[caption id="attachment_365098" align="alignnone" width="394" caption="membuat kain perca/dok Puji Purwani"]
Sementara itu, para buruh migran yang telah mendapat pelatihan kewirausahaan mulai menekuninya sebagai usaha sampingan. Rata-rata mereka yang sudah terampil mampu membuat 2-3 keset kain perca dalam sehari. Apabila dijumlahkan setiap bulan ia memproduksi sekitar 90 keset.
Keset yang diproduksi oleh mantan buruh migran dijual ke Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni di Desa Datar Kecamatan Sumbang. Harga satu keset bervariasi ditentukan dari motifnya, yakni berkisar antara Rp 5000 sampai Rp 6000.
Supini (27), mantan buruh migran Desa Datar mengaku penghasilan yang diperoleh bila dibandingkan saat dirinya menjadi buruh migran di Singapura memang terpaut jauh. Namun, manfaat yang diperoleh berwirausaha sendiri ini adalah dekat dengan keluarga, lingkungan dan tidak tertekan oleh orang lain karena pekerjaan ini dikelola sendiri."Saya juga dapat berperan sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga untuk melayani keluarga," tuturnya sat ditemui di rumahnya beberapa waktu lalu.
Dengan kondisi sekarang ini, ia mengaku lebih nyaman berdikari di rumah dari pada harus pergi ke luar negeri. "Saya belum ada rencana menjadi buruh migran lagi. Saya mending di rumah saja menjadi perajin keset kain perca," terangnya.
Kemandirian Supini untuk berwirausaha tentu tidak lepas dari peran Paguyuban Peduli Buruh Migran dan Perempuan Seruni Desa Datar. Paguyuban itu membina ratusan mantan buruh migran yang tersebar di Banyumas, wilayah Kecamatan Gumelar, Sumbang, Kedungbanteng dan Kemranjen.
Dari jumlah itu, mantan buruh migran yang memproduksi keset kain perca sekitar 70 orang. Rata-rata produksi per minggu mencapai 1.750 keset. Keset-keset tersebut dijual ke toko ritel dan grosir di Purwokerto dengan harga kisaran antara Rp 5000 - 25.000 per pieces. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H