"Ja-ngan me-na-ngis Chee-tah," Ujar Kungkang.
Tentu saja, Cheetah terkejut ketika mengetahui di ujung dahan pohon tempat ia terjebak, ada Kungkang yang tengah bergantung. Badan Kungkang yang dipenuhi lumut dan serupa dengan warna batang pohon membuat ia terlihat samar dan tidak tertangkap oleh pemburu.
"Maafkan aku wahai Kungkang. Aku tidak percaya dengan apa yang kamu ucapkan dan menganggap karena jalanmu lambat, kamu juga pemalas dan bodoh." Jelas Cheetah.
"Ti-dak apa-apa Chee-tah. A-ku me-mang lam-bat, na-mun a-ku ti-dak bo-doh la-gi le-mah,"Â Jelas Kungkang.
Kungkang akhirnya menjelaskan kepada Cheetah bahwa tidak semua hal yang cepat itu baik dan dapat diterima. Lambat juga bukan lantas menjadi satu hal yang tidak baik. Sebab, yang terpenting adalah bagaimana sesuatu dapat bertahan ditengah kecepatan yang berlalu tadi. Aturan yang Cheetah buat sebagai pemimpin hutan ini bermula dengan niat yang baik, agar semua berjalan teratur dan cepat. Namun, Kungkang yang lambat juga bagian dari orang yang Cheetah pimpin.Â
Tanpa Cheetah sadari, hutan ini terkekang oleh aturan yang ia buat dan lihat sendiri akibatnya. Coba saja penduduk hutan mendengarkan apa yang Kungkang katakan agar mereka bersembunyi atau pergi meninggalkan hutan terlebih dahulu. Pasti mereka tak akan tertangkap oleh pemburu. Karena, berlari kencang saja tak cukup untuk membuat mereka aman, sebab pemburu lebih cerdik dengan membuat perangkap dimana-mana. Mengetahui hal tersebut, Cheetah pada akhirnya sadar dan merasa bersalah sepanjang hidupnya. Keesokan harinya iapun dikeluarkan dari perangkap dan dibawa oleh pemburu. Sedangkan Kungkang, ia menjadi satu-satunya hewan hutan yang selamat karena pemburu tidak menyadari keberadaannya di pohon  besar tempat ia bergantungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H