Reaksi kita terhadap orang lain berakar dari apa yang kita dengar, ingat, dan alami di waktu kecil. Reaksi ini muncul dari anak dalam diri kita, atau inner child tadi.
Kita semua memiliki inner child yang membuat kita bereaksi kuat terhadap sesuatu tanpa sepenuhnya menyadari kenapa hal itu terjadi. Inner child adalah sisi kepribadian kita yang masih bereaksi dan terasa seperti anak kecil.
Contohnya, ada seorang anak perempuan yang melihat ayahnya selalu selingkuh, kemudian ayahnya berpesan, "Jadilah perempuan yang bekerja keras, dan mandiri"Â anak perempuan ini tumbuh dewasa, bekerja keras, berkarier, mandiri, tetapi juga menjadi individu yang takut sekali sakit hati.
Sulit percaya orang lain, terutama laki-laki. Trauma masa kecil tidak jarang mendistorsi cara kita melihat realita ketika dewasa, mempengaruhi cara kita berinteraksi dengan diri sendiri dan orang lain, dan bagaimana kita mengambil hikmah dalam hidup.Â
Trauma masa kecil bisa muncul ketika melihat orangtua depresi, bertengkar hebat, perang dingin, berlaku keras atau bahkan kejam. Trauma masa kecil juga bisa muncul ketika anak tidak mendapat perhatian, penghiburan, rasa tenang, dan cinta dari orangtua yang seharusnya menjadi ruang pertama ia merasa aman. Akhirnya ketika dewasa ia sering diliputi oleh rasa takut dan khawatir.
Barangkali, ada pula orangtua dulu, juga termasuk anak-anak yang mengalami trauma dari orangtuanya. Karena tidak memahami bagaimana mengolah dan menghentikannya, secara tidak sadar ia malah menumpahkan pada anak-anaknya sendiri di masa kini. Â
Lantas bagaimana cara untuk memutus rantai derita dan menyembuhkan luka batin dalam diri kita sehingga kita menjadi orang dewasa yang lebih sadar dan tenang jiwanya?Â
Dan, jawabannya adalah dengan memulihkan hubungan dengan anak dalam diri kita, jalin komunikasi dengannya. Setiap hari, kita bisa menyisihkan lima hingga sepuluh menit untuk berbicara dan mendengarkan anak dalam diri kita. Apakah dalam bentuk meditasi duduk, atau menulis surat ditujukan kepada anak dalam diri kita. Atau, sambil melihat foto kita waktu kecil, katakan padanya sebuah kalimat yang menyenangkan.Â
Seorang pemimpin spiritual dan aktivis perdamaian dunia, Thich Nhat Hanh mencontohkan seperti iniÂ
"Wahai anak dalam diriku yang terluka, aku disini, siap mendengarkanmu, ceritakan seluruh deritamu. Aku disini, sungguh-sungguh mendengarkanmu. Kau adalah anak dalam diriku, aku adalah kau. Kita sudah dewasa, tidak perlu takut lagi, kita aman sekarang. Kita bisa melindungi diri sendiri. Ayo ikut ke masa kini. Jangan biarkan masa lalu memenjarakan kita. Pegang tanganku, mari jalan bersama menikmati setiap langkah kita di masa kini."
Disini kita memeluk dan memberikan rasa aman pada anak dalam diri kita. Jika perlu, menangislah tidak apa. Ini bisa menjadi awal rekonsiliasi kita terhadap inner child di dalam diri kita. Ketika kita sedang bahagia, ajak anak dalam diri kita turut menikmatinya. Saat menikmati matahari terbenam misalnya, kita bisa membayangkan, menggandeng tangan anak dalam diri kita dan menikmati indahnya semburat senja.