Pengantar:
Sesuai dengan adanya permintaan OJK yang meminta saran dan masukan yang terkait dengan Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perubahan POJK No. 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan, sebagaimana yang bisa dilihat di link ini, maka kami mencoba untuk ikut berpartisipasi, untuk kiranya bagian dari partisipasi kami tersebut dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam Peraturan OJK Perubahan dimaksud.
Kebetulan, kalau melihat draft perubahan-perubahan yang ada, pada dasarnya tidak ada perubahan yang fundamental, hanya berupa "penambalan-penambalan" tertentu, seiring dengan adanya pertambahan jenis Lembaga-lembaga Jasa Keuangan (LJK) yang baru dan hal-hal yang terkait dengannya.
Oleh karena itulah, kami ingin memanfaatkan kesempatan yang langka ini untuk memberikan saran dan masukan, supaya perubahannya bisa yang lebih mendalam lagi, khususnya yang menyangkut efek samping dari Sistem tersebut kepada Nasabah. Karena disadari atau tidak oleh pembuat kebijakan, Sistem ini bisa menciptakan Korban. Kami punya bukti-bukti yang cukup untuk itu.
Sebenarnya, sebagai Pegiat Advokasi Nasabah, kami sudah lama berteriak-teriak mengenai Korban Sistem ini. Selain di web pribadi kami, melalui kompasiana ini paling tidak sudah 3 kali kami mengkritisinya. Hal yang bisa dilihat di link ini, ini dan ini. Tapi apa dikata, tetap dianggap angin lalu saja. Sempat berharap banyak ke OJK,tapi, sekali lagi, apa dikata, bisanya Cuma copy paste doang.
Pernah kami coba kirim langsung melalui email, tapi hasilnya seperti yang sudah diduga, tanggapannya cuma normatif-normatif saja.
Berkaca dari hal-hal tersebut diatas, kami juga pada dasarnya tidak terlalu berharap banyak bisa atau tidaknya saran dan masukan kami ini diakomodir, tapi karena merasa bagian dari pejuangan, kami akan coba terus. Terus mencoba. Entah kenapa.
Dan, berikut ini saran dan masukan tersebut, telah kami kirim via email sesuai tanggal yang tercantum dalam Surat.
****
Jakarta, 26 Agustus 2020
Kepada Yth:
Ketua Komisioner OJK
Gedung Soemitro Djojohadikusumo
Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 -- 4
Jakarta
Perihal: Saran dan Masukan atas RPOJK tentang Perubahan POJK No.18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan.
Dengan hormat,
Bersama ini kami sampaikan saran dan masukan atas RPOJK tentang Perubahan POJK No.18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan sebagaimana yang diminta oleh OJK melalui Website ojk.go.id sebagai berikut:
Contoh kasus (1).
Debitur / Calon Debitur ditolak pengajuan pinjamannya di salah satu Bank. Alasannya karena berdasarkan informasi Debitur (SLIK) yang ada ditemukan masih ada kredit macet Bank JKT-Sudirman.
Bingung dengan adanya informasi tersebut, karena merasa tidak pernah pinjam di Bank Mandiri JKT-Sudirman, sementara domisilinya saja ada di Cirebon, maka setelah usut punya usut, didapat informasi bahwa kredit macet tersebut bersumber dari permasalahan pernah meminjam di Tunas Mandiri Multi Finance Cirebon. Debitur / Calon Debitur sudah melunasi utangnya di Tunas Mandiri Finance Cirebon tersebut. Akan tetapi entah bagaimana ceritanya berdasarkan Sistem Informasi Debitur yang ada masih ada Saldo terutang di Bank Mandiri JKT-Sudirman, yang celakanya statusnya kolektibilitas 5 (macet).
Pertanyaan:
- Dalam hal ketidak akuratan Informasi Debitur. Bagaimana POJK mengatur tanggung jawab Bank Pelapor dalam hal ini Bank mandiri JKT-Sudirman? Karena sering terjadi Bank Pelapor menyuruh "Korban" untuk melakukan complain ke pihak terafilisinya yang dalam contoh kasus ini Tunas Mandiri Multi Finance Cirebon, karena informasinya bersumber dari Tunas Mandiri Cirebon.
- Dalam hal nama baik. Bisa saja setelah melakukan complain, pihak Bank melakukan Koreksi atau update. Akan tetapi bagaimana nama baiknya yang sudah terlanjur jelek dimata Bank calon pemberi kredit yang menolaknya? Termasuk akan mengalami penolakan terus selama history negatif belum hilang, yang konon masih akan muncul selama 2 tahun?
- Dalam hal biaya-biaya yang dikeluarkan Debitur / Calon Debitur yang sudah jadi korban selama mengurus ketidak sesuaian tersebut, termasuk korban waktu dan energi, biaya-biaya itu menjadi tanggung jawab siapa? Apalagi seperti biasanya antara Bank dengan pihak terafiliasinya akan saling mencoba menghindar?
Saran / masukan:
- Bahwa meskipun sudah ada pasalnya, namun supaya dalam POJK tersebut lebih tegas lagi penekanannya, bahwa Debitur / Calon Debitur cukup berurusan dengan Pelapor. Dalam hal pihak terafiliasinya, silakan Pelapor yang kordinasi. sehingga tidak terjadi Debitur / Calon Debitur yang dilempar sana dilempar sini.
- Untuk mengetahui siapa pihak terafiliasinya saja Debitur / Calon Debitur bisa saja tidak tau dan atau tidak mengerti. Hal yang kadang membutuhkan perjuangan tersendiri.
- Supaya dalam POJK secara lebih tegas ditekankan bahwa perlakuan Update wajib dilakukan semenjak adanya kesalahan, bukan hanya dimulai dari bulan berikut ke seterusnya. Bahwa meskipun pada dasarnya di POJK sudah diakomodir mekanismenya, namun perlu ada penegasan lagi pada Bab dan pasal-pasal yang menyangkut Pengaduan Debitur.
- Disamping harus adanya permintaan maaf secara tertulis, supaya ada ketentuan memberikan pengganti biaya akomosasi/transportasi/komunikasi yang telah dikeluarkan oleh Debitur / Calon Debitur yang jadi "korban" sebesar jumlah tertentu - yang wajar - misalnya dalam range Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 2.500.000,-
- Bukti sudah dilakukan update SLIK sesuai sebenarnya harus menjadi tanggung jawab Bank Pelapor juga. Diserahkan juga ke "korban" paling lambat tanggal 16 bulan berikutnya, supaya tidak "korban" lagi yang harus bolak-balik mengurusnya.
Contoh kasus (2):
Contoh kasus yang hampir sama dengan Contoh Kasus 1. Debitur / Calon Debitur mengajukan pinjaman di salah satu Bank, namun ditolak oleh Bank tersebut karena informasinya masih ada kredit macet di Bank Danamon Kebon Sirih.
Bingung dengan adanya informasi tersebut, karena merasa tidak pernah pinjam di Bank Danamon Kebon Sirih, sementara domisilnya saja ada di Pekanbaru, Usut punya, ternyata masalah tersebut bersumber dari masalah pinjaman di salah satu leasing di Pekanbaru. Debitur / Calon Debitur merasa sudah lunas karena unit Motor/Mobil sudah ditarik dan tidak ada pemberitahuan ada tidaknya kelebihan atau kekurangan, kalau misalnya Unit sudah dilelang. Kalau misalnya masih ada kekurangan kenapa tidak pernah ada penagihan.
Akan tetapi dengan kondisi Informasi Debitur yang ada, ternyata masih ada Outstanding yang masih terhutang. Kondisinya Macet lagi.
Pertanyaan:
Dalam hal Debitur / Calon Debitur mau melakukan penyelesaian dari pada ribet urusan sebagaimana disebutkan di atas, apakah bisa diselesaikan di Bank Pelapor yang dalam hal ini di Bank Danamon Kebon Sirih? Atau apakah tetap harus di Leasing Pekanbaru yang dalam hal ini pihak terafiliasi Bank Danamon Kebon Sirih?
Saran / masukan:
Supaya penyelesaiannya bisa dilakukan di Bank Pelapor. Termasuk penerbitan Surat Lunasnya. Sebab dikhawatirkan, sudah dilunasi juga di Leasing pihak terafiliasinya, Leasing tersebut tetap saja lupa atau lalai untuk melakukan update pelaporannya, karena keterbatasan SDM atau sistem misalnya. Dengan langsung bisa diselesaikan di Bank Pelapor, akan mempersempit peluang Debitur / Calon Debitur untuk tidak menjadi korban untuk kesekian kalinya.
Contoh kasusnya cukup 2 saja dulu disampaikan, karena kala disampaikan semua akan terlalu panjang. Dan, contoh-contoh kasus diatas kelak akan tambah lagi bermunculan, seiring dengan semakin berkembangnya PUJK-PUJK baru, berikut kerjasama-kerjasama bisnis antara Pelapor dengan Grup/Kelompok atau pihak terafiliasinya.
***
Selain saran dan masukan yang bersumber dari contoh-contoh kasus tersebut di atas, bersama ini kami ingin menyampaikan juga saran dan masukan lainnya sebagai berikut:
1. Karena permasalahan SLIK ini bisa merupakan hal yang sangat rumit bagi Nasabah maka ada baiknya Perwakilan Debitur juga bisa diakomodir dalam POJK ini dengan alasan:
- Supaya sejalan dengan POJK Nomor 18/POJK.07/2018 Tentang Layanan Pengaduan Konsumen Di Sektor Jasa Keuangan.
- Untuk mengurus permasalahan SLIK ini butuh waktu yang cukup longgar. Sementara itu tidak semua Debitur, apalagi yang konon jadi "korban" punya waktu yang cukup longgar untuk mengurusnya, karena masalah terikat jam kerja. Misalnya karena sebagai Pegawai, Karyawan atau Buruh.
- Hampir sama dengan permasalahan waktu, pengetahuan tentang SLIK dengan segala lika-likunya juga belum tentu semua Debitur atau Calon debitur mengerti, jadi kadang membutuhkan perwakilan yang bisa membantu menjembatani. Belum lagi permasalahan mengenai Surat menyurat, terutama yang menyangkut surat elektronik.
- Masih hal yang hampir sama dengan hal di atas. Tidak semua orang Percaya diri berhadapan dengan pihak Bank apalagi OJK. Seperti misalnya orang-orang kampung, yang pendidikannya minim, atau yang statusnya kurang beruntung lainnya.
2. Selain Debitur, Warga Masyarakat juga supaya turut dicantumkan. Karena ada kalanya seseorang bukan Debitur tapi masuk dalam SLIK. Entah karena kesalahan Sistem, atau namanya disalahgunakan oleh pihak lain. Permasalahan NIK di Dukcapil juga bisa jadi menyumbang permasalahan. Jadi tidak sesuai juga kalau warga masyarakat dengan kategori tersebut sebagai Debitur. Karena malah jadi korban Sistem SLIK. Kalau tidak ada kategori warga dimasukkan, bisa menimbulkan kebingungan ketika warga masyarakat tersebut melakukan complain/Pengaduan.
3. Prinsip kehati-hatian supaya perlu juga ditekankan pada POJK ini. Karena SLIK ini bisa mencederai nama baik seseorang. Apalagi dalam jangka waktu yang relatif lama. Tidak semua warga masyarakat mampu menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan permasalahan ini dan akhirnya pasrah saja menerima nasib. Kalau itu yang terjadi, POJK ini punya kontribusi menjadi "Pembunuh berdarah dingin"
Sebagai pegiat Advokasi Nasabah, kami punya banyak bukti, warga masyarakat yang menjadi korban Sistem Informasi Debitur ini, yang akhirnya pasrah saja, karena sudah capek ngurus-ngurusnya, sementara untuk menempuh jalur hukum biaya tidak punya.
Dengan adanya penekanan prinsip kehati-hatian ini, niscaya Pelapor akan lebih hati-hati dan waspada dalam melakukan tindakannya. Karena sekali lagi, bisa menyangkut nasib seseorang.
4. Mungkin ada baiknya pihak OJK menyediakan semacam Corporate Social Responsibility (CSR), supaya ada alokasi biaya untuk "korban-korban" POJK ini, karena biar bagaimanapun OJK harus mempunyai tanggung jawab moral sebagai penyedia Sistem. Dalam kasus-kasus tertentu, Pelapor membayar denda ke OJK, tapi yang "Korban" langsung tidak mendapatkan apa-apa. Malah dibiarkan menderita sendiri.
Demikian kami sampaikan, mudah-mudahan dapat dipertimbangkan sebagai masukan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Hormat kami,
Pulo Siregar
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI