Ibunya hanya mengangguk-angguk tanpa memberi penjelasan apa-apa. Karena memang anak usia dini adalah masa anak biasanya banyak bertanya, ia terus saja mengulang-ulang pertanyaanya. Akhirnya, kuberanikan saja menjawab pertanyaan si anak usia dini itu,
"Dek, coba bilang sendiri aja dek, dikasi tau om-om itu, biar maskernya dipakai. Kasih tau bapak itu biar jangan merokok, ini di dalam bus".
Dan si anak ini menjawab, "Enggak, takut. Aku kan cuma anak kecil"
Karena anak ini enggan untuk menegur, akhirnya aku coba sampaikan dengan baik-baik, agar si bapak berhenti merokok dan si mas-mas yang maskernya ia buka ku minta untuk memakai maskernya dengan benar.Â
Entah, sebab apa kemudian keduanya mengikuti apa yang aku sampaikan. Atau memang, karena saat aku menegur itu, sontak banyak mata yang menyoroti dua orang ini, seolah menuntut dan nuraninya kalau bisa ditebak, sedang berkata, "tuh dengerin".
Dari kejadian ini aku terpikir bahwasanya memang pada kenyaatannya sering kali dari kita yang enggan untuk mendengarkan nasehat atau pesan baik, ketika penyampainya adalah seorang anak usia dini.Â
Seolah, dengan kapasitasnya, nasehat yang keluar dari mulut seorang anak usia dini muncul atas dasar pengetahuan dan minim, atas dasar anak usia dini yang dianggap tak tahu apa-apa. Hal ini tentu merupakan sebuah kebiasaan atau persepsi buruk yang tidak untuk dipelihara. Sebab, dampaknya banyak sekali.
Kita menginginkan mereka mendengar setiap perkataan kita, tetapi kita lupa belajar mendengar suara nurani mereka. Kita ingin anak kita cerdas, enerjik, dan kreatif, tetapi kita lah yang pertama kali membunuh bakat-bakat mereka, inisiatif-inisiatif dan bahkan ide-ide mereka
Kalimat ini aku kutip dari pak Fauzil Adhim, seorang pegiat parenting di mana pada beberapa hari yang lalu aku mengikuti salah satu kelas virtualnya.Â
Ternyata, sebegitu besar dampaknya apabila suara dari anak usia dini tidak didengar. Dari mulai mematahkan semangat dan bisa sampai mengubur dan membunuh bakat yang mereka punya.Â
Kalau ibarat pribahasa yang terkenal, "Karena nila setitik, rusak susu sebelanga", hanya karena kita yang tidak peduli dan tak mengetahui bagaimana harusnya menanggapi anak, hancur sudah kepribadian si anak tadi.