Mohon tunggu...
Puji Khristiana
Puji Khristiana Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga 2 anak yang hobi menulis

Bekerja sebagai penulis konten dan blogger

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Pesugihan Digital

8 Februari 2022   15:34 Diperbarui: 8 Februari 2022   15:50 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apakah sekarang waktuku menghadap Mbah Rawa Gumpala? Tapi sepertinya belum. Belum ada tanda-tanda pasien keluar dari ruangan praktik. Tapi baiklah. Kuikuti saja panggilan resepsionis muda cantik yang mengenakan baju kebaya modern itu.

"Pak, ini ada formulir yang harus diisi. Silakan bapak isi dulu."

Kuperhatikan dua lembar kertas yang disatukan dengan staples itu. Hanya formulir data pribadi seperti ketika akan membuat rekening di bank. Seperti nama, alamat KTP, tempat tanggal lahir, weton, nama ayah ibu, istri, anak dan lain sebagainya.

Apa iya? Mbah Rawa Gumpala memerlukan data diri seperti ini? Kalau dia memang sakti, seharusnya sudah tahu siapa namaku, tanggal lahir, weton, nama istri pertama, kedua, ketigaku, tempat tongkrongan offline maupun online, hingga minimarket mana yang sering aku datangi hanya untuk membeli segelas air mineral demi bisa numpang ke toilet gratis.

Tapi baiklah. Berfikir positif saja. Siapa tahu data ini digunakan sebagai alat validitas atas apa yang sudah ada di file memori Indra keenamnya. Dengan bolpoin yang diberikan resepsionis, aku mengisi saja data yang diminta. Lalu kembali ke bangku asal saat David terlihat mulai mengantuk. Padahal baru saja dia minum kopi. Tapi kenapa sudah terlihat sangat mengantuk sekali.

Mungkin benar apa yang dikatakan para barista handal di Jakarta. Bahwa obat ngantuk sebenarnya bukan kopi. Tapi tidur. Kalian bisa buktikan sendiri. Ketika ngantuk, segera bawa tidur. Maka rasa ngantuk akan hilang tanpa bekas.

Nyaris lima jam lebih menunggu antrian pasien. Hingga akhirnya namaku dipanggil resepsionis untuk memasuki ruangan praktik Mbah Rawa Gumpala. Ruang tunggu nyaris sepi. Hanya menyisakan aku, David, dan dua orang yang duduk di bangku sebelah.

Aroma pewangi ruangan Jasmine eksklusif langsung menyambut ketika pertama kali membuka ruangan ini. Bersih, rapi, dan nyaman. Jauh dari gambaran dukun pesugihan di sinetron televisi yang terlihat seram dan magis. Beberapa lampu LED terbaik diletakkan pada beberapa bagian. Membuat penerangan ruangan ini terlihat sangat berkelas.

Tidak seperti gambaran dukun tradisional lainnya. Dimana selalu menggunakan baju kebanggan berupa celana panjang dan baju berwarna hitam. Lengkap dengan ikat kepala, kalung manik-manik, dan cincin akik yang melingkar di semua jarinya.

Bahkan di ruangannya juga tidak ada sesajen, kembang tabur, kemenyan atau uba rambe yang identik dengan praktik perdukunan di Jawa. Yang ada hanya meja lengkap dengan komputer keluaran terbaru, beberapa pot bunga yang terawat diletakkan pada sudut ruangan, sebuah layar untuk menangkap gambar proyektor, dan almari file kekinian dengan desain vintage.

Mbah Rawa Gumpala lebih terlihat seperti dokter estetika kulit. Atau seorang konsultan bisnis ternama yang jasanya sering digunakan oleh pebisnis kakap kelas internasional. Rapi, bersih dengan senyum yang memberi kepercayaan pada siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun