Tidak bisa berbuat apa-apa masih dalam posisi yang sama. Hajaran botol hampir membuatku pingsan.
Sambil terduduk yang kurasakan hanya panas dan perih. Cairan kental mulai membasahi sela-sela pangkal, hal itu membuatku merasakan sensasi hangat sekaligus dingin.
Tidak lama aku ambruk dalam kantuk yang sangat hebat; aku tertidur dengan pulas seiring terdengar Julia tertawa sekeras-kerasnya.
Lalu aku mendadak tersentak.
Kurasakan geli ditelingaku, terasa hangat dan basah, juga akrab.
"Mas, bangun. Sarapannya sudah siap, mobil juga sudah kupanaskan, sudah jam lima tau! Aku mau antar Dike ke sekolah sebentar lagi, nanti ketinggalan sarapan lho", kudengar suara Inge membisiki telingaku.
Aku langsung terkesiap, "Kepalaku berat banget, aku menggigau nggak?", hanya itu yang meluncur dari mulutku, takut-takut kalau aku menyebut nama Julia dalam tidur, bisa gawat pikirku.
Inge pasti ngambek.
"Aku tidur sama Dike, dia minta ditemani tidurnya semalam, sambil diceritakan dongeng Kancil, tumben itu anak takut, nggak pernah-pernahnya lho dia manja seperti itu, sama kayak kamu yang manja, mas", katanya.
"Ohya, aku tidak ingat kejadian kemarin, yang kuingat aku sedang ada meeting, ada apa ya?", aku bertanya pada Inge mengalihkan pembicaraan, karena aku baru sadar kalau aku kemarin di kantor belum sempat pulang kerumah selama dua hari berturut-turut karena ada sesuatu lebih  yang harus dikerjakan.
"Kamu pingsan kemarin, mas. Itu kaat rekan kantormu. Dia langsung membawamu pulang. Bukannya dibawa kerumah sakit atau apa ini malah diantar pulang! Aneh sekali, kurang professional kantor mu mas dalam memelihara kesehatan pekerjanya. Aku sendiri juga yang kesana buat ambil mobilmu. Tiga bulan ini, kuperhatikan, kamu kayaknya bekerja terlalu keras, ada proyek besar di kantor?", dia bertanya