Pasar Pagi Samarinda, sebagai salah satu pasar tradisional terbesar dan tertua di Kota Samarinda, memiliki peranan penting dalam ekonomi lokal dan menjadi tempat bergantungnya banyak pedagang-pedagang. Proses revitalisasi yang dilakukan pemerintah kota bertujuan untuk meningkatkan daya saing Pasar Pagi agar mampu bersaing dengan pasar modern. Namun, proyek ini menghadapi kendala serius karena minimnya partisipasi dari para pedagang dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Para pedagang merasa bahwa mereka tidak diajak berdiskusi sejak awal perencanaan, sehingga informasi mengenai relokasi lebih banyak didapatkan melalui media sosial tanpa konsultasi langsung pada para pedagang. Tempat relokasi yang disediakan, seperti di Pasar Sei Dama Baru dan Mall Segiri Grosir Samarinda, dinilai kurang layak karena memiliki aksesibilitas rendah, area parkir terbatas, dan jumlah pelanggan yang sedikit. Situasi ini menimbulkan kerugian bagi pedagang yang bergantung pada pendapatan dari Pasar Pagi dan mempengaruhi kestabilan ekonomi mereka.Â
Selain itu, terjadi tumpang tindih pada penempatan kios yang menambah kesulitan di lokasi relokasi baru. Di samping itu, pemilik kios atau ruko di sekitar Pasar Pagi juga mengalami polemik karena mereka merasa tidak dilibatkan dalam keputusan revitalisasi. Penolakan para pedagang saat pembongkaran menunjukkan perlunya transparansi dan partisipasi dalam prosesnya. Kurangnya keterlibatan dari para pedagang mempunyai potensi dapot menimbulkan ketegangan sosial, yang tidak hanya dapat merusak hubungan antara pemerintah dan masyarakat setempat, melainkan juga menghambat keberhasilan proses revitalisasi itu sendiri. Oleh karena itu, revitalisasi berbasis partisipatif yang melibatkan pedagang dan para pemangku kepentingan (dalam hal ini pemerintah) perlu diterapkan agar proses revitalisasi ini dapat berjalan lebih inklusif dan berkelanjutan, menciptakan pasar yang tidak hanya modern dan tertata tetapi juga diterima baik oleh masyarakat.
Pasar Pagi Samarinda berperan penting dalam aktivitas ekonomi lokal dan menjadi sumber penghidupan utama bagi banyak pedagang kecil. Pemerintah Kota Samarinda merencanakan revitalisasi pasar ini untuk meningkatkan daya saing dan menarik lebih banyak pengunjung dari berbagai segmen ekonomi. Namun, proyek ini menghadapi tantangan besar karena minimnya keterlibatan pedagang dalam proses perencanaan dan pelaksanaan revitalisasi, yang menimbulkan sejumlah masalah.Â
Pedagang Pasar Pagi merasa tidak dilibatkan dalam keputusan terkait revitalisasi dan relokasi, dengan sebagian besar informasi hanya tersedia melalui media sosial tanpa adanya diskusi atau konsultasi langsung. Lokasi relokasi yang disediakan, seperti Pasar Sei Dama Baru dan Mall Segiri Grosir Samarinda, dinilai tidak sesuai karena aksesibilitas yang rendah, keterbatasan lahan parkir, dan minimnya jumlah pelanggan. Kondisi ini berpotensi menurunkan pendapatan pedagang dan mengganggu kestabilan perekonomian mereka. Selain itu, kurangnya penataan yang baik dalam lokasi relokasi menyebabkan tumpang tindih antar kios, menambah beban bagi pedagang.Â
Polemik juga muncul di kalangan pemilik kios dan ruko di sekitar Pasar Pagi yang merasa tidak dilibatkan dalam proses revitalisasi, sehingga mereka menolak pembongkaran dan relokasi. Kurangnya partisipasi pedagang dan stakeholder lain berpotensi menimbulkan konflik sosial yang merugikan berbagai pihak, serta menghambat keberhasilan revitalisasi itu sendiri.Â
Untuk menjamin keberhasilan proyek ini dan memastikan revitalisasi yang melibatkan seluruh pihak, pemerintah perlu menerapkan pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pedagang, pemilik kios, dan masyarakat lokal dalam proses perencanaan dan implementasi nya. Hal ini akan dapat membantu menciptakan pasar yang lebih modern, tertata, dan dapat diterima oleh semua pihak baik itu pemerintah, pedagang, dan pelanggan
Â
Dampak
Proses revitalisasi dan relokasi pasar tradisional yang minim partisipasi pedagang dapat memunculkan berbagai dampak negatif yang signifikan. Salah satu dampak utama adalah ketidakpuasan dan ketegangan sosial antara pemerintah dan pedagang. Ketika pedagang tidak dilibatkan dalam proses perencanaan revitalisasi, mereka merasa bahwa keputusan tersebut diambil secara sepihak, tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan keberlanjutan pekerjaan mereka. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan yang memperburuk hubungan antara pemerintah dan para pedagang, bahkan berpotensi memunculkan protes atau konflik sosial. Ketidakpuasan ini mengarah pada hilangnya kepercayaan pedagang-pedagang terhadap proses revitalisasi, yang sebenarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kondisi pasar mereka itu sendiri.Â
Dampak selanjutnya adalah pengaruh terhadap kestabilan ekonomi para pedagang. Relokasi pedagang-pedagang ke lokasi yang tidak sesuai atau kurang strategis dapat menyebabkan turunnya jumlah pengunjung yang mencari barang dan penghasilan mereka. Lokasi relokasi yang sulit dijangkau, kurangnya fasilitas seperti area parkir, serta tumpang tindih antara lokasi kios yang baru, dapat memperburuk situasi bagi para pedagang yang sebelumnya telah terbiasa dengan pasar yang keadaannya lebih ramai. Hal ini menyebabkan banyak pedagang mengalami ketidakstabilan ekonomi, yang berisiko pada kebangkrutan bagi mereka yang mengandalkan pasar tradisional sebagai mata pencaharian utama. Selain itu, ketidaknyamanan yang timbul dari aksesibilitas yang buruk dapat mengurangi daya tarik pasar tersebut, baik bagi pedagang maupun pelanggan.Â
Ketidaksesuaian lokasi relokasi dan kurangnya komunikasi yang baik juga berpotensi merusak citra pasar tradisional tersebut. Meskipun pasar tersebut telah menjalani revitalisasi fisik, pasar yang baru yang tidak terorganisir atau sepi pengunjung dapat tetap dipandang sebagai tempat yang kumuh dan tidak teratur. Hal ini memperburuk stigma negatif yang sudah ada terhadap pasar, dan membuatnya menjadi semakin tertinggal dibandingkan dengan pasar modern yang lebih tertata dan nyaman. Akibatnya, revitalisasi yang tujuan awalnya untuk meningkatkan daya saing pasar malah gagal dalam usaha menarik pelanggan dan meningkatkan kualitas pengalaman berbelanja.Â
Tidak hanya pedagang pasar yang merasakan dampak negatifnya, pemilik ruko yang terlibat dalam pasar juga merasakan imbasnya. Keputusan revitalisasi yang tidak melibatkan mereka dalam perencanaan menyebabkan ketidakpuasan dan polemik mengenai pembongkaran serta relokasi. Masyarakat sekitar yang terdampak juga merasa tidak dihargai, yang mana menambah ketegangan sosial di sekitar pasar. Semua masalah ini memperlambat keberhasilan revitalisasi yang dirancang untuk menciptakan pasar yang lebih modern dan kompetitif. Oleh karena itu, pentingnya bagi pemerintah untuk melibatkan para pedagang, pemilik kios, dan masyarakat dalam proses perencanaan revitalisasi agar tujuan utama dari proses revitalisasi pasar dapat tercapai, yakni meningkatkan kualitas pasar dan daya saingnya tanpa menimbulkan konflik sosia
Penyebab
Masalah yang terjadi dalam proses revitalisasi Pasar Pagi di Samarinda, khususnya terkait dengan minimnya partisipasi pedagang, muncul akibat beberapa faktor yang saling berkaitan. Salah satu faktor utama adalah kurangnya keterlibatan pedagang dalam proses perencanaan dan pelaksanaan revitalisasi pasar. Sejak awal, pemerintah Kota Samarinda tidak melibatkan pedagang dalam diskusi atau konsultasi yang seharusnya menjadi bagian penting dari perencanaan revitalisasi. Pedagang hanya menerima informasi mengenai perubahan ini melalui media sosial, yang membuat mereka merasa tidak dihargai dan terpinggirkan dalam proses yang seharusnya menyangkut kehidupan ekonomi mereka. Tanpa adanya diskusi langsung, keputusan yang diambil oleh pemerintah terkesan sepihak dan terburu-buru, memicu ketidakpercayaan dan penolakan dari para pedagang. Sebagai bukti, dalam pertemuan yang diadakan pada 4 Desember 2023 antara perwakilan pedagang dengan Walikota Samarinda, tuntutan pedagang tidak digubris, yang dimana malah semakin memperburuk hubungan antara pemerintah dan pedagang. Hal ini sejalan dengan temuan dalam literatur oleh World Bank (2012), yang menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan kebijakan publik sangat penting untuk keberhasilan kebijakan tersebut, terutama dalam konteks pasar tradisional yang erat kaitannya dengan keberlangsungan pekerjaan pedagang.Â
Proses relokasi para pedagang ke pasar baru atau lokasi yang telah disiapkan juga mengalami kendala serius. Relokasi dilakukan secara terburu-buru tanpa perencanaan yang cukup matang, sehingga terjadinya banyak pedagang yang merasa lokasi baru yang disediakan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Beberapa pedagang merasa bahwa tempat relokasi tidak strategis dan tidak memberikan kemudahan akses bagi pengunjung, yang pada akhirnya berpengaruh pada penjualan mereka. Banyak juga pedagang yang merasa bahwa tempat baru tidak menyediakan fasilitas yang memadai, seperti area parkir yang cukup, yang menjadi kebutuhan penting bagi pengunjung pasar. Hal ini berdampak langsung pada pendapatan pedagang yang menurun setelah proses relokasi. Dalam sebuah penelitian ditunjukkan bahwa perubahan yang terburu-buru dan tanpa persiapan matang akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, terutama bagi mereka yang bergantung pada tempat mereka berjualan. Oleh karena itu, kebijakan revitalisasi harus dilaksanakan dengan lebih cermat dan memperhatikan kesiapan pedagang dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut.Â
Masalah lain yang juga mempengaruhi proses revitalisasi pasar adalah stigma negatif (buruk) yang melekat pada pasar tradisional, seperti Pasar Pagi. Pasar tradisional sering dianggap sebagai tempat yang kumuh dan tidak tertata, sehingga kurang diminati oleh kalangan kelas menengah ke atas yang lebih memilih pergi ke pasar modern. Hal ini menyebabkan pasar tradisional, yang sebagian besar pengunjungnya berasal dari kalangan menengah ke bawah, menjadi terpinggirkan. Stigma ini berdampak pada keputusan pemerintah yang lebih memprioritaskan pengembangan pasar modern yang dinilai lebih rapi dan nyaman. Kebijakan ini seringkali mengabaikan kebutuhan dan keberlanjutan kehidupan pedagang pasar tradisional. Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa stigma terhadap pasar tradisional memang memengaruhi kebijakan revitalisasi yang kurang memperhatikan aspek sosial dan ekonomi para pedagang. Revitalisasi pasar yang hanya fokus pada pembangunan fisik pasar tanpa melibatkan pedagang secara aktif hanya akan menciptakan ketidakpuasan di kalangan para pedagang, yang pada akhirnya merugikan keberhasilan kebijakan tersebut.Â
Selain itu, masalah aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas juga menjadi hambatan dalam proses revitalisasi pasar. Lokasi relokasi yang dipilih pemerintah sering kali tidak mudah diakses oleh pengunjung dan pedagang. Keterbatasan fasilitas parkir dan buruknya akses transportasi menjadi faktor yang menyebabkan sepinya pelanggan di lokasi baru. Hal ini memperburuk keadaan pedagang yang sudah merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan yang dilakukan secara mendadak. Selain itu, aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas seperti parkir sangat penting dalam menciptakan pasar yang nyaman dan menarik bagi pengunjung, baik konsumen maupun pedagang. Tanpa perbaikan di aspek ini, pasar setelah proses relokasi akan kesulitan bersaing dengan pasar modern yang memiliki fasilitas lebih memadai.
Dari berbagai faktor yang ada, jelas terlihat bahwa kebijakan revitalisasi yang ada belum sepenuhnya memperhatikan partisipasi pedagang dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi pedagang dalam setiap tahap perencanaan revitalisasi. Proses revitalisasi yang melibatkan seluruh pihak akan memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya berpihak pada pengembangan infrastruktur fisik, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan pedagang. Pemerintah perlu merencanakan dengan matang lokasi relokasi yang memenuhi standar kenyamanan, aksesibilitas, dan fasilitas yang memadai, serta melibatkan pedagang dalam proses evaluasi dan perencanaan. Revitalisasi pasar yang dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis dan partisipatif akan membawa dampak yang lebih positif bagi para pedagang dan masyarakat, serta meningkatkan daya saing pasar tradisional terhadap pasar modern.
Agenda Kebijakan
 Kesimpulan dari permasalahan ini menunjukkan bahwa revitalisasi Pasar Pagi Samarinda belum berhasil optimal karena minimnya partisipasi pedagang dalam perencanaan dan pelaksanaannya, yang mengakibatkan ketidakpuasan dan dampak negatif terhadap perekonomian pedagang. Oleh karena itu, rekomendasi ini ditujukan kepada Pemerintah Kota Samarinda untuk melibatkan pedagang secara aktif dalam setiap tahap revitalisasi, memastikan lokasi relokasi yang lebih strategis, serta memperbaiki fasilitas pendukung agar pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern dan meningkatkan kesejahteraan pedagangÂ
Meningkatkan Partisipasi Pedagang dalam Proses Perencanaan dan Pelaksanaan RevitalisasiÂ
Untuk memastikan keberhasilan revitalisasi Pasar Pagi, pemerintah kota Samarinda harus melibatkan pedagang dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan. Banyak kota di dunia telah mengimplementasikan kebijakan yang melibatkan pedagang dalam perencanaan pasar, seperti yang dilakukan di Medelln, Kolombia, yang membentuk komite perencanaan pasar yang terdiri dari pedagang, pemerintah, dan masyarakat. Ini memungkinkan keputusan yang diambil lebih mencerminkan kebutuhan dan harapan pedagang. Selain itu, di Singapura, pasar tradisional dikelola oleh pedagang yang terlibat dalam operasional dan pengambilan keputusan, yang turut menjaga kualitas dan keberlanjutan pasar. Oleh karena itu, pemerintah Samarinda dapat mengadopsi pendekatan ini dengan membentuk komite perencanaan yang melibatkan pedagang, mengadakan diskusi terbuka, dan menyediakan saluran komunikasi yang jelas melalui pertemuan atau platform daring untuk mendengarkan masukan mereka. Ini akan memastikan bahwa pedagang merasa dihargai dan terlibat langsung dalam proses perubahan yang menyangkut kehidupan ekonomi mereka.Â
Revitalisasi Pasar dengan Perhatian pada Kebutuhan Infrastruktur dan Aksesibilitas
 Penting bagi revitalisasi Pasar Pagi untuk tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik pasar, tetapi juga pada infrastruktur dan aksesibilitas yang memadai bagi pedagang dan pelanggan. Di berbagai negara, seperti kota Bangkok dan Tokyo, revitalisasi pasar tradisional dilakukan dengan memperhatikan kemudahan akses, ketersediaan lahan parkir, dan fasilitas umum lainnya. Di Bangkok, contohnya, peningkatan fasilitas umum dan akses transportasi sangat diperhatikan untuk mendukung kelancaran operasional pasar. Pemerintah Samarinda dapat mengambil langkah serupa dengan merencanakan lokasi relokasi yang mudah dijangkau baik oleh kendaraan umum maupun pribadi. Tersedianya fasilitas parkir yang memadai dan perbaikan aksesibilitas ke pasar akan memastikan bahwa baik pedagang maupun pengunjung dapat mengakses pasar dengan nyaman, yang pada akhirnya akan meningkatkan kuantitas kunjungan dan potensi pendapatan bagi para pedagang.Â
Pelaksanaan Relokasi dengan Perencanaan yang Matang dan Memperhatikan Kebutuhan Pedagang
 Proses relokasi pedagang ke pasar yang baru harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan memperhatikan kebutuhan spesifik mereka. Dalam contoh revitalisasi pasar di kota Copenhagen dan Melbourne, perencanaan dilakukan dengan melibatkan pedagang dalam memilih lokasi baru dan memastikan bahwa relokasi tidak mengganggu operasional mereka. Pemerintah kota Samarinda perlu memastikan bahwa lokasi relokasi yang dipilih benar-benar sesuai dan memenuhi kebutuhan pedagang, seperti akses yang mudah dan lingkungan yang mendukung kegiatan perdagangan. Proses ini harus dilakukan dengan memperhitungkan potensi pengunjung dan fasilitas yang memadai, serta memberi waktu yang cukup bagi pedagang untuk beradaptasi dengan perubahan yang ada. Dengan demikian, kebijakan relokasi yang bersifat menyeluruh dan terencana dengan baik akan memastikan bahwa pedagang-pedagang tetap dapat mempertahankan mata pencaharian mereka meskipun adanya perubahan besar dalam struktur pasar.Â
Meningkatkan Citra Pasar Tradisional dengan Pendekatan yang Berkelanjutan
 Revitalisasi Pasar Pagi juga harus diimbangi dengan upaya untuk mengubah stigma negatif terhadap pasar tradisional. Pasar tradisional sering kali dipandang kurang bersih dan teratur, yang menyebabkan pelanggan dari kalangan menengah ke atas enggan berkunjung. Kota-kota seperti Seoul dan Mexico City telah berhasil mengubah citra pasar tradisional dengan pendekatan yang berkelanjutan, baik melalui peningkatan kebersihan, desain yang lebih modern, maupun kampanye pemasaran yang melibatkan masyarakat. Pemerintah Kota Samarinda dapat mengimplementasikan kampanye pemasaran yang menyoroti nilai tradisional pasar serta memperkenalkan perbaikan fisik dan fasilitas yang lebih modern untuk menarik pengunjung dari berbagai kalangan. Dengan perubahan citra pasar yang lebih positif, pasar tradisional akan menjadi lebih menarik dan mampu bersaing dengan pasar modern.Â
Penilaian dan Evaluasi Berkala Pasca Revitalisasi
 Agar proses revitalisasi tetap berjalan sesuai harapan, pemerintah kota Samarinda perlu melakukan monitoring dan evaluasi berkala setelah relokasi pasar selesai. Seperti yang diterapkan di Barcelona, evaluasi secara rutin terhadap keberhasilan revitalisasi pasar sangat penting untuk menilai apakah kebijakan yang diterapkan telah memenuhi tujuan yang diinginkan. Pemerintah dapat mengadakan forum evaluasi yang melibatkan pedagang untuk mendapatkan masukan langsung mengenai aspek-aspek yang perlu diperbaiki. Evaluasi yang transparan dan partisipatif ini akan memungkinkan pemerintah untuk melakukan penyesuaian kebijakan atau infrastruktur jika diperlukan, dan memastikan bahwa revitalisasi pasar tidak hanya berdampak positif dalam jangka pendek, tetapi juga berkelanjutan dalam jangka yang panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H