Kualifikasi komando marinir
"Kualifikasi Komando serta Baret Ungu  berlambang Keris Samudera yang kalian kenakan bukan hanya sekedar pelengkap seragam kalian, namun merupakan identitas kalian sebagai Prajurit Pasukan Pendarat Amfibi Korps Marinir TNI Angkatan Laut." (tni.mil.id, 16/9/ 2024).Â
Tersebut di atas adalah amanat Komandan Korps Marinir Mayjen TNI (Mar) Endi Supardi pada acara tradisi pembaretan 461 prajurlt tamtama dan bintara Korps Marinir, di Pantai Baruna Kondang Iwak Malang Selatan. Narasi amanat Dankormar jelas menyebutkan istilah yang menjadi simbol kemampuan olah keprajuritan berupa Kualifikasi Komando.
Tradisi pembaretan dilaksanakan setelah siswa pendidikan tamtama dan bintara marinir menyelesaikan tahap pendidikan komando selama 90 hari. Adapun seluruh rangkaian pendidikan  kecabangan marinir ditempuh selama 6 bulan, termasuk pendidikan komando di dalamnya.
Mengapa Korps Marinir membekali para prajuritnya dengan pendidikan Komando? Saya menemukan tiga alasan, yaitu berdasar sejarah, untuk mempertahankan militansi dan adanya amanat titipan bagi generasi yang akan datang.
Reorganisasi dan Rasionalisasi Angkatan Perang
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, pimpinan TKR Laut berupaya menyatukan berbagai badan perjuangan di beberapa kota pelabuhan. Selanjutnya pada tanggal 19 Juli 1946 nama Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) resmi digunakan.
Pada awal 1948, ALRI tersusun dalam formasi wilayah Corps Armada (CA), di mana terdapat 6 wilayah ALRI di seluruh Jawa. Satuan Corps Mariniers terbesar tergabung dalam CA-IV Tegal.Â
Situasi Perang Kemerdekaan I dan dampak perjanjian Renville menyebabkan unsur-unsur pelaut dan Corps Mariniers (CM) ALRI lebih berperan pada pertempuran di darat. Penggunaan identitas Corps Armada merupakan upaya memelihara jiwa bahari, sedang keberadaan Corps Mariniers menunjukkan sudah adanya kesadaran pentingnya infanteri laut.Â
Kiprah ALRI pada awal kemerdekaan tak bisa dilepaskan dari kemampuan negara yang baru berdiri, yang ternyata tidak sanggup menyediakan anggaran yang cukup bagi Angkatan Perang. Oleh karena itu program Kabinet Hatta yang menggantikan kabinet Amir Syarifuddin tercatat sebagai sejarah militer, ketika melaksanakan program Reorganisasi dan Rasionalisasi (ReRa) Angkatan Perang pada tahun 1948.
Di tengah tekanan perjanjian Renville yang merugikan angkatan perang dan ditambah beban adanya pemberontakan PKI Madiun pada September 1948, dilakukan penataan organisasi ALRI. Menteri Pertahanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor A/565/48 tanggal 9 Oktober 1948 yang menetapkan Peraturan Pangkat Angkatan Laut, bahwa ALRI terdiri dari lima Korps Kecabangan yaitu Pelaut, Mesin, Administrasi, Komando dan Kesehatan.
Melalui ReRa, Kementerian Pertahanan mengakui hanya satu nama organisasi satuan tempur darat matra laut yaitu Korps Komando. Nama Corps Mariniers yang telah digunakan sejak 1945, berganti menjadi Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL) sejak 9 Oktober 1945.
Tidak ada penjelasan mengapa dalam Surat keputusan Menteri Pertahanan Nomor A/565/48 tahun 1948, Kementerian Pertahanan memilih sebutan Korps Komando sebagai salah satu kecabangan dalam ALRI. Perubahan nama Corps Mariniers yang juga nama pasukan marinir Belanda menjadi KKO AL, dapat dibandingkan dengan penggantian nama polisi khusus Tokubetsu Keisatsu Tai bentukan Jepang menjadi Polisi Istimewa pada tahun 1946.Â
Tersirat adanya pembangkit semangat perjuangan, mengganti nama warisan kolonial dengan identitas tentara nasional dan menyandang status elit. Sebagai Identitas baru, KKO AL juga menjadi upaya menjaga soliditas dan langkah pragmatis menutup intervensi PKI saat itu melalui Divisi-II Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI).
Tumbuh kembang pasukan pendarat amfibi
Menindaklanjuti keputusan Menhan RI, Kasal menerbitkan instruksi nomor 65/KSAL/51 yang menyebutkan bahwa pembentukan Korps Komando akan terus disempurnakan. Sampai tahun 1965 KKO AL telah berkembang beserta seluruh kesenjataan, termasuk unsur bantuan tempur dan administrasi.
Berdasar pengalaman operasi amfibi, pada tahun 1961 KKO AL mulai membuka pendidikan Intai Para Amfibi untuk memenuhi kebutuhan operasi khusus. Sedang terhadap seluruh calon personel KKO diberlakukan Pendidikan Komando yang diselenggarakan oleh Sekolah Perang Khusus.
Konsep ALRI menumbuhkembangkan pasukan pendarat amfibi, pada zamannya mampu menjawab tugas dari Presiden Soekarno dalam kampanye angkatan laut untuk operasi Trikora dan melaksanakan operasi Dwikora. Namun pergeseran kepemimpinan nasional setelah tragedi G30S/PKI kembali menyusutkan kekuatan KKO AL.
Perkembangan selanjutnya pada 15 November 1975, nama KKO AL diganti kembali menjadi Korps Marinir. Sebulan kemudian ABRI menggelar Operasi Seroja di Timor Timur. Situasi yang paradoks pasca pengurangan personel KKO AL besar-besaran, lalu kembali memerlukan pengadaan personel untuk mendukung kesinambungan operasi keamanan dalam negeri.
Pasca reformasi 1998, pergeseran kebijakan ke arah pembangunan kelautan dan  menjadi poros maritim dunia serta perkembangan lingkungan strategis, diimbangi adanya penguatan kembali Korps Marinir.Â
Pengembangan kembali Korps Marinir mengingatkan kepada tuntunan keempat dari enam tuntunan Korps Marinir yang patut dipedomani oleh setiap prajurit pasukan pendarat amfibi. Tuntunan keempat tersebut adalah prajurit Korps Marinir tidak takut menghadapi kesulitan.
Pasukan pendarat sebagai yang pertama merebut tumpuan pantai memerlukan prajurit matra laut yang memiliki spirit tidak takut menghadapi kesulitan. Hal tersebut diekspresikan dalam tindakan agresif, tidak mengenal menyerah, totalitas ketulusan dalam pengabdian dan keberanian berkorban demi bangsa dan negara.
Kualitas prajurit yang militan tersebut harus dibentuk dan dijaga  untuk mempertahankan tegaknya NKRI. Militansi prajurit marinir terwakili oleh pribadi Usman dan Harun yang tegar menghadapi hukuman gantung di Singapura, Rebani bersama timnya melakukan serbuan di Kalabakan dan Slamet Priyono bersama tim pelaku pengintaian prapendaratan amfibi di Timor Timur.Â
Mereka adalah insan yang menjadi bagian dari 852 prajurit  marinir yang telah mengorbankan jiwa untuk kejayaan NKRI. Jadi militansi merupakan faktor kedua mengapa pendidikan komando diberlakukan untuk membentuk prajurit pasukan pendarat amfibi.
Korps Marinir adalah amanat
Relevan dengan pengembangan Korps Marinir, juga terdapat nilai dalam tuntunan ketiga Korps Marinir yang patut dipatuhi oleh setiap prajurit pasukan pendarat amfibi. Tuntunan ketiga tersebut adalah Korps Marinir bukan warisan, melainkan amanat titipan bagi generasi yang akan datang.
Maka ketika KKO AL berganti nama menjadi Korps Marinir, nama komando tidak pernah hilang dari sejarah. Pendidikan komando di Sekolah Perang Khusus KKO AL, juga diamanatkan untuk terus dilaksanakan kepada generasi Korps Marinir selanjutnya melalui lembaga Kodikmar Kodiklatal dan Akademi Angkatan Laut.
Kualifikasi komando sebagai kemampuan olah keprajuritan harus dikuasai setiap prajurit pasukan pendarat. Komando sebagai spirit harus terjaga dan terbina di jiwa prajurit satuan pemukul yang diproyeksikan dari laut.
Para pendahulu ALRI telah merintis KKO AL memiliki special operation capable yang kini menempatkan Korps Marinir TNI AL pada posisi elite. Status tersebut bukan diwariskan, namun diamanatkan kepada setiap generasi marinir agar mampu menjaga muruah satuan elite melalui pendidikan komando sebagai bagian dari pendidikan kejuruan marinir.
Menjaga kualitas adalah bagian dari amanat. Untuk menjaga kualitas Korps Marinir  secara periodik perlu melakukan tolokukur dengan mengirim perwakilan perwira muda tugas belajar di pusat pendidikan marinir negara tertentu. Sebagai contoh negara adidaya Amerika Serikat pun tetap mengirim perwira marinirnya mengikuti pelatihan Commando Training Center Royal Marines (CTCRM) Inggris .(forcesnews.com, 11/12/2023).
Tugas belajar ini bukan untuk mengikuti seluruh program pendidikan marinir di Inggris, namun hanya tahap All Arms Commando Course (AACC) selama 13 minggu. Pada sisi lama pendidikan sebagai pembanding  di Angkatan Udara Malaysia, Kursus Komando Tentara (KKT) untuk Pasukan Khas Udara (Paskau) TUDM adalah 12 minggu dengan latihan praKKT selama 1 bulan (bernama.com, 21/102023).
Penutup
Menyadari pentingnya kualitas SDM untuk mendukung tugas ALRI, pada tahun 1961 diberlakukan Pendidikan Komando di Sekolah Perang Khusus dalam pembentukan personel kejuruan KKO AL.
Kini pada usianya yang ke 79 Korps Marinir tetap konsisten memberlakukan Pendidikan Komando untuk membentuk prajurit Korps Marinir agar tetap sanggup menghadapi kompleksitas tantangan dan tugas yang diatur dalam undang-undang.
Korps Marinir TNI AL dan seluruh komponen bangsa dihadapkan kepada perubahan spektrum ancaman konvensional menjadi ancaman hibrida yang bersifat multidimensi, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan lingkungan strategis.
Pada titik inilah pendidikan komando marinir tetap relevan dibutuhkan untuk mencetak prajurit marinir militan, tidak menodai sejarah gemilang pendahulu dan menjaga muruah karena adanya amanat bagi generasi berikutnya, serta tidak menyakiti hati rakyat.
Dirgahayu 79 tahun Korps Marinir TNI AL.
Pudji Widodo,
Krian, 15112024 (192/134).
Rujukan tulisan :
1. Bramasthagiri : Resimen Samudera dan Corps Armada IV. Majalah Dharmasena No. 07, Desember 1987.
2. Jawatan Kesehatan TNI AL : Sejarah Kesehatan TNI Angkatan Laut. 1980.
3. Muzzaki AM : KKO Hingga Marinir 1948 - 1975, Pasang Surut Pasukan Pendarat TNI AL, Matapadi Presindo, 2020.
Sumber gambar : surabaya.kompas.com, militer.or.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H