadah Lembaga Bantuan Mediasi Nasabah (LBMN). Pernah bekerja di Bank selama kurang lebih 15 tahun. Penulis buku BEBASKAN UTANGMU. Melayani Konsultasi/Advokasi Nasabah. WA: 081139000996 Email: lembagabantuanmediasi@gmail.com Website: www.medianasabah.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Saran untuk Perubahan POJK No. 18/POJK.3/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur Melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan

27 Agustus 2020   12:28 Diperbarui: 27 Agustus 2020   12:56 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengantar:

Sesuai dengan adanya permintaan OJK yang meminta saran dan masukan yang terkait dengan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perubahan POJK No. 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan, sebagaimana yang bisa dilihat di link ini, maka kami mencoba untuk ikut berpartisipasi,  untuk kiranya bagian dari partisipasi kami tersebut dapat dipertimbangkan untuk  dimasukkan dalam Peraturan OJK Perubahan dimaksud.

Kebetulan, kalau melihat draft perubahan-perubahan yang ada, pada dasarnya tidak ada perubahan yang fundamental, hanya berupa "penambalan-penambalan" tertentu, seiring dengan adanya pertambahan jenis Lembaga-lembaga Jasa Keuangan (LJK)  yang baru dan hal-hal yang terkait dengannya.

Oleh karena itulah,  kami ingin memanfaatkan kesempatan yang langka  ini untuk memberikan saran dan masukan, supaya perubahannya bisa yang  lebih mendalam lagi, khususnya yang menyangkut  efek samping dari Sistem tersebut kepada Nasabah. Karena disadari atau tidak oleh pembuat kebijakan, Sistem ini bisa menciptakan Korban. Kami punya  bukti-bukti yang cukup untuk itu.

Sebenarnya, sebagai Pegiat Advokasi Nasabah, kami sudah lama berteriak-teriak mengenai Korban Sistem ini. Selain di web pribadi kami, melalui kompasiana ini paling tidak sudah 3 kali kami mengkritisinya. Hal yang bisa dilihat di link ini, ini dan ini. Tapi apa dikata, tetap dianggap angin lalu saja. Sempat berharap banyak ke OJK,tapi, sekali lagi, apa dikata, bisanya Cuma copy paste doang.

Pernah kami coba kirim langsung melalui email, tapi hasilnya seperti yang sudah diduga,  tanggapannya cuma normatif-normatif saja.

Berkaca dari hal-hal tersebut diatas, kami juga pada dasarnya  tidak terlalu berharap banyak bisa atau tidaknya  saran dan masukan kami ini diakomodir, tapi karena merasa bagian dari pejuangan, kami akan coba terus. Terus mencoba. Entah kenapa.

Dan, berikut ini saran dan masukan tersebut, telah kami kirim via email sesuai tanggal yang tercantum dalam Surat. 

****

Jakarta, 26 Agustus 2020

Kepada Yth:

Ketua Komisioner OJK

Gedung Soemitro Djojohadikusumo

Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 -- 4

Jakarta

           

Perihal: Saran dan Masukan  atas  RPOJK  tentang Perubahan POJK No.18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan.

Dengan hormat,

Bersama ini kami sampaikan saran dan masukan atas RPOJK  tentang Perubahan POJK No.18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan sebagaimana yang diminta oleh OJK melalui Website ojk.go.id sebagai berikut:

Contoh kasus (1).

Debitur / Calon Debitur ditolak pengajuan pinjamannya di salah satu Bank. Alasannya karena berdasarkan informasi Debitur (SLIK) yang ada ditemukan masih ada kredit macet  Bank JKT-Sudirman.

Bingung dengan adanya informasi tersebut, karena merasa tidak pernah pinjam di Bank Mandiri JKT-Sudirman, sementara domisilinya saja ada  di Cirebon, maka setelah usut punya usut, didapat informasi bahwa kredit macet tersebut bersumber dari  permasalahan pernah   meminjam di Tunas Mandiri Multi Finance Cirebon. Debitur / Calon Debitur sudah melunasi  utangnya di Tunas Mandiri Finance Cirebon tersebut. Akan tetapi entah bagaimana ceritanya berdasarkan Sistem Informasi  Debitur yang ada masih ada Saldo terutang di  Bank Mandiri JKT-Sudirman, yang celakanya statusnya kolektibilitas 5 (macet).

Pertanyaan:

  • Dalam hal ketidak akuratan Informasi Debitur. Bagaimana POJK mengatur  tanggung jawab Bank Pelapor dalam hal ini Bank mandiri JKT-Sudirman?  Karena sering terjadi Bank Pelapor menyuruh "Korban" untuk melakukan complain ke pihak terafilisinya yang dalam contoh kasus ini  Tunas Mandiri Multi Finance Cirebon, karena informasinya bersumber dari Tunas Mandiri Cirebon. 
  • Dalam hal nama baik. Bisa saja setelah melakukan complain, pihak Bank melakukan Koreksi atau update. Akan tetapi bagaimana nama baiknya yang sudah terlanjur jelek dimata Bank calon pemberi kredit yang menolaknya? Termasuk akan mengalami penolakan terus selama history negatif  belum hilang, yang konon masih  akan muncul selama 2 tahun?
  • Dalam hal biaya-biaya yang dikeluarkan Debitur / Calon Debitur yang sudah jadi korban selama mengurus ketidak sesuaian tersebut, termasuk korban waktu dan energi,  biaya-biaya itu  menjadi tanggung jawab siapa?  Apalagi seperti biasanya antara Bank dengan pihak terafiliasinya akan saling mencoba menghindar?

Saran / masukan:

  • Bahwa meskipun sudah ada pasalnya, namun supaya dalam POJK tersebut lebih  tegas lagi penekanannya, bahwa Debitur / Calon Debitur cukup berurusan dengan Pelapor. Dalam hal pihak terafiliasinya, silakan Pelapor yang kordinasi. sehingga tidak terjadi Debitur / Calon Debitur yang dilempar sana dilempar sini.
  • Untuk mengetahui siapa pihak terafiliasinya saja Debitur / Calon Debitur bisa saja tidak tau dan atau tidak mengerti.  Hal yang kadang membutuhkan perjuangan tersendiri.
  • Supaya dalam POJK secara lebih tegas ditekankan bahwa perlakuan Update wajib dilakukan semenjak adanya  kesalahan, bukan hanya dimulai dari  bulan berikut ke seterusnya. Bahwa meskipun pada dasarnya di POJK sudah diakomodir mekanismenya, namun perlu ada penegasan lagi pada Bab dan pasal-pasal yang menyangkut Pengaduan Debitur.
  • Disamping harus adanya permintaan maaf secara tertulis, supaya ada ketentuan memberikan pengganti biaya akomosasi/transportasi/komunikasi yang telah dikeluarkan oleh Debitur / Calon Debitur yang jadi "korban"  sebesar jumlah tertentu - yang wajar - misalnya dalam range Rp. 1.000.000,- sampai dengan  Rp.  2.500.000,-  
  • Bukti sudah dilakukan update SLIK  sesuai sebenarnya harus menjadi tanggung jawab Bank Pelapor juga. Diserahkan juga ke "korban" paling lambat tanggal 16 bulan berikutnya, supaya tidak "korban" lagi yang harus  bolak-balik mengurusnya.

Contoh kasus (2):

Contoh kasus yang hampir sama dengan Contoh Kasus 1.  Debitur / Calon Debitur  mengajukan pinjaman di salah satu Bank, namun ditolak oleh Bank tersebut karena informasinya  masih ada   kredit macet  di Bank Danamon Kebon Sirih.

Bingung dengan adanya informasi tersebut, karena merasa tidak pernah pinjam di Bank Danamon Kebon Sirih, sementara domisilnya saja ada  di Pekanbaru, Usut punya, ternyata masalah tersebut bersumber dari masalah pinjaman di salah satu leasing di Pekanbaru. Debitur / Calon Debitur merasa sudah lunas karena unit Motor/Mobil sudah ditarik dan tidak ada pemberitahuan ada tidaknya kelebihan atau kekurangan, kalau misalnya Unit sudah dilelang. Kalau misalnya masih ada kekurangan kenapa  tidak pernah ada penagihan.

Akan tetapi dengan kondisi  Informasi Debitur yang ada, ternyata masih ada  Outstanding yang masih terhutang.   Kondisinya Macet lagi.

Pertanyaan:

Dalam hal  Debitur / Calon Debitur mau melakukan penyelesaian dari pada ribet urusan sebagaimana disebutkan di atas, apakah bisa diselesaikan di Bank Pelapor yang dalam hal ini di Bank Danamon Kebon Sirih? Atau apakah tetap harus di Leasing Pekanbaru yang dalam hal ini pihak terafiliasi Bank Danamon Kebon Sirih?

Saran / masukan:

Supaya penyelesaiannya bisa dilakukan di Bank Pelapor. Termasuk penerbitan Surat Lunasnya. Sebab dikhawatirkan, sudah dilunasi juga di Leasing pihak terafiliasinya, Leasing tersebut tetap saja lupa atau lalai  untuk melakukan update pelaporannya, karena keterbatasan SDM atau sistem misalnya. Dengan langsung bisa diselesaikan di Bank Pelapor, akan  mempersempit peluang  Debitur / Calon Debitur untuk  tidak menjadi korban untuk kesekian kalinya.

Contoh kasusnya cukup 2 saja dulu disampaikan, karena kala disampaikan semua akan terlalu panjang. Dan, contoh-contoh kasus diatas kelak akan tambah lagi bermunculan, seiring dengan semakin berkembangnya  PUJK-PUJK baru,  berikut kerjasama-kerjasama bisnis antara Pelapor dengan Grup/Kelompok atau pihak terafiliasinya.

***

Selain saran dan masukan yang bersumber dari contoh-contoh kasus tersebut di atas, bersama ini kami ingin menyampaikan juga saran dan masukan lainnya sebagai berikut:

1. Karena permasalahan SLIK ini bisa merupakan hal yang sangat rumit bagi Nasabah  maka ada baiknya  Perwakilan Debitur juga bisa diakomodir dalam POJK ini dengan alasan:

  • Supaya sejalan dengan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen Di Sektor Jasa Keuangan.
  • Untuk mengurus permasalahan SLIK ini butuh waktu   yang cukup longgar. Sementara itu  tidak semua Debitur, apalagi  yang konon  jadi "korban" punya waktu yang cukup longgar untuk mengurusnya,   karena masalah terikat jam kerja. Misalnya karena sebagai Pegawai, Karyawan atau Buruh.
  • Hampir sama dengan permasalahan waktu, pengetahuan tentang SLIK dengan segala lika-likunya  juga belum tentu semua Debitur atau Calon debitur  mengerti, jadi kadang membutuhkan perwakilan yang bisa membantu menjembatani. Belum lagi permasalahan mengenai Surat menyurat, terutama yang menyangkut surat elektronik.
  • Masih hal yang hampir sama dengan hal di atas. Tidak semua orang Percaya diri berhadapan dengan pihak Bank apalagi OJK. Seperti misalnya orang-orang kampung,  yang pendidikannya minim, atau yang statusnya kurang beruntung lainnya. 

2.  Selain Debitur, Warga Masyarakat juga supaya turut dicantumkan. Karena ada kalanya seseorang bukan Debitur tapi masuk dalam SLIK. Entah karena kesalahan Sistem, atau namanya disalahgunakan oleh pihak lain. Permasalahan NIK di Dukcapil juga bisa jadi menyumbang permasalahan. Jadi tidak sesuai juga kalau warga masyarakat  dengan kategori tersebut sebagai Debitur. Karena malah jadi korban Sistem SLIK. Kalau tidak ada kategori warga dimasukkan, bisa menimbulkan kebingungan ketika warga masyarakat tersebut melakukan complain/Pengaduan.

3.  Prinsip kehati-hatian supaya perlu juga ditekankan pada POJK ini. Karena SLIK ini bisa mencederai nama baik seseorang. Apalagi dalam jangka waktu yang relatif lama. Tidak semua warga masyarakat mampu menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini dan akhirnya pasrah saja menerima nasib. Kalau itu yang terjadi, POJK ini punya kontribusi menjadi "Pembunuh berdarah dingin"

Sebagai pegiat Advokasi Nasabah, kami punya banyak bukti, warga masyarakat yang menjadi korban Sistem Informasi Debitur ini, yang akhirnya pasrah saja, karena sudah capek ngurus-ngurusnya, sementara untuk menempuh jalur hukum biaya tidak punya.

Dengan adanya penekanan prinsip kehati-hatian ini, niscaya Pelapor akan lebih hati-hati dan waspada dalam melakukan tindakannya. Karena sekali lagi, bisa menyangkut nasib seseorang.

4. Mungkin ada baiknya pihak OJK menyediakan semacam Corporate Social Responsibility (CSR), supaya ada alokasi biaya untuk "korban-korban" POJK ini, karena biar bagaimanapun OJK harus mempunyai tanggung jawab moral sebagai penyedia Sistem. Dalam kasus-kasus tertentu, Pelapor  membayar denda ke OJK, tapi yang "Korban" langsung  tidak mendapatkan apa-apa. Malah dibiarkan menderita sendiri.

Demikian kami sampaikan, mudah-mudahan dapat dipertimbangkan sebagai masukan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Pulo Siregar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun