Tantrum karena lelah ini sebenarnya yang paling mudah untuk orang tua identifikasi. Karena sebagai orang tua yang sudah seharusnya memperhatikan dan biasanya menemani anak ketika bermain sudah mengetahui dengan betul bagaimana dan apa yang anak lakukan ketika bermain.Â
Tips yang dapat aku berikan berkenaan dengan hal satu ini adalah pentingnya orang tua memberikan jeda ketika anak bermain. Bukan kemudian agar anak tidak tantrum atau tidak merasa kelelahan dan bisa bermain terus-terusan, tapi lebih kepada membiasakan anak akan pentingnya bermain sesuai porsi dan tidak berlebihan.Â
Ketika sudah terlanjur terjadi dan anak tantrum karena kelelahan, berarti yang perlu untuk fasilitasi terhadap anak adalah ruang istirahat yang nyaman.Â
Ketika anak bermain di luar ruangan misalnya, tuntun anak bila memungkinkan untuk berjalan ke dalam kamar, tidak apa sambil menangis sambil berikan bahasa tubuh menenangkan seperti mengusap dada atau punggung anak secara pelan.Â
Apabila memang anak belum bisa atau tidak memungkinkan untuk berjalan sendiri, bisa dengan digendong. Hal ini dilakukan agar menjadi sinyal bagi anak kalau ketika mereka lelah, yang perlu dilakukan adalah istirahat bukan kemudian menangis.
Itulah tadi metode HALT yang aku rasa perlu untuk orang tua ketahui agar dapat mengidentifikasi bagaimana dapat mengatasi atau menyikapi ketika berhadapan dengan anak tantrum. Lantas, apa poinnya?Â
Sebenarnya dalam tulisan ini aku ingin Kembali me-mention berkenaan dengan peribahasa, "Ada Sebab, Ada Akibat".Â
Alasan sebenarnya mengapa anak tantrum atau rewel yang sering menjadi asumsi para orang tua yang belum teredukasi adalah karena anak mereka memang cengeng atau nakal saja. Padahal, hal itu sama sekali salah besar. Tantrum tadi sebenarnya adalah salah satu bentuk ekspresi dari HALT (Hungry, Angry, Lonely, Tired) yang sedang mereka rasakan.Â
Namun, apabila memang perilaku tantrum anak sudah masuk pada kategori tidak wajar, maka perlu kiranya orang tua untuk melakukan tindakan preventif seperti membawa anak berkonsultasi dengan psikolog atau lainnya.Â
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI