Mohon tunggu...
Pudji Widodo
Pudji Widodo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Kesehatan Militer. Pensiunan.

Ada bila berarti

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menang Melawan Covid Mengendalikan Penyakit Gula Sulit

30 Januari 2025   03:32 Diperbarui: 30 Januari 2025   03:32 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kadar gula darah (dari: Shutterstock/GrAl via kompas.com)

Dasar regulasi konsumsi gula

Mencegah lebih baik daripada mengobati adalah pepatah yang relevan sepanjang zaman. Lalu apa pentingnya komparasi antara penanganan pandemi Covid-19 dengan regulasi konsumsi gula yang menjadi subjudul tulisan ini? 

Kesamaan aspek preventif dan promotif yang menjadi salah satu kunci sukses pengalaman penanganan pandemi Covid, diharapkan menjadi motivasi dalam mencegah penyakit yang berhubungan dengan kadar gula darah.

Mungkin tidak tepat karena Covid-19 adalah penyakit menular sedang Diabetes termasuk penyakit tidak menular. Pada kedua persoalan kesehatan tersebut diperlukan ketangguhan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan kesehatan.

Penjelasan Pasal 5 ayat 2.c UU Nomor 17 tentang Kesehatan Tahun 2023 menyebutkan bahwa pembangunan berwawasan kesehatan diantaranya melalui penguatan upaya kesehatan promotif dan preventif serta pemberdayaan masyarakat. Pasal tersebut tentu menjadi dasar kebijakan operasional semua upaya kesehatan preventif, termasuk informasi nilai gizi makanan.

Dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji. Peraturan ini telah diubah menjadi Permenkes RI Nomor 63 Tahun 2015 dengan perubahan pada pasal 10.

Saat diterbitkan, peraturan ini masih mengacu kepada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.  Seperti UU Kesehatan 2023, pada UU Kesehatan 2009 pun telah menempatkan paradigma kesehatan baru yang mengutamakan upaya kesehatan preventif.                      

Menurut Permenkes Nomor 30 Tahun 2013, anjuran konsumsi gula per orang per hari adalah 10% dari total energi (200kkal). Konsumsi tersebut setara dengan gula 4 sendok makan per orang per hari atau 50 gram per orang per hari. Ketentuan ini dipertegas Pasal 194 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menyebutkan Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan Gula-Garam-Lemak (GGL) dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji.

Namun lima tahun setelah Permenkes tersebut terbit, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2018 didapatkan data sangat tingginya tingkat konsumsi makanan manis 87,9% dan minuman manis 91,49% (yankes.kemkes.go.id).  Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan rata-rata konsumsi gula putih 160 gram per hari. Angka ini tiga kali lebih banyak dari anjuran konsumsi gula harian Kementerian Kesehatan RI.

Konsumsi harian makanan dan minuman manis serta konsumsi gula harian akan meningkatkan risiko mengidap penyakit diabetes melitus (DM) tipe-2 selain obesitas. Dari seluruh pengidap DM, 90% merupakan DM tipe-2 yang terkait dengan resistensi insulin.

Maka tidak mengagetkan bila International Diabetes Federation (IDF) menyatakan Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045.

Dalam laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023  Kemenkes RI disebutkan terjadi peningkatan prevalensi penyakit DM pada penduduk umur di atas 15 tahun. Prevalensi diabetes Indonesia pada tahun 2013 tercatat masih 6,9%, pada tahun 2018 menjadi  10,9% dan pada 2023 meningkat menjadi 11,7%.

Oleh karena itu diajukan upaya penanganan pandemi Covid-19 sebagai refleksi untuk membangkitkan motivasi masyarakat  menaati batas aman konsumsi gula. Pertimbangan aspek pembiayaan kesehatan dan situasi penyakit infeksi diajukan pada tulisan berikutnya.

Membangun kekebalan populasi  di tengah ancaman penyakit diabetes

Masih segar dalam ingatan kita ketika pandemi Covid-19 menyebabkan semua sektor kehidupan tersandera penerapan protokol kesehatan. Meskipun kita berhasil konsolidasi bangkit dari bencana non-alam pandemi Covid-19, tetapi harga yang harus dibayar sangat mahal.

Sebagian APBN harus dialihkan untuk mengatasi pandemi Covid-19. Yang tidak ternilai sampai Maret 2023 tercatat 161.005 orang meninggal dunia akibat Covid-19, termasuk 2.172 orang tenaga kesehatan.

Pandemi Covid-19 selain menimbulkan krisis kesehatan juga menyebabkan krisis ekonomi. Pelaksanaan vaksinasi memberikan harapan pemulihan ekonomi di tengah pandemi.

Tidak bisa disangkal bahwa keberhasilan pemulihan ekonomi nasional adalah dampak positif dari terbangunnya kekebalan populasi (herd immunity) sebagai upaya kesehatan preventif.  

Di bawah tekanan ekonomi, ketangguhan masyarakat diuji untuk taat kepada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna mencegah transmisi virus Corona.  Vaksinasi periodik untuk membentuk kekebalan populasi serta penapisan dengan rapid test dan tes PCR, merupakan syarat mobilitas lintas daerah dan antar negara.

Semua bentuk pembatasan yang ditujukan untuk mengatasi kecepatan dan risiko penularan serta tingginya angka kematian, memaksa masyarakat mentaati protokol kesehatan dan menerima vaksinasi Covid -19.

Aspek perjalanan penyakit Covid-19 juga dapat menjadi komparasi untuk membangun kesadaran pencegahan penyakit DM. Covid-19 bersifat akut mematikan dibanding perjalanan penyakit DM yang kronis lebih lama untuk sampai tahap merusak fungsi organ sasaran sebagai komplikasi.

Risiko kematian oleh COVID-19 meningkat pada pasien dengan penyakit penyerta. Angka kematian penderita DM pada pengidap Covid-19 adalah 6,3%, menempati peringkat kedua di bawah angka kematian penderita penyakit jantung-pembuluh darah dan lebih tinggi dari angka kematian akibat penyakit pernafasan kronis serta hipertensi.

Tingkat kesakitan dan tingkat kematian Covid-19 pada pasien DM secara signifikan lebih tinggi daripada pasien non-DM. Menarik untuk disimak bahwa DM sebagai penyakit katastropik dapat berlanjut menjadi penyakit katastropik yang lain sesuai target organ yang terpengaruh, di antaranya stroke; penyakit jantung dan gagal ginjal.

Akumulasi semua faktor penanganan Covid-19 untuk individu dan publik tersebut lebih sulit, lebih rumit dan lebih mahal dibanding upaya pencegahan penyakit DM.  Penatalaksanaan penyakit DM dimulai dari pencegahan yang dominan lebih kepada melakukan gaya hidup sehat, mengatur pola makan dan konsumsi Gula-Garam-Lemak serta mencegah obesitas. Hal ini perlu ditekankan terhadap penderita DM dalam forum Komunikasi; Informasi dan Edukasi.

Harus diakui bahwa Covid-19 telah membuat Sistem Kesehatan Nasional yang terakhir direvisi tahun 2012 tampak kedodoran. Lemahnya hampir semua subsektor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan selama pandemi Covid-19, mendorong Kemenkes RI menetapkan transformasi di semua lini pembangunan sektor kesehatan yang komprehensif. 

Pengendalian konsumsi makanan/minuman manis adalah bagian dari langkah nyata transformasi kesehatan aspek preventif dan promotif. Oleh karena itu, selain menetapkan batas maksimum kandungan gula, Pemerintah Pusat juga menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu.

Pengenaan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) diatur dalam Pasal 4 ayat 2 Undang-undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Pasal 194 ayat 5 PP Nomor 28 Tahun 2024. Ketentuan cukai MBDK akan dilaksanakan pada Semester-2 tahun 2025.

Kesadaran membatasi konsumsi gula

Penanggulangan Pandemi Covid-19 telah menyita sebagian besar masa tugas Pemerintah Kabinet Indonesia Maju. Belum pernah ada penanggulangan bencana penyakit di Indonesia serumit penanganan pandemi Covid-19.

Komparasi penanggulangan pandemi Covid-19 dapat menjadi pembelajaran dalam pencegahan penyakit DM. Penanganan diabetes sebagai penyakit tidak menular dalam koridor kesehatan komunitas, tidak serumit penanggulangan Covid-19.

Yang diperlukan adalah tumbuhnya kesadaran individu dan komunitas agar tidak menjadi kontributor peningkatan prevalensi DM. Kesadaran kolektif diperlukan mengingat potensi jumlah penderita DM mencapai 14% dari perkiraan penduduk usia produktif pada Indonesia Emas 2045.

Namun seperti tumbuhnya kesadaran warga kepada protokol kesehatan Covid-19 karena tegasnya penegakan ketentuan, maka wajar bila pemerintah menetapkan penerapan cukai MBDK untuk memaksa tumbuhnya kesadaran mencegah peningkatan prevalensi DM di Indonesia.

Memang telah dihitung potensi penerimaan cukai dari minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan tercantum dalam APBN 2025 mencapai Rp3,2 triliun. Namun tujuan utama pengenaan cukai MBDK bukan untuk menambah penerimaan negara, tetapi untuk mengurangi konsumsi gula tambahan yang memicu diabetes dan obesitas.

Terakhir, tulisan ini mengingatkan bahwa kegagalan mencegah meningkatnya prevalensi Diabetes Melitus dapat menggerus keberhasilan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Balita yang lolos dari ancaman stunting sejak dari dalam kandungan ibunya dan anak-remaja yang semula bertumbuh kembang normal, akan  berada dalam kepungan MBDK.

Bila mereka tak mampu keluar dari jebakan MBDK, kasus malnutrisi Obesitas dan DM tipe-2 akan terus meningkat dengan segala akibatnya. Efek domino kemudian di antaranya adalah peningkatan kasus penyakit jantung dan stroke pada usia produktif serta penyulit pemberantasan penyakit infeksi; termasuk tuberkulosis paru.

Mari kita berusaha tidak menjadi kontributor peningkatan prevalensi penyakit Diabetes.

Kita memiliki pengalaman ketangguhan mengalahkan pandemi Covid, seharusnya mengendalikan penyakit gula tidak sulit.

Pudji Widodo,
Sidoarjo, 29012025 (202/144).

Rujukan informasi: kesatu,  kedua,  ketiga,  keempat.
Sumber gambar : kompas.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun