Mohon tunggu...
Puji Triana Rahayu
Puji Triana Rahayu Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Seperti Pungguk Ketiban Bulan

24 April 2022   12:24 Diperbarui: 24 April 2022   12:27 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Nama dokter Mirza menjadi nama paling favorit yang selalu menjadi topik menarik untuk dibahas para penghuni kost putri bahkan di komplek perumahan tempat indekost ku waktu itu. 

Profesi seorang dokter, tentu saja menjadi profesi idola bagi kaum hawa ketika memilih calon suami, apalagi ditambah statusnya sebagai seorang Al-Hafidz, sudah barang tentu pemilik nama itu menjadi incaran bagi remaja putri dan ibu-ibu komplek untuk dijadikan sebagai calon menantu idaman.

Selain wajahnya yang tampan dengan postur tinggi,atletis dan sorot mata setajam elang, dokter Mirza dikenal sangat ramah kepada siapapun yang dijumpainya,terlebih kepada pasien yang berobat kepadanya. 

Konon katanya pasien yang pernah berobat kesana akan langsung sembuh sakitnya setelah bertemu dan ngobrol bersamanya, karena beliau pandai mengambil hati para pasien, sehingga para pasien akan merasa diperhatikan dan mendapatkan motivasi khusus untuk sembuh dari sakitnya. 

Selain dikenal ramah, dokter Mirza juga dikenal dermawan dan rendah hati serta tutur katanya mampu membius relung hati yang paling dalam karena merdu dan lembut suara yang dimilikinya sangat khas.

Selama aku indekost di komplek iti, aku belum pernah sekalipun bertemu langsung dengan dokter Mirza. Kebesaran namanya aku dengar lewat cerita teman-teman, ibu-ibu komplek ketika aku belanja sayuran di sekitar rumah kost atau ketika aku pergi ke Musholla di dekat klinik dokter Mirza.

Suatu hari ketika teman sekamarku Eka sakit,aku yang mengantarkan langsung berobat ke klinik dokter Mirza,itulah pertama kalinya aku berjumpa dan bercakap-cakap langsung dengan dokter Mirza. 

Memang benar kabar yang beredar, dokter Mirza bukan hanya ramah tapi juga baik hati, karena saat itu secara langsung dokter Mirza tidak menarik biaya berobat untuk Eka, namun ia juga berjanji untuk menutup rapat hasil diagnosanya atas apa yang menimpa Eka waktu itu. Setelah bertemu dengannya secara langsung aku memang menyetujui kabar yang beredar bahwa dokter Mirza adalah sosok yang baik untuk dijadikan idola.

Semenjak Eka pulang dan berhenti kuliah, aku sendirian di kamar kost dan keheningan selalu menghiasi hari-hariku. Selain merasa terpukul dengan apa yang menimpa sahabat karibku, aku seolah kehilangan separuh nyawaku waktu itu.

Dalam kesendirian dan kekalutanku, aku iseng mencoba mencari hiburan diluar kegiatan kuliah dengan mendatangi Musholla yang tidak jauh dari klinik dokter Mirza. Saat aku kesana, jarum jam menunjukkan pukul 14.55 WIB atau menjelang sholat Ashar. 

Setelah adzan dikumandangkan, aku segera mengambil air wudhu dan bergabung untuk melaksanakan jamaah sholat Ashar bersama anak-anak di kompleks itu. Setelah sholat Ashar aku sengaja berdiam diri sejenak sambil membuka juz'amma kecil yang selalu aku bawa kemanapun aku pergi, lalu aku mulai membacanya pelan. 

Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namaku, " Mba Ana ?, panggil suara itu. Seketika aku menoleh dan betapa tekejutnya aku, ternyata dokter Mirza sudah berdiri tidak lebih dari dua langkah di belakangku,segera aku menyahut. "Oh,eh iya dok, kok dokter tahu nama saya ?" jawabku gugup dan penasaran darimana ia tahu namaku. "Mba Ana yang kemarin mengantar Eka berobat kan ?" tanyanya. 

Lalu aku mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan dokter Mirza. Kemudian dengan tersenyum dan sembari duduk agak jauh dariku, dokter Mirza mulai bercerita, bahwa anak-anak di Musholla inilah yang memberi tahunya siapa namaku. Lalu dokter Mirza mengatakan, bahwa hampir saja ia datang ke rumah kost ku untuk mencariku,mendengar hal itu, tentu saja aku kaget. 

Ada apa gerangan dokter Mirza mencariku, bahkan sampai hendak mendatangi tempat kost ku ? Pertanyaan demi pertanyaan menggelayut di dalam kepalaku. 

Sehingga kuberanikan untuk bertanya kepadanya "Eeehm, maaf dok, tapi ada keperluan apakah , sampai dokter Mirza mencari saya, adakah kesalahan yang saya perbuat dok?" tanyaku sambil terus menunduk, tanpa berani menatap indah bola matanya. Sepintas kulihat dokter Mirza tersenyum, Allah.... Ternyata benar kata teman-teman bahwa senyum dokter Mirza mampu membius sampai ke dalam relung jiwa batin hatiku. 

Kemudian dokter Mirza melanjutkan penjelasannya, " jadi begini mba, saya tempo hari sudah berunding dengan Ustadzah Mayra untuk mencari pengganti beliau mengajar anak-anak di Musholla ini selama ustadzah Mayra menjalani KKN di kota Kendal, kebetulan beberapa hari yang lalu ketika ustadzah Mayra sakit,anak-anak disini bilang bahwa mba Ana lah yang datang kemari dan mengajari mereka mengaji,apa itu benar ?" tanya dokter Mirza. 

Aku segera teringat ketika di hari Minggu pagi itu aku tidak punya kegiatan lain dan aku masih merasa berduka atas kepulangan Eka, lalu aku berjalan keluar kamar kost. Dari dalam pagar rumah kost, aku lihat ada dua anak berantem di dekat Musholla, dan aku segera berlari melerai mereka. 

Ternyata mereka berebut buku Iqro' dan aku bertanya pada mereka dimana ustadzahnya, kenapa mereka justru berkeliaran di luar Musholla ? Azam, anak yang paling tua diantara mereka mengatakan bahwa ustadzah Mayra sakit dan berhalangan hadir. Lalu tergeraklah hatiku untuk menemani mereka belajar saat itu. Rupanya anak-anak melaporkan kejadian itu kepada dokter Mirza batinku.

Sambil terus menunggu jawaban dariku,dokter Mirza menjelaskan bahwa ia merasa kerepotan jika harus mengajar ngaji anak-anak di Musholla itu sendirian , sehingga ia butuh satu teman perempuan untuk membantunya mengajar ngaji anak-anak putri di Musolla dekat klinik miliknya. 

Sekali lagi dokter Mirza meminta jawabanku, " jadi bagaimana , apakah mba Ana bersedia untuk sementara waktu , sambil menunggu ustadzah Mayra selesai tugas KKN, mba Ana membantu saya mengajar mengaji anak-anak disini ? "tanyanya lagi. 

Belum juga aku menjawabnya, kembali ia bergumam, " anak-anak disini senang diajari oleh mba Ana, kalau mba Ana tidak percaya, tanyakan saja langsung pada mereka. Tuh mereka sudah pada datang " ,katanya sambil tersenyum. Sambil mengangguk, aku jawab dokter Mirza " baiklah dokter, saya akan bantu jika saya mampu", jawabku.

Setelah hari itu setiap Selasa sore dan Jum'at  sore aku dan dokter Mirza mengajar anak-anak mengaji di Musholla yang belakangan aku tahu, bahwa Musholla adalah milik ibunya dokter Mirza dan kemudian diwakafkan untuk keperluan ibadah dan mengaji anak-anak di komplek itu. 

Melihat aku dekat dengan dokter Mirza, tentu saja teman-teman kost ku gempar, darimana dan bagaimana caranya aku bisa dekat dengan dokter Mirza ? Mereka menganggap bahwa aku seperti seorang pungguk yang ketiban bulan. 

Aku hanya menjawab pertanyaan mereka dengan bijak. Aku hanya ingin mengamalkan ilmu yang aku punya untuk aku ajarkan kepada anak-anak di komplek itu, karena aku hanya ingin menjadikan hidupku bermanfaat bagi orang-orang di sekelilingku. 

Pun sama dokter Mirza tetap bisa menjaga statusnya sebagai seorang penghafal Qur'an, yang selalu taat dan takwa kepada yang Allah larang serta menjalankan apa yang Allah perintahkan. 

Kita menjalani kegiatan belajar mengajar mengaji secara profesional, dia mengajar di serambi Musholla bersama anak-anak putra, sementara aku mengajar mengaji anak-anak putri di dalam Musholla,dan setelah kegiatan mengaji selesai, aku dan dokter Mirza sebisa mungkin segera pergi dari Musholla untuk menghindari fitnah dan hal-hal yang tidak kami inginkan, terutama anggapan bahwa kami mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun