Tiba-tiba ada seseorang yang memanggil namaku, " Mba Ana ?, panggil suara itu. Seketika aku menoleh dan betapa tekejutnya aku, ternyata dokter Mirza sudah berdiri tidak lebih dari dua langkah di belakangku,segera aku menyahut. "Oh,eh iya dok, kok dokter tahu nama saya ?" jawabku gugup dan penasaran darimana ia tahu namaku. "Mba Ana yang kemarin mengantar Eka berobat kan ?" tanyanya.Â
Lalu aku mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan dokter Mirza. Kemudian dengan tersenyum dan sembari duduk agak jauh dariku, dokter Mirza mulai bercerita, bahwa anak-anak di Musholla inilah yang memberi tahunya siapa namaku. Lalu dokter Mirza mengatakan, bahwa hampir saja ia datang ke rumah kost ku untuk mencariku,mendengar hal itu, tentu saja aku kaget.Â
Ada apa gerangan dokter Mirza mencariku, bahkan sampai hendak mendatangi tempat kost ku ? Pertanyaan demi pertanyaan menggelayut di dalam kepalaku.Â
Sehingga kuberanikan untuk bertanya kepadanya "Eeehm, maaf dok, tapi ada keperluan apakah , sampai dokter Mirza mencari saya, adakah kesalahan yang saya perbuat dok?" tanyaku sambil terus menunduk, tanpa berani menatap indah bola matanya. Sepintas kulihat dokter Mirza tersenyum, Allah.... Ternyata benar kata teman-teman bahwa senyum dokter Mirza mampu membius sampai ke dalam relung jiwa batin hatiku.Â
Kemudian dokter Mirza melanjutkan penjelasannya, " jadi begini mba, saya tempo hari sudah berunding dengan Ustadzah Mayra untuk mencari pengganti beliau mengajar anak-anak di Musholla ini selama ustadzah Mayra menjalani KKN di kota Kendal, kebetulan beberapa hari yang lalu ketika ustadzah Mayra sakit,anak-anak disini bilang bahwa mba Ana lah yang datang kemari dan mengajari mereka mengaji,apa itu benar ?" tanya dokter Mirza.Â
Aku segera teringat ketika di hari Minggu pagi itu aku tidak punya kegiatan lain dan aku masih merasa berduka atas kepulangan Eka, lalu aku berjalan keluar kamar kost. Dari dalam pagar rumah kost, aku lihat ada dua anak berantem di dekat Musholla, dan aku segera berlari melerai mereka.Â
Ternyata mereka berebut buku Iqro' dan aku bertanya pada mereka dimana ustadzahnya, kenapa mereka justru berkeliaran di luar Musholla ? Azam, anak yang paling tua diantara mereka mengatakan bahwa ustadzah Mayra sakit dan berhalangan hadir. Lalu tergeraklah hatiku untuk menemani mereka belajar saat itu. Rupanya anak-anak melaporkan kejadian itu kepada dokter Mirza batinku.
Sambil terus menunggu jawaban dariku,dokter Mirza menjelaskan bahwa ia merasa kerepotan jika harus mengajar ngaji anak-anak di Musholla itu sendirian , sehingga ia butuh satu teman perempuan untuk membantunya mengajar ngaji anak-anak putri di Musolla dekat klinik miliknya.Â
Sekali lagi dokter Mirza meminta jawabanku, " jadi bagaimana , apakah mba Ana bersedia untuk sementara waktu , sambil menunggu ustadzah Mayra selesai tugas KKN, mba Ana membantu saya mengajar mengaji anak-anak disini ? "tanyanya lagi.Â
Belum juga aku menjawabnya, kembali ia bergumam, " anak-anak disini senang diajari oleh mba Ana, kalau mba Ana tidak percaya, tanyakan saja langsung pada mereka. Tuh mereka sudah pada datang " ,katanya sambil tersenyum. Sambil mengangguk, aku jawab dokter Mirza " baiklah dokter, saya akan bantu jika saya mampu", jawabku.
Setelah hari itu setiap Selasa sore dan Jum'at  sore aku dan dokter Mirza mengajar anak-anak mengaji di Musholla yang belakangan aku tahu, bahwa Musholla adalah milik ibunya dokter Mirza dan kemudian diwakafkan untuk keperluan ibadah dan mengaji anak-anak di komplek itu.Â