Selanjutnya saat menjalani kariernya, Dinas Kesehatan Kotama berupaya membina setiap prajurit agar dapat menjaga status kesehatannya sesuai jenis tugas dan tipe satuan di mana dia bertugas. Pada aspek fisik bukan hanya sehat namun juga kebugarannya diuji agar terjaga prima.
Prajurit yang mengidap penyakit atau kondisi patologis mendapat layanan kuratif dan rehabilitatif agar segera kembali berdaya guna dalam tugas. Layanan paripurna tersebut meliputi upaya mencegah komplikasi dan kecacatan.
Status kejiwaan prajurit TNI AL pun secara periodik diperiksa. Pada level Pamen setiap 5 tahun harus menjalani tes MPPI di sub departemen kesehatan jiwa rumah sakit.
Hingga menjelang pensiun, seorang prajurit masih berhak mendapat layanan uji dan pemeriksaan kesehatan (urikkes) atau medical check up (MCU). Tugas Kesehatan TNI mengantar prajurit dengan data kesehatan yang akan dipergunakan untuk kembali ke masyarakat saat pensiun. Dengan status kesehatannya dia dapat melaksanakan peran sosialnya.
Jadi peran Kesehatan TNI pada tiga tahap karier keprajuritan menonjolkan upaya pencegahan penyakit agar prajurit memiliki daya guna yang optimal di sepanjang masa dinasnya. Tak salah bila disebut pada dasarnya Kesehatan Militer adalah Kesehatan Preventif.
Bersama dengan upaya promotif, pembinaan kesehatan preventif menempati arus utama dalam pembangunan kesehatan. Penguatan kesehatan preventif dan promotif menjadi fokus utama pelayanan kesehatan primer, yang menjadi pilar pertama transformasi kesehatan yang dicanangkan Kemenkes RI sebagai bentuk konsolidasi pasca-pandemi Covid-19.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pasal 18, menempatkan bentuk preventif dan promotif dalam Upaya Kesehatan Perorangan maupun Upaya Kesehatan Masyarakat. Artinya di jajaran TNI, kesehatan promotif preventif dilaksanakan individu prajurit maupun TNI sebagai komunitas.
Upaya promotif preventif kontra dominasi penyakit katastropik
Fokus penguatan aktivitas promotif preventif akan menghasilkan lebih banyak prajurit sehat, memperbaiki skrining kesehatan serta meningkatkan kapasitas layanan primer.
Namun upaya kesehatan preventif bukan tanpa tantangan, terutama dari kalangan prajurit sendiri. Sebagai contoh, memahami pentingnya data dan penapisan kesehatan, satuan menerbitkan surat perintah agar personel melaksanakan MCU disertai punishment tidak diizinkan cuti bagi yang tidak melaksanakan.
Untuk mencapai target cakupan MCU prajurit, Dinas Kesehatan tidak bisa hanya mengandalkan kesadaran prajurit tentang pentingnya MCU. Bahkan dipandang perlu Dinas Kesehatan aktif memfasilitasi penegakan disiplin program Polisi Militer, Â yang terkait dengan kesehatan mental prajurit melalui penapisan tes narkoba.