Mohon tunggu...
Ina Widyaningsih
Ina Widyaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Staf TU SMPN 3 Pasawahan

Penyair Pinggiran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Budi... Di Mana Kau Berada?

28 Oktober 2023   11:53 Diperbarui: 28 Oktober 2023   12:42 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkecimpung di dunia pendidikan walaupun hanya sebagai staf tenaga kependidikan secara langsung menyaksikan sebuah pemandangan yang menyedihkan. Kenapa???

Lantas apa maksud judul di atas?

Dahulu, sekitar tahun 80-an ke belakang masih kurasakan betapa seorang guru bagiku adalah seseorang yang terhormat. Guru yang seharusnya dihormati dan dihargai, adalah sosok penting setelah kedua orang tua di rumah. Mengapa tidak?! Merekalah yang membuka dunia luar dengan segala ilmu dan kepandaiannya, setelah rumah sebagai "Madrasatul Uula" (tempat belajar pertama).

Sedikit pun tak ada keberanian untuk menunjukkan sikap tidak baik di hadapan guru. Mereka wajib kita hargai dengan segala jerih payahnya mengajar dan mendidik kita di sekolah. Mereka yang sudah jelas bukan saudara kita, tapi dengan kesabarannya guru terus membimbing kita menjadi bisa hingga berhasil di kemudian hari.

Beberapa jam berada di sekolah adalah waktu sangat berarti bagi kehidupan kita. Banyak pengetahuan yang kita dapatkan, ilmu dan segala informasi kita peroleh dari sosok guru. Dan itu dapat kita rasakan betapa berharganya waktu bersama mereka selama itu, karena di masa kini kita telah bisa merasakan hasil perjuangan dan pengorbanannya bagi kita secara nyata. Betapa hormatnya kami pada guru.

Tapi kini...

Ketika masa kian kadaluarsa, waktu begitu cepat berlalu. Pemandangan indah itu nyaris punah, ditelan pergeseran nilai yang disebabkan perubahan zaman. Ilmu tanpa adab sama halnya sayur tanpa garam, hambar tak berasa, seperti juga pena tanpa tinta, tiada guna. Sungguh memprihatinkan!

Budi, dulu begitu populer dalam buku pelajaran, adalah sosok siswa yang digambarkan berperilaku baik dan terpuji di mata guru dan dunia pendidikan. 

Budi sebagai sinonim dari budi pekerti yang diharapkan mampu membawa perubahan akhlak para peserta didik. 

Pasti pikiran anda akan berputar ke masa-masa indah itu. Lantas anda akan kembali tersadar bahwa kita hidup di masa kini yang begitu nyata pemandangannya terlihat oleh kita.

Kurikulum Merdeka yang sekarang menjadi panduan bagi satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran dengan mengangkat Profil Pelajar Pancasila. Terdapat beberapa dimensi atau elemen yang diharapkan dapat tercapai sebagai penguatan karakter peserta didik yang berperilaku sebagai berikut:

1. Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia.

2. Berkebhinekaan global.

3. Bergotong-royong.

4. Mandiri.

5. Bernalar kritis.

6. Kreatif.

Tak ada yang salah dengan kurikulum ini saya rasa. Definisi Profil Pelajar Pancasila merupakan sejumlah karakter dan kompetensi yang diharapkan dapat diraih oleh setiap peserta didik, yang didasarkan pada nilai-nilai luhur Pancasila.

Tapi di sudut penglihatan ini, masih terdapat banyak pemandangan betapa pendidikan di zaman sekarang belum mampu mengubah karakter peserta didik. Tentunya itu terjadi karena pengaruh banyak hal, di antaranya:

1. Penyebab utamanya adalah pendidikan keluarga/rumah. 

Sebagai tempat belajar pertama, rumah sangat berpengaruh terhadap penanaman karakter anak, karena sebagai dasar atau pondasi awal pembangunan karakteristik. Pendidikan agama dalam keluarga sangat penting juga di sini selain keharmonisan keluarga.

2. Lingkungan sekitar rumah.

Ketika lingkungan sekitar rumah bersikap cenderung tidak peduli dengan situasi dan keadaan yang terjadi, akan menciptakan sebuah karakter anak yang apatis dan egois.

3. Dunia Pendidikan itu sendiri.

Ketika tenaga pendidik dituntut untuk lebih berprestasi dan mampu mengembangkan kompetensi dirinya, akan ada pengurangan waktu tatap muka dengan peserta didiknya. Sehingga pendekatan psikologis bagi peserta didik pun berkurang dan akhirnya menciptakan karakter peserta didik yang liar. 

4. Kesadaran akan hak dan kewajiban.

Ketika masing-masing individu mampu menyadari hal dan kewajibannya, maka akan terciptalah kerjasama yang baik diantara semuanya. Harmonisasi pun tercipta selaras dalam kedamaian dan keberhasilan.

Untuk itu marilah kita berpegangan tangan demi terciptanya keharmonisan di kehidupan ini. Jangan saling menyalahkan, karena lebih baik saling introspeksi diri demi memperbaiki segala kesalahan dan kekurangan yang ada.

Sehingga takkan ada lagi siswa yang menganiaya gurunya ataupun sebaliknya. Takkan ada lagi kenakalan remaja yang berujung di sel penjara. Takkan ada lagi perangai buruk merajalela di jiwa para siswa. Karena semua sadar pada hak dan kewajibannya.

Mari kita kembali menjadi orang yang berbudi, dengan perilaku terpuji bernilai  luhur Pancasila. Merdeka belajar bukan berarti menjadi liar!

Janganlah kita termasuk golongan yang merugi, kecuali saling nasehat menasehati dalam kebaikan.

Semoga bermanfaat, mohon maaf atas segala kekhilafan. Terimakasih.

Salam Literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun