Menahan marah di loket kasir.
Seorang sersan mayor, selanjutnya sebut Pak Serma, mencermati secarik kertas yang diterimanya dari petugas nurse station ketika mengurus surat  pulang perawatan untuk istrinya. Oleh dokter, istrinya sudah boleh pulang dan melanjutkan rawat jalan.
Satu instruksi selanjutnya dia terima. Dia harus membawa lembar layanan rawat inap ke kasir. Meskipun tidak tercantum nilai biaya, mulai ada rasa tak nyaman dan prasangka negatif di benaknya. Mulai kapan pasien keluarga TNI AL harus membayar biaya perawatan ?
Pertanyaan itu tetap disimpannya dalam hati ketika dia menyerahkan lembar biaya pelayanan kesehatan ke kasir. Di bangku pelayanan kasir dia menunggu, namun siap menembakkan amunisi kemarahan.
Tak lama kemudian, kasir memanggil Pak Serma, lalu memberinya lembar  biaya perawatan, kali ini sudah lengkap dengan nilai rupiah.
Dengan ramah kasir mengucapkan : "Selesai Pak, semoga istri cepat pulih."
"Lah ini untuk apa Bu?"
"Oh itu rincian pembiayaan perawatan dan pengobatan untuk istri Bapak, sebagai bukti  Bapak telah melunasi biaya perawatan istri bapak ."
"Terus bayar dokternya?"
"Tidak perlu, gaji Bapak kan sudah dipotong tiap bulan untuk pelayanan kesehatan."
Pak Serma tahu bahwa yang merawat istrinya bukan dokter angkatan laut, tetapi dokter spesialis penyakit dalam mitra dari rumah sakit lain.
"Bapak tidak perlu menambah pembayaran lagi."
Barulah Pak Serma lega dan tidak jadi mengungkapkan kemarahan. Secarik kertas itu membangkitkan kesadaran betapa mahalnya sakit dan pentingnya menjaga kesehatan.
Biarpun gaji telah dipotong tiap bulan untuk dana kesehatan, yang jauh lebih penting adalah berupaya mencegah agar tidak jatuh sakit. Prinsip mencegah lebih baik dari pada mengobati tetaplah relevan sepanjang jaman.
Upaya promotif preventif tiga tahap karier prajurit
Upaya pencegahan penyakit dilaksanakan Kesehatan TNI pada tiga tahap perjalanan pengabdian seorang prajurit. Mulai dari tahap seleksi calon dan memantau selama pembentukan di lembaga pendidikan, memelihara dan memantau kesehatannya sepanjang karier dan mengantar sampai purnatugas tetap dalam keadaan sehat.
Pada tahap seleksi calon prajurit, proses pemeriksaan kesehatan bukan untuk mendiagnosis penyakit  seperti di poliklinik. Tergantung derajatnya, satu temuan patologis cukup membuat calon tidak lulus seleksi. Keputusan tersebut tanpa perlu mencari penyebabnya, apakah calon mengidap penyakit tertentu, baik fisik ataupun status kejiwaannya.