Pada dasarnya menabung juga memberikan banyak keuntungan. Sejak belum mengenyam pendidikan, ibu saya selalu mengatakan "menabung bisa untuk sekolah, bisa beli mainan, bisa beli apa yang adek mau". Pesan sederhana yang saat ini saya terapkan sebagai kebiasaan. Selain itu, kebanggaan juga berlipat apabila memiliki tabungan dalam jumlah banyak. Bukan dalam arti untuk menyombongkan diri, tetapi dengan tabungan yang banyak mudah membuat perencanaan hidup. Banyaknya uang cadangan selaras dengan banyaknya alternatif yang bisa dilakukan.
Ditelisik dari segi manfaat yang lebih luas, dengan menabung juga berguna untuk pertumbuhan ekonomi. Sebab semakin tinggi rasio menabung masyarakat Indonesia akan meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia. Menurut saya, menabung itu satu kebiasaan baik dengan sejuta manfaat. Itulah kiranya.
Pengalaman adalah Guru Terbaik
Masih ingat peristiwa yang membuat perekonomian kita terpuruk? Benar, gejolak perekonomian yang terjadi di tahun 1998. Â Hingga dikatakan sebagai periode kelam perekonomian Indonesia.
Bermula dari Thailand, di mana Bath melemah hingga 56%, lalu menimbulkan efek rambatan pada Rupiah. Akibatnya mata uang Indonesia anjlok drastis bak roket jatuh. Bahkan sempat tercatat pada Juni 1998, nilai tukar Rupiah tumbang hingga 16.800/dollar AS. Capaian terendah dalam sejarah perekonomian kita.
Sekaratnya keuangan Indonesia berimbas pada seluruh sendi perekonomian. Banyak perusahaan yang collapse. Getahnya juga dirasakan oleh perbankan. Terhitung pada 1 November 1997 setidaknya ada 16 bank dilikuidasi.
Tak cukup sampai situ. Dahsyatnya krisis keuangan Indonesia juga berujung pada gejolak sosial-politik. Tuntutan reformasi yang digelorakan oleh aktivis dari kalangan Mahasiswa kala itu menjadi bukti nyata. Puncaknya pada 21 Mei 1998, rezim Orde Baru runtuh.
Dari krisis 1998 kita mengetahui bahwa instabilitas keuangan rentan terhadap berbagai dimensi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, rentetan peristiwa sejarah ini semestinya dijadikan 'alarm pengingat' untuk senantiasa menjaga stabilitas keuangan. Seperti yang dikatakan Ahmad Fuadi dalam Negeri 5 Menara. History is not nostalgic art, but history is ibrah, lessons, that we can pull to the present, to prepare for a better future. Begitulah seharusnya dalam menyikapi sejarah.Â
Bagi saya pribadi, sejarah adalah pengalaman dan pengalaman adalah pembelajaran. Dengan demikian, baik gejolak tahun 1998 maupun pengalaman hidup sebagai perantau adalah ibrah. Dari keduanya, saya tidak hanya memahami pentingnya menjaga stabilitas keuangan. Lebih dari itu, sebagai pelaku ekonomi yang bersinggungan langsung dengan sektor riil perekonomian, kedua pengalaman itu mengajarkan saya untuk memiliki financial behavior (perilaku keuangan) yang baik. Yaitu dengan memanajemen perilaku yang relevan dengan pengelolaan uang untuk masa depan yang mapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H