Mohon tunggu...
Puja Nor Fajariyah
Puja Nor Fajariyah Mohon Tunggu... Penulis - MedPsych Student at VUW New Zealand | LPDP Scholarship Awardee

Kia Ora! Find me on ig @puja.nf

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Kenali Penyebab Tantrum dengan Metode HALT

25 Januari 2023   20:21 Diperbarui: 26 Januari 2023   10:01 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak tantrum (Sumber: shutterstock dari kompas.com)

"You can choose to not let little things upset you." -- Joel Osteen

Sejak lama aku bisa mengatakan kalau aku suka sekali berinteraksi dengan anak kecil. Alasan pertama yang membuat aku suka tentunya adalah karena tingkahnya yang menggemaskan.  

Saking sukanya, bahkan ketika berada di tingkat akhir SMA, aku tanpa berpikir dua kali ingin kuliah jurusan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) saja. 

Padahal, saat itu aku bersekolah SMK dengan jurusan tata busana yang kebanyakan teman seangkatanku memilih untuk fokus melanjutkan pendidikan jurusan Tata Busana. 

Singkat cerita, aku akhirnya kuliah di Malang dan lulus pada tahun lalu. Selama aku kuliah dengan  berbagai dinamikanya hingga lulus, sebenarnya masih ada satu ungkapan yang aku masih rasa janggal ketika ditemui. Biasanya, ungkapan ini akan dimulai ketika aku ditanya seperti ini,

"Kenapa pilih jurusan PAUD dek?" 

Ya aku jawab saja, soalnya aku suka gitu sama anak kecil.

Dan ya, ketebak ungkapan setelahnya orang yang bertanya tadi biasanya merespon dengan seperti apa? 

Biasanya begini, "Setiap orang yang punya anak kayaknya emang suka sama anak kecil, tapi beda lagi kalo anaknya suka nangis, apalagi sampai jerit-jerit gak jelas". 

Well, iya benar. Istilah dari ungkapan yang dikatakan oleh orang tadi mungkin lebih kita kenal dengan istilah tantrum. 

Aku akui bahwa memang satu hal yang menjadi tantangan bagi para orang tua khususnya pasangan yang belum pernah memiliki anak sebelumnya adalah bagaimana cara agar bisa mengatasi atau berperilaku tepat dalam mengatasi salah satu perilaku yang setidaknya pernah terjadi dan dilakukan oleh seorang anak sebanyak sekali dalam hidupnya. 

Padahal sebenarnya yang perlu untuk dilakukan oleh orang tua cukup sederhana ketika berhadapan dengan kondisi anak yang tantrum. Seperti apa yang sudah aku katakan, dalam tulisan kali ini aku hendak berbagi tentang sebuah metode mengatasi tantrum bagi orang tua. 

So, aku sarankan kamu untuk membaca tulisan ini hingga selesai agar kamu mendapatkan insight atas apa yang aku bagikan.

Metode yang akan aku paparkan adalah HALT atau akronim dari Hungry, Angry, Lonely, dan Tired. Sebenarnya 4 hal ini adalah penyebab utama mengapa seorang anak akan bertingkah rewel, tantrum dan terkadang tentu saja membuat orang tua atau orang dewasa yang tinggal bersama anak kebingungan dengan apa sebenarnya kemauan dari anak karena hanya menangis terus-terusan.

Oke dimulai dari yang pertama yaitu hungry atau lapar. Jangankan anak, kita saja orang dewasa kalau sedang merasa lapar juga pasti ngerasa sensitif. Bahkan parahnya pasti ada dari kamu yang sama sekali gak mau diganggu atau diminta buat ngelakuin sesuatu sama sekali oleh orang lain. 

Biasanya yang akan kamu lakukan tentu saja ngomong atau bisa aja marah ketika benar-benar merasa terganggu sama orang lain yang mengganggumu ketika lapar tadi. 

Bedanya apabila hal ini terjadi pada anak atau bahkan bayi yang notabene belum bisa mengungkapkan perasaan mereka dengan benar, ya mereka cuma bisa nangis dan yaudah rewel. 

Hal ini merupakan hal yang wajar sebagai bentuk ekspresi sensitif mereka terlebih lagi ketika mereka berpikir orang tua atau orang di sekitar mereka tidak peduli dengan kondisi mereka. 

Well, lalu cara yang bisa orang tua lakuin untuk tahu anak tantrum karena kondisi lapar dilihat dari mana? Ada beberapa cara. 

Pertama, perhatikan waktu kapan anak terakhir makan. Aku yakin pasti orang tua lebih tahu tentang detail jadwal makan anak ini. Jadi sudah seharusnya bisa memperkirakan bahwa alasan anak tantrum adalah karena dia lapar dan membutuhkan asupan makanan.

Sumber: Cussons Kids Indonesia
Sumber: Cussons Kids Indonesia

Kedua, angry atau marah. Dalam praktiknya, seorang anak akan cenderung mudah marah memang bahkan untuk hal-hal yang sangat sederhana. Hal ini wajar, karena memang pada usia yang masih dini mereka secara fitrah memiliki sikap egosentris. Sehingga yang perlu dilakukan orang tua ketika mengetahui anak memang tantrum karena alasan marah karena memang sudah memastikan anak tantrum ketika masih dalam keadaan kenyang adalah dengan mencoba menenangkan anak. 

Salah satu cara paling ampuh berkenaan dengan hal ini adalah dengan memeluk anak tanpa bertanya alasan mengapa mereka menangis. 

Biarkan dalam beberapa saat dengan kondisi masih memeluk anak untuk anak mengeluarkan emosinya. Ketika tantrum anak dibersamai oleh tindakan impulsif seperti memukul maka yang perlu orang tua lakukan adalah menahan perilaku tersebut seperti memegang tangan anak untuk berhenti memukul. 

Setelah anak tenang, apabila ia sudah bisa berbicara, orang tua baru bisa tanyakan alasan mengapa anak menangis dengan tenang. Ketika anak sudah selesai mengungkapkan perasaannya, baru orang tua bisa menasehati dengan cara yang baik tanpa menyakiti anak baik melalui perkataan atau lewat tindakan.

Ketiga, lonely atau merasa sendirian. Coba deh aku mau nanya, apa yang kamu rasain ketika ngerasa orang tua kamu selalu tidak memiliki waktu untuk membersamaimu? Misalnya, terlalu sibuk kerja atau terlalu disibukkan dengan urusan atau barang lain seperti gadget. 

Pasti, kamu akan bersedih kan? Bisa saja mengungkapkan dengan menangis, marah, atau diam saja. Tapi, akan berbeda ketika hal ini terjadi pada anak usia dini. Ketika anak merasa sendirian, tentu saja yang menjadi fokusnya adalah bagaimana caranya agar mendapatkan perhatian dari orang tuanya. 

Termasuk di dalamnya adalah tantrum sebagai alternatif yang mereka miliki. Jadi, tak selalu anak tantrum adalah karena ia lapar atau marah, tapi justru karena ia ingin diperhatikan karena berada di posisi merasa sendirian. 

Hal ini sering terjadi kepada orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan yang bertugas mengasuh anak adalah baby sitter. 

Ketika malam dan bertemu orang tuanya anak justru tantrum karena sebenarnya saat itu ia mengekspresikan kesendiriannya. 

Masalahnya sebenarnya terletak kepada banyak orang tua yang belum teredukasi dan mengira anak tantrum karena lapar, marah atau bahkan melabeli karena anak cengeng. Padahal, yang anak butuhkan sebenarnya adalah peluk hangat dan perhatian dari sosok orang tuanya.

Terakhir, tired atau lelah. Berkenaan dengan hal ini sudah jelas dan sering terjadi ketika anak sudah bermain dalam waktu yang lama dan ketika anak berada di posisi jenuh dengan permainannya mereka akan tantrum. 

Tantrum karena lelah ini sebenarnya yang paling mudah untuk orang tua identifikasi. Karena sebagai orang tua yang sudah seharusnya memperhatikan dan biasanya menemani anak ketika bermain sudah mengetahui dengan betul bagaimana dan apa yang anak lakukan ketika bermain. 

Tips yang dapat aku berikan berkenaan dengan hal satu ini adalah pentingnya orang tua memberikan jeda ketika anak bermain. Bukan kemudian agar anak tidak tantrum atau tidak merasa kelelahan dan bisa bermain terus-terusan, tapi lebih kepada membiasakan anak akan pentingnya bermain sesuai porsi dan tidak berlebihan. 

Ketika sudah terlanjur terjadi dan anak tantrum karena kelelahan, berarti yang perlu untuk fasilitasi terhadap anak adalah ruang istirahat yang nyaman. 

Ketika anak bermain di luar ruangan misalnya, tuntun anak bila memungkinkan untuk berjalan ke dalam kamar, tidak apa sambil menangis sambil berikan bahasa tubuh menenangkan seperti mengusap dada atau punggung anak secara pelan. 

Apabila memang anak belum bisa atau tidak memungkinkan untuk berjalan sendiri, bisa dengan digendong. Hal ini dilakukan agar menjadi sinyal bagi anak kalau ketika mereka lelah, yang perlu dilakukan adalah istirahat bukan kemudian menangis.

Itulah tadi metode HALT yang aku rasa perlu untuk orang tua ketahui agar dapat mengidentifikasi bagaimana dapat mengatasi atau menyikapi ketika berhadapan dengan anak tantrum. Lantas, apa poinnya? 

Sebenarnya dalam tulisan ini aku ingin Kembali me-mention berkenaan dengan peribahasa, "Ada Sebab, Ada Akibat". 

Alasan sebenarnya mengapa anak tantrum atau rewel yang sering menjadi asumsi para orang tua yang belum teredukasi adalah karena anak mereka memang cengeng atau nakal saja. Padahal, hal itu sama sekali salah besar. Tantrum tadi sebenarnya adalah salah satu bentuk ekspresi dari HALT (Hungry, Angry, Lonely, Tired) yang sedang mereka rasakan. 

Namun, apabila memang perilaku tantrum anak sudah masuk pada kategori tidak wajar, maka perlu kiranya orang tua untuk melakukan tindakan preventif seperti membawa anak berkonsultasi dengan psikolog atau lainnya. 

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun