Dan, karena Eka yang diasuh oleh neneknya yang memang sudah cukup 'sepuh', maka nenek Eka sering sekali berhalangan untuk hadir dalam kegiatan-kegiatan sekolah. Alasan kedua adalah, sebab guru di sekolah yang minim dan tidak sebanding dengan jumlah santri yang ditampung di sekolah itu. Aku juga mengetahui fakta tadi. Benar adanya, ketika kita menaruh perhatian ke satu anak, khawatir anak lain malah terabaikan.Â
Ditambah lagi, dengan keadaan guru PAUD yang benar-benar lulusan pendidikan anak usia dini di sekolah aku KKL itu cukup minim, sehingga seringkali penanganan dari ustadzah lainnya justru membuat anak seperti Eka menjadi 'keenakan' melakukan playing victim. Bagaimana tidak, kalau saja ternyata Ustadzah memberi hukuman pada anak yang seharusnya benar, bukankah kemudian mental salah satu dari keduanya berpengaruh?
Hal ini merupakan sebuah keseriusan yang benar adanya sering terjadi dalam kehidupan pengasuhan serta pendidikan pada anak-anak kita. Di luar sana, masih sering aku temui 'Eka-Eka' lainnya yang sejak berusia dini mulai belajar dan nyaman 'bermain korban'.Â
Oleh karena itu, menjadi penting kiranya untuk kita mengetahui bagaimana seharusnya bersikap dan menghadapi keadaan yang seperti ini bila kebiasaan tadi ada pada anak, adik, atau keluarga kita sendiri. Teruslah belajar menjadi calon orangtua, orangtua, kakak, atau bahkan nenek yang bijak dalam mendidik anak.Â
Semua orang perlu kiranya sadar akan pentingnya pendidikan parenting sejak dini, karena menjadi orangtua adalah pekerjaan seumur hidup. Dan anak, bukan sebuah robot yang siap dengan resiko trial and error. Ketika anak belajar playing victim, perlu kiranya dihadapi dengan intim. Perlu kiranya kita memahamkan, bahwa untuk menjadi benar, tak perlu dengan menyalahkan.
Semoga tulisan ini bermanfaat!