Mohon tunggu...
Tohir
Tohir Mohon Tunggu... Human Resources - No one has the right to rewrite anybody’s story. Untuk Anak Cucuku, Jika Kelak Garis Langkah Hidupku ini Terbaca,Ketahuilah-Aku Dulu Pernah Ada!

A poem lover. Born under zodiac Cancer (so you know how to handle me, lol ). Working in weekday as HRGA person at the International Company. Work out in Badminton court as player during the weekend.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahaya Bid'ah pada Konsep Keesaan Tuhan

3 Februari 2020   16:00 Diperbarui: 3 Februari 2020   16:06 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Karenalah Allah SWT adalah Tuhan pencipta segala yang ada di alam semesta, sangat mudah baginya melakukan apapun yang Dia kehendaki dan tidak melakukan apapun yang tidak Dia kehendaki.

Kesempurnaan, Kebesaran, keagungan, ke-maha dahsyat-an Allah SWT tidak terkira dan tidak perlu di kira-kira apalagi di biaskan dan di perantarai dengan makhluk ciptaannya yang bahkan tidak setipis rambutpun mendekati kekuasaan Nya.

Hari ini sepulang bermain bulutangkis di Condet, perjalanan kembali ke kost tidak seperti lumrahnya perjalanan sebelumnya. Perjalanan pulang kembali ke kost di tempuh dengan jarak waktu hampir satu jam.  Kemacetan terjadi sepanjang hampir satu kilometer jauhnya.

Barisan panjang yang terdiri dari mobil dan motor tidak bergerak sama sekali. Setelah hampir 30 menit kemacetan tersebut mulai perlahan terurai. Singkat cerita ternyata, penyebab kemacetan panjang tersebut diakibatkan tengah berkumpulnya sekelompok jamaah yang tengah berdoa bersama di sebuah Masjid besar di pinggir jalan Condet setelah kembali dari perjalanan ke Bogor, Jawa Barat, dalam rangka kegiatan ziarah ke sebuah makam tokoh panutan dan masjid di sana, dalam suasana menyambut datangnya bulan suci Ramadhan minggu depan.

Awalnya saya sempat kesal dengan adanya kemacetan tersebut, namun setelah tahu penyebabnya, kekesalan saya berangusr-angsur mereda seiring motor yang saya kendarai berhasil melewati titik kemacetan tersebut dengan lancar.

Namun ada sesuatu yang seketika melintas di fikiran saya dan mengusik naluri saya untuk menuangkan dalam tulisan ini.

Maka, selanjutnya anda akan membaca barisan tuaian kalimat-kalimat di sepanjang paragraf tulisan ini, adalah murni berdasarkan pengamatan dan pendapat pribadi saya.

Dulu, ketika saya melihat orang melakukan praktik-praktik yang mereka klaim sebagai ibadah seperti yang terjadi di jalan condet tadi, biasanya seketika dalam hitungan sepersekian detik sikap skeptis saya akan langsung  mengarah pada penilaian bahwa yang mereka lakukan adalah salah dan menyalahkan.

Tapi mungkin seiring bertambahnya usia, hidup membuat saya menjadi perlahan lebih arif dan bijaksana. Sehingga sekarang, ketika menyaksikan mereka yang tengah melakukan kegiatan ziarah di makam leluhur, tanggapan saya bukan lagi menyalahkan tapi lebih kepada kasihan dan iba serta otomatis segera melantunkan untaian doa.

Doa semoga Tuhan yang saya Imani adalah Tuhan yang sama dengan yang mereka Imani, memberi Hidayah dan Inayah kepada mereka untuk menemukan titik terang bahwa yang mereka lakukan adalah sebenarnya bahaya dan merusak konsep keimanan seutuhnya; Tuhan yang Esa. Tuhan yang tidak disekutukan serta Tuhan yang tidak dibiaskan dengan makhluk fana lainnya.

 Kebanyakan penganut agama manapun sejatinya percaya bahwa Tuhan itu Esa, maha besar dan perkasa yang tidak berbanding dan tidak tertandingi. Dalam konteks Islam, sesuai keyakinan yang mengaliri darah, daging, hati dan kalbu saya sedari lahir, konsep Tuhan yang Esa ini terakreditasi dengan kalam dan firman yang diturunkan langsung oleh Allah SWT melalui surat ke 112 di Kitab Al-Quran, surat Al- Ikhlas;

"Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Hanya Allah tempat bergantung. Dia tidak beranak, serta tidak pula diperanakan. Dan tiada satupun yang setara dengan Dia".

Ke empat ayat dalam surat al-Ikhlas ini dengan gamblang, tanpa kebimbangan, tanpa kebiasan, menegaskan bahwa Allah SWT, adalah satu-satunya Tuhan yang satu, yang Esa. Tiada makhluk yang setara dengan Dia.

Namun faktanya, sebagian besar umat muslim (setidaknya lebih dari 85% yang saya temui dan saya kenal) terjebak dalam paradigma kebingungan bahkan mengarah pada kesalahan fatal dalam mengimplementasikan konsep ke-Esa-an Tuhan dalam praktik ibadah.

Percaya dan yakinlah, akar keimanan itu adalah bukan semata-mata mempercayai.

Iman itu sepatutnya perlu dan harus dilandasi dengan nalar dan logika untuk dibenturkan dengan semua hal yang meragukan, sehingga fakta lah yang akan menjawab dan membuktikan semua keragu-raguan tersebut.

Mari cermati kisah penuh makna dari seorang Ibrahim A.S, yang mendapat predikat Bapak dari para Nabi. Beliau tidak serta merta diangkat menjadi Nabi, utusan Tuhan di muka bumi untuk menyerukan ke-Esa-an Tuhan. Perjalanan beliau dimulai jauh sebelum itu.

Ibrahim A.S telah sedari usia belia, telah lebih dahulu, menggunakan akal, nalar dan logika nya untuk mempertanyakan banyak hal mengenai konsep Tuhan yang masih meragukan di masyarakat sekitarnya. Konsep berhala adalah Tuhan yang secara turun temurun diwarisi oleh leluhur dan nenek moyangnya, dipertanyakan oleh nalar seorang Ibrahim. Bagaimana mungkin sebuah benda mati dijadikan Tuhan.

Tidak, nalarnya tidak menyetujui hal itu. Dia lalu beralih mempertanyakan Matahari dengan kekuatan sinarnya yang terang benderang, memberi kehidupan di siang hari, pun dipertanyakan oleh logikanya. Bagaimana mungkin matahari adalah Tuhan, karena matahari memiliki waktu bersinar yang terbatas, yang hilang dan dikalahkan oleh malam dan sinar Bulan.

Bahkan bulan, yang menghidupi malam pun, dipertanyakan kembali oleh akal, nalar dan logika Ibrahim saat itu, apa benar bulan itu Tuhan, mengapa saat malam selesai, bulan menghilang, sedangkan Tuhan seharusnya lah kekal, tak berlimit waktu dan masa.

Tidak hanya Ibrahim, semua Nabi dan rasul, senantiasa menggunakan akal, nalar dan logikanya dalam konsep beriman. Bahkan surat ke 96, Al-Alaq, dengan jelas tanpa ambigu mewajibkan setiap umat islam untuk membaca (iqra) pengetahuan di alam semesta dan menggunakan akal serta fikirannya.

Ibadah itu perlu dibenturkan dengan akal, fikiran,nalar dan logika untuk memperdalam keimanan dalam melakukannya. Karena yakinlah seluruh dalil dan sumber praktik ibadah dalam islam selalu senatiasa dan pasti sesuai akal, nalar dan logika.

Sejatinya melakukan praktik ibadah tanpa landasan akal, logika dan sumber serta dalil adalah semata-mata sebuah tradisi semata.

Tradisi dilakukan murni karena menjadi kebiasaan turun temurun dari nenek moyang tanpa sama sekali diperlukan akal dan logika apalagi sumber dan dalil terpercaya sebagai landasan dalam melakukannya.

Maka, sekali lagi tulisan ini adalah semata-mata pendapat saya pribadi yang sedang berusaha keras menngunakan akal, logika serta nalar saya dalam proses mencari sumber dalil atas praktik ziarah dan doa bersama yang diperkhususkan untuk leluhur yang telah tiada, yang dilakukan oleh sebagian besar saudara-saudari sesama muslim di luar sana.

Akal, nalar serta logika saya sama sekali tidak sanggup menyepakati alasan mereka yang mempraktikkan ziarah dan doa bersama untuk leluhur tersebut.

Mengapa?.., sesederhana ini; praktik tersebut tidak sesuai dengan akal, nalar dan logika saya.

Bila islam dengan jelas , lugas tanpa ambigu, mewajibkan kesempurnaan penghambaan hanya dan semata untuk satu Tuhan yang esa, Allah SWT, maka pantaskah, patutkah, sejalankah dengan akal, nalar dan logika, bila kita menyalurkan harap dan doa kepada selain Tuhan, Allah SWT?

Sadarkah kita bahwa konsep ke-Esa-an Tuhan, yang dalam islam dikenal dengan La Illaha Illallah berarti Tidak ada Tuhan yang pantas dan layak disembah, yang pantas dan layak manusia tuju dalam setiap doa dan permintaan serta permohonan, selain semata-mata dan satu-satunya, hanya kepada Allah SWT?

Lalu, dimana akal, nalar dan logika kita bila pada praktiknya doa dan permintaan disematkan tidak langsung kepada Allah SWT, melainkan melalui perantara makhluk fana? Makhluk yang bahkan sudah lama tiada, yang bahkan tubuhnya sudah menjadi bangkai dalam tanah, yang sama sekali tidak punya kekuatan apapun untuk mengabulkan permintaan dan doa .

Satu-satunya alasan yang sering kali digunakan sebagai pembenaran dalam melakukan praktik ziarah dan berdoa agar dikabulkan semua permintaan dan doa oleh sebagian besar saudara-saudari muslim yang saya kenal adalah; "Karena mereka orang-orang shaleh, yang sepanjang hidupnya mereka yakini selalu beribadah, sehingga menyimpulkan dan menjadikan pembenaran bahwa memanjatkan doa melalui perantara orang-orang shaleh yang telah tiada ini akan membawa doa mereka dikabulkan oleh Allah SWT".

Sedangkal itukah konsep Tuhan yang Maha Perkasa diartikan?

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Perkasa sama sekali tidak butuh perantara untuk membantunya mengabulkan doa setiap hambanya.

Karenalah Allah SWT adalah Tuhan pencipta segala yang ada di alam semesta, sangat mudah baginya melakukan apapun yang Dia kehendaki dan tidak melakukan apapun yang tidak Dia kehendaki. Kesempurnaan, Kebesaran, keagungan, ke-maha dahsyat-an Allah SWT tidak terkira dan tidak perlu dikira-kira apalagi dibiaskan dan diperantarai dengan makhluk ciptaannya yang bahkan tidak setipis rambutpun mendekati kekuasaan Nya.

Bicara lebih jauh, konsep menghadirkan perantara, baik itu orang soleh, kiai, ustad, habib, syaikh atau lebih rancu lagi patung, berhala, gunung, pohon besar berusia ratusan tahun hingga makam yang disakralkan, dalam memanjatkan doa adalah bentuk penghinaan kita kepada Allah SWT. Mengapa?

Karena sejatinya konsep tersebut adalah bentuk lain dari ketidak puasan bahkan ketidak-cukup-percayaan kita akan konsep Tuhan, Allah SWT yang tidak terlihat, tidak memiliki fisik nyata.

Konsep perantara-perantara tersebut dihadirkan untuk memuaskan keinginan dangkal dan hawa nafsu kita pada sesuatu yang ingin bisa kita percayai karena terlihat fisiknya, nyata dan ada sehingga memudahkan kita untuk mempercayainya. Anda mungkin akan seketika menyangkalnya, tapi jauh di lubuk hati terdalam anda, mengiyakan konsep sesuatu yang nyata sebagai landasan untuk dipercaya.

Bicara dalil, hingga saat menulis tulisan ini, tidak menemukan sumber yang kuat dan tidak terbantahkan bahkan sumber yang lemah pun tidak saya temui, tentang kebolehan serta anjuran melakukan ziarah dan berdoa bersama meminta ini itu kepada orang yang telah tiada di makam mereka pula.

Yang saya dapati dari sumber terkuat dan terpercaya keabsahannya adalah, larangan keras meminta sesuatu selain kepada Allah SWT. Larangan keras menyekutukannya, menduakannya, membiaskan ke-Esa-annya.

Karena Allah SWT adalah Tuhan satu-satunya yang maha kuasa mengabulkan segala pinta dan doa.

Maka tak heran, organisasi masyarakat (ormas) Islam yang didirikan oleh K. H Ahmad Dahlan, Muhammdiyah, dengan tegas menfatwakan larangan keras melakukan praktik ibadah yang tidak berlandaskan pada kesesuaian akal, nalar dan logika serta tidak ada landasan sumber serta dalil yang kuat dan terpercaya kebenarannya atau bahasa lainnya disebut Bid'ah.

Bid'ah berarti perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang telah ditetapkan, termasuk menambah (mengada-adakan) atau mengurangi ketetapan. Secara linguistik bid'ah juga berarti doktrin sesat, karena tidak ada landasan ilmu kebenaraan dan sumber yang terpercaya, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.

Dan melakukan kegiatan ziarah, dengan ditambahi ritual memperantai doa melalui orang yang telah meninggal, sesoleh apapun orang tersebut, di depan makam orang tersebut, adalah tindakan bid'ah,  dikarenakan tidak pernah ada landasan kebenarannya dalam Al-Qur'an serta tidak pernah dicontohkan oleh sunah Nabi Muhammad SAW.

Seluruh ulama sepakat bid'ah adalah mengada-ada, dan semua yang mengada-ada dan tidak diperkuat dengan dalil dan sumber terpercaya serta tidak berkesesuaian dengan nalar, akal dan logika adalah kesesatan.

Dan kesesatan adalah penyakit kronis yang menggerogoti kemurnian konsep ke-Esa-an Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Islam telah disempurnakan menjadi satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah SWT. Dan ketika Allah SWT dengan sempurna memberi restu dan ridhonya pada Islam, berarti agama ini telah sempurna. Dan label sempurna yang diberikan Allah SWT pada agama Islam juga telah dibuktikan dengan keselarasan akal, fikiran dan logika serta kesemuanya dituangkan dalam dalil dan sumber yang juga telah sempurna, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah.

Lalu, masih pantaskah kita mempertanyakan atau menyangsikan atau meragukan kesempurnaan yang telah Allah SWT lekatkan pada Islam?

Masih pantaskah kita mengada-ada, membuat-buat aturan baru yang tidak ada landasan sumber dan dalil terpercaya dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW?

Semoga saya, keluarga saya, sahabat-sahabat, rekan-rekan seiman saya, senantiasa selalu diberi petunjuk, Hidayah serta inayah untuk memurnikan keimanan kita dengan tidak merusak dan mencemari konsep ke-Esa-an Tuhan, dengan tidak mempraktikkan bid'ah, yang nyata-nyata sesat dan menyesatkan.

 Amin ya rabbal alamin

Bangka, Jakarta Selatan, Jum'at 3 Mei 2019, pukul 2.17 AM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun