"Tidak bisa bu, ibu harus tetap ditilang karena melanggar aturan," imbuh si polisi.
"Hei, bapak jangan main-main ya. Saya telponkan suami saya, bapak bisa dipecat," ketusnya.
***
Secuil percakapan antara polisi dan pengendara di atas mungkin sudah lumrah terjadi di Indonesia. Berapa banyak pelanggaran lalulintas, hanya karena melihat tak ada polisi yang berjaga.Â
Atau, seberapa banyak percekcokan di jalanan antara polisi dan pelanggar lalulintas, dengan dalih istrinya, suaminya atau saudaranya pejabat.
Kisah-kisah jalanan di Indonesia memang tak pernah sepi dari hal-hal yang menarik. Banyak orang 'membenci' polisi lalulintas, karena kerap bersembunyi di tikungan untuk mengelabuhi pelanggar lalulintas. Atau berapa banyak kisah 'polisi nakal' yang tak segan meminta uang agar si pelanggar bisa lolos dari jeratan tilang.
Calon Kapolri baru, Komjen Listyo Sigit Prabowo sepertinya memahami kondisi itu. Ingin citra Polri lebih baik di mata masyarakat, ia ingin menghapuskan praktik-praktik tersebut.Â
Memanfaatkan kemajuan elektronik, Listyo memiliki cita-cita menghapus tilang konvensional dan menggantinya dengan tilang elektronik.
Kabar ini tentu saja menggembirakan bagi masyarakat yang kerap menjadi korban 'kenakalan' polisi lalulintas di Indonesia. Mereka yang kerap ditilang karena suratnya tidak lengkap atau tidak memakai perlengkapan standar berkendara, langsung bersorak mendengar kabar itu.
Tapi, sebenarnya akan timbul banyak persoalan dengan penerapan program ini. Budaya tertib lalulintas hanya karena ada petugas, akan hilang dan pelanggaran semakin marak terjadi.
Belum lagi, sarana prasarana tilang elektronik ini tidaklah murah. Butuh miliaran bahkan triliunan rupiah, untuk melengkapi seluruh sudut jalanan di Indonesia dengan kamera pengawas CCTV.Â