Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer.

Satya Dharma Wira, Ada bila berarti, FK UNDIP.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama FEATURED

Ketika Banjir, Gempa, dan Problem Vaksinasi Terjadi di Satu Lokasi

22 Februari 2021   03:25 Diperbarui: 10 April 2021   16:45 1600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak depan kawasan Paruganae yang menjadi lokasi Rumkitlap TNI di Bima | Dokumen Pribadi

Banjir bandang disusul gempa tektonik
Saya melanjutkan kisah pengalaman tugas Satgaskes PRC PB Banjir Bandang Bima 2016. Selain data hasil Health Rapid Assesment yang dikirim Kakesdam IX Udayana, dalam rapat pertama di KRI Teluk Bintuni (TBN) 590, kami juga membahas semua faktor risiko yang kami sebut sebagai analisis daerah operasi (ADO).

Namun terdapat data yang baru kami terima setelah kami menginjakkan kaki di dermaga Pelabuhan Bima pada tanggal 28 Desember 2017, yaitu ketika satgaskes masih dalam pelayaran telah terjadi gempa tektonik di Bima.

Wapres RI Yusuf Kalla sedang meninjau UGD Rumkitlap TNI di Bima 28/12/2016, foto dokumen pribadi
Wapres RI Yusuf Kalla sedang meninjau UGD Rumkitlap TNI di Bima 28/12/2016, foto dokumen pribadi
Gempa tektonik terjadi di kedalaman 10 km pada Minggu tanggal 25 Desember 2016 pukul 13.23. Episentrum gempa pada koordinat 8.28 LS dan 119.04 BT di laut Flores, berkekuatan 3,7 skala Richter dengan skala gempa I/BMKG atau skla II versi MMI (nasional.tempo, 25/12/2016)<1>.

Dampak gempa berupa guncangan yang lemah dirasakan oleh warga kota Bima yang sebelumnya telah dilanda banjir bandang pada tanggal 21 dan 23 Desember 2016.

Selanjutnya gempa tektonik juga terjadi pada tanggal 30 Desember 2016, sekitar pukul 06.30, episentrum di laut pada 79 km selatan kota Bima pada kedalaman 98 km <2>.

Gempa ini adalah gempa susulan, karena yang pertama pada pukul 05.30 meskipun magnitudonya lebih besar yaitu 6,2 tapi kami yang di gedung dan di tenda tidak merasakan getaran apapun.

Saat itu juga seluruh pasien di dalam gedung Paruganae di pindah keluar gedung. Komandan Rumah Sakit Lapangan (Danrumkitlap) Letkol dr. Aminuddin Harahap, Sp.A dengan sigap mengendalikan kegiatan pemindahan pasien ke lokasi yang aman.

Beruntung kami masih punya cadangan 2 tenda perawatan di luar gedung yang masih kosong, namun tanpa fasilitas pendingin ruangan dan biasa dipakai isitrahat para keluarga penunggu pasien UGD. Akhirnya tenda perawatan pasien ibu dan anak kami keluarkan pula dari gedung Paruganae dan kami dirikan kembali di halaman gedung, tentu saja berikut pendingin ruangannya.

Selama bertugas di Bima, terjadi tiga kali gempa dan seperti juga gempa yang pertama tanggal 26 Desember 2017, ketiga gempa tersebut tidak berpotensi menimbulkan tsunami. Meskipun demikian situasi ini menggelisahkan pasien dan keluarganya, karena trauma para pasien dan keluarga terdampak bencana banjir bandang belum hilang.

Tenda perawatan anak di dalam gedung Paruganae dan suasana penyelamatan pasien keluar gedung saat gempa, 30/12/2016, foto kolase dokpri
Tenda perawatan anak di dalam gedung Paruganae dan suasana penyelamatan pasien keluar gedung saat gempa, 30/12/2016, foto kolase dokpri

Ancaman wabah campak ketika menanggulangi dampak bencana banjir
Warga terdampak banjir bandang Bima tersebar di berbagai pos pengungsian. Sebagian sudah kembali ke rumah masing-masing setelah banjir surut, namun sebagian belum karena pemukiman dan tempat tinggal masih dibersihkan dari timbunan lumpur. Pada lokasi pengungsian yang terbatas yang ditempati bersama-sama dengan fasilitas hiegene sanitasi tidak memadai, maka ini meningkatkan risiko penularan penyakit.

Dari tanggal 27 Desember 2016 sampai 12 Januari 2017, jumlah pengunjung Rumkitlap TNI adalah 7965 orang dengan 9102 jumlah kasus penyakit. Salah satu tantangan pelayanan kesehatan saat bencana banjir Bima adalah adanya temuan kasus campak di pos pengungsian Kelurahan Penaraga.

Hal tersebut dilaporkan pada rapat kluster kesehatan tanggal 30 Desember 2016. Forum rapat memutuskan akan dilaksanakan imunisasi campak, dengan alasan temuan 1 kasus di wilayah bencana cukup untuk menjadi dasar bahwa di wilayah tersebut telah terdapat Kejadian Luar Biasa (KLB).

Kendala logistik vaksin akibat rusaknya material kesehatan karena gudang Dinkes Bima terendam banjir akan diatasi dengan pasokan dari Dinkesprov NTB dan Kabupaten Dompu.

Situasi pengungsian yang padat meningkatkan risiko penularan campak karena penyakit ini tergolong sebagai airborne disease. Kematian pada penyakit campak lebih banyak karena komplikasi infeksi sekunder berupa pneumonia (radang paru). Maka imunisasi terhadap balita di kota Bima menjadi solusi untuk mencegah memburuknya derajat kesehatan anak-anak.

Adanya KLB campak, membuktikan betapa pentingnya pembentukan kekebalan imunitas dan evaluasi apakah cakupan imunisasi campak di kota Bima benar-benar telah mencapai target cakupan populasi yang diharapkan dapat memberikan daya herd immunity.

Lumpur dan timbunan sampah akibat banjir bandang adalah sumber berbagai penyakit, kini ditambah ancaman terjadinya KLB campak, maka harus dilakukan langkah pencegahan agar bencana alam tidak diikuti dengan bencana wabah penyakit.

Menurut Kadinkes Kota Bima, selama ini terdapat wilayah dengan capaian cakupan imunisasi relatif rendah akibat resistensi terkait keyakinan agama. Terhadap wilayah dengan karakteristik masyarakat demikian, Kadinkes Kota Bima berharap Satgaskes TNI membantu petugas kesehatan wilayah melakukan imunisasi campak terhadap anak-anak di wilayah tersebut.

Komandan Rumkitlap TNI Letkol Laut dr. Aminuddin Harahap, Sp.A bersama para relawan kesehatan melakukan komunikasi aktif dengan tokoh masyarakat untuk meyakinkan pentingnya imunisasi campak saat terjadi KLB di tengah proses penanggulangan dampak banjir. Salah satu hal yang disampaikan mengapa imunisasi perlu dilakukan adalah karena mengutamakan kepentingan umum. 

Pelayanan kesehatan publik telah dipulihkan, sampah dan lumpur sumber penyakit di seluruh kota sedang dibersihkan, namun munculnya ancaman meluasnya penularan campak yang mengancam jiwa anak-anak, tentu harus dicegah. Akhirnya warga terbuka menerima imunisasi campak bagi anak-anaknya.

Di lapangan Satgaskes TNI bersama para relawan membantu Dinkes Kota Bima melakukan fogging untuk mencegah penyakit DHF, desinfeksi sumur-sumur warga dengan kaporit, serta pemasangan jebakan tikus untuk penelitian risiko penyakit leptospirosis. Karya bakti Satgaskes lainnya adalah pembersihan tempat ibadah selain masjid agung Kota Bima juga masjid dan mushola di berbagai pemukiman.

Sinergi seluruh jajaran kesehatan, kehadiran satgas Zipur 10/2 Kostrad membersihkan lumpur dan sampah serta keikhlasan para relawan yang datang dari berbagai daerah, dimaksudkan untuk segera membebaskan warga Bima dari dampak banjir dan ancaman penyakit. 

Bencana di tengah pandemi Covid 19
Dalam waktu 4 bulan terakhir berturut-turut terjadi berbagai jenis bencana yang membuktikan Indonesia memang plaza bencana. Seluruh bentuk bencana sejak awal tahun 2020 sampai sekarang memiliki karakteristik yang sama dalam penanganan korban terkait pandemi Covid-19. 

Mobilitas evakuasi, pengungsian, penyediaan akomodasi dan pelayanan darurat bagi korban tetap harus memperhatikan protokol kesehatan serta upaya testing-tracing-treatment.

Dengan demikian penanggulangan krisis kesehatan yang terjadi pada bencana sekarang ini lebih kompleks, dibanding manajemen penanganan bencana banjir Bima dan bencana lainnya yang terjadi sebelum pandemi Covid 19.

Patut diberikan apresiasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk yang melaksanakan penapisan Covid-19 terhadap pengungsi bencana longsor di Desa Ngetos dan menemukan 17 orang pengungsi berstatus reaktif rapid test antigen dan seorang diantaranya telah berstatus positif Covid 19 (kompas.tv, 19/2/2021)<3>.

Terhadap mereka telah dilakukan isolasi di salah satu gedung TK untuk memudahkan petugas puskesmas melaksanakan pemantauan kesehatan, pembatasan kontak sosial untuk mencegah penularan maupun dukungan konsumsi untuk menjamin pemulihan status kesehatan.

Belajar dari berbagai penanggulangan setiap bencana, apapun jenisnya dapat diikuti dengan krisis kesehatan. Pandemi Covid-19 memberi pengalaman baru penanggulangan krisis kesehatan, karena adanya karakteristik yang berbeda dengan penangulangan bencana sebelum pandemi.

a. Pada masa tanggap darurat bencana, sering diperlukan dukungan sumber daya kesehatan dari luar karena rusaknya infrastruktur kesehatan dan tenaga kesehatan lokal terdampak bencana.

b. Personel satuan tugas dan relawan yang akan membantu penanggulangan bencana harus dilakukan penapisan untuk menjamin tidak berstatus konfirmasi Covid 19.

c. Kontainer medis ruang perawatan dan kamar operasi Rumkitlap di darat maupun rumah sakit kapal wajib dilengkapi tekanan negatif.

d. Logistik kesehatan baku perlu ditambah dengan APD dan rapid test yang dinyatakan berlaku oleh Kemkes RI dalam jumlah yang memadai untuk 1 bulan penugasan.

e. Kemampuan Laboratorium Rumkitlap di darat dan kapal rumah sakit ditingkatkan dengan penambahan alat PCR, karena ancaman penyakit potensial wabah yang lain (SARS, MERS, Flu Burung dll) dapat muncul setiap saat.

f. Satgaskes tidak boleh tergantung kepada fasilitas pengolahan air bersih lokal. Seyogyanya memiliki perangkat water treatment mandiri yang dibawa dari pangkalan dan dilengkapi truk tangki air. Pandemi Covid 19 menuntut ketersediaan air bersih untuk kesiapan proses cuci tangan di berbagai area fasilitas kesehatan.

Persuasi atau sanksi
Sepenggal pengalaman Satgaskes TNI PRCPB banjir bandang Bima, menggambarkan kompleksitas krisis kesehatan bila pada satu lokasi terjadi multi bencana yang diperberat dengan terjadinya KLB berbagai penyakit infeksi.

Perkembangan berikutnya menunjukkan pandemi Covid-19 menyebabkan penanganan krisis kesehatan pada suatu bencana juga semakin tidak mudah terkait berbagai protokol kesehatan yang harus dipatuhi dan pentingnya upaya Testing-Tracing-Treatment, yang pada tataran operasional tidak mudah karena situasi bencana.

Meskipun berbagai penyakit infeksi dapat dicegah karena telah tersedia vaksin melalui program imunisasi nasional, namun masih juga terjadi KLB penyakit infeksi tertentu. Risiko KLB Campak pada banjir bandang Bima dan KLB Difteri 2017 dan berbagai penyakit infeksi lainnya, bukan tidak mungkin terulang pada berbagai bencana di seluruh tanah air karena "takdir" geografi Indonesia sebagai plaza bencana.

Program Outbreak Response Immunization (ORI) saat terjadi KLB Difteri, memerlukan anggaran Rp. 96 M hanya untuk 10 juta anak di Jatim (kominfo.jatimprov.go.id, 18/1/2018)<4>. Sila dihitung bila terjadi di seluruh Indonesia. Itulah contoh kerugian akibat kegagalan pada program imunisasi.

Maka program imunisasi untuk mencegah berbagai penyakit, serta yang saat ini urgen untuk dilaksanakan yaitu vaksinasi Covid 19, memerlukan kesadaran dan kesediaan diri untuk mematuhi program nasional tersebut.

Penolakan, ketidakpatuhan, kelalaian dan kegagalan melaksanakan program nasional imunisasi pencegah berbagai penyakit termasuk Covid-19, bermakna menghilangkan hak individu warga untuk hidup sehat yang dijamin dan diamanatkan UUD 1945. Resistensi terhadap program vaksinasi Covid-19 bahkan membahayakan kelangsungan hidup berbangsa sebagaimana sudah terbukti pandemi Covid 19 menyebabkan berlarutnya krisis ekonomi.

Untuk menanggulangi hal tersebut telah terbit Perpres Nomor 14/2021, di mana pada pasal 13-A tercantum sanksi administrasi bagi setiap orang yang ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin, namun tidak mengikuti vaksinasi Covid-19.

Penggalan kisah penanggulangan banjir bandang Bima 2016 di mana terjadi ancaman KLB Campak dan KLB Difteri 2017 yang penulis sampaikan, merupakan bentuk persuasi untuk membangkitkan kesadaran masyarakat agar menerima program imunisasi berbagai penyakit infeksi, termasuk Covid-19.

Regulasi memang disiapkan untuk mendorong kepatuhan dengan dilengkapinya pasal yang mengatur Sanksi Menolak Vaksin. Pilihan kembali kepada masyarakat, namun saya percaya jauh lebih banyak warga masyarakat yang sepakat menjadi bagian dari pembentuk herd immunity. Kita bisa bebas dari cacar dan polio, mengapa tidak kita kalahkan corona juga.

Pudji Widodo,
Sidoarjo, 21022021 (71)
Tulisan sebelumnya: Rumah Sakit Lapangan TNI Paruganae dan Renungan awal tahun
Sumber:
1. Tempo.co, diunduh 20 Februari 2021.
2. BMKG, diunduh 20 Februari 2021.
3. Kompas tv, diunduh 20 Februari 2021.
4. Kominfo Jatim, diunduh 20 Februari 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun