Ketidaksesuaian lokasi relokasi dan kurangnya komunikasi yang baik juga berpotensi merusak citra pasar tradisional tersebut. Meskipun pasar tersebut telah menjalani revitalisasi fisik, pasar yang baru yang tidak terorganisir atau sepi pengunjung dapat tetap dipandang sebagai tempat yang kumuh dan tidak teratur. Hal ini memperburuk stigma negatif yang sudah ada terhadap pasar, dan membuatnya menjadi semakin tertinggal dibandingkan dengan pasar modern yang lebih tertata dan nyaman. Akibatnya, revitalisasi yang tujuan awalnya untuk meningkatkan daya saing pasar malah gagal dalam usaha menarik pelanggan dan meningkatkan kualitas pengalaman berbelanja.Â
Tidak hanya pedagang pasar yang merasakan dampak negatifnya, pemilik ruko yang terlibat dalam pasar juga merasakan imbasnya. Keputusan revitalisasi yang tidak melibatkan mereka dalam perencanaan menyebabkan ketidakpuasan dan polemik mengenai pembongkaran serta relokasi. Masyarakat sekitar yang terdampak juga merasa tidak dihargai, yang mana menambah ketegangan sosial di sekitar pasar. Semua masalah ini memperlambat keberhasilan revitalisasi yang dirancang untuk menciptakan pasar yang lebih modern dan kompetitif. Oleh karena itu, pentingnya bagi pemerintah untuk melibatkan para pedagang, pemilik kios, dan masyarakat dalam proses perencanaan revitalisasi agar tujuan utama dari proses revitalisasi pasar dapat tercapai, yakni meningkatkan kualitas pasar dan daya saingnya tanpa menimbulkan konflik sosia
Penyebab
Masalah yang terjadi dalam proses revitalisasi Pasar Pagi di Samarinda, khususnya terkait dengan minimnya partisipasi pedagang, muncul akibat beberapa faktor yang saling berkaitan. Salah satu faktor utama adalah kurangnya keterlibatan pedagang dalam proses perencanaan dan pelaksanaan revitalisasi pasar. Sejak awal, pemerintah Kota Samarinda tidak melibatkan pedagang dalam diskusi atau konsultasi yang seharusnya menjadi bagian penting dari perencanaan revitalisasi. Pedagang hanya menerima informasi mengenai perubahan ini melalui media sosial, yang membuat mereka merasa tidak dihargai dan terpinggirkan dalam proses yang seharusnya menyangkut kehidupan ekonomi mereka. Tanpa adanya diskusi langsung, keputusan yang diambil oleh pemerintah terkesan sepihak dan terburu-buru, memicu ketidakpercayaan dan penolakan dari para pedagang. Sebagai bukti, dalam pertemuan yang diadakan pada 4 Desember 2023 antara perwakilan pedagang dengan Walikota Samarinda, tuntutan pedagang tidak digubris, yang dimana malah semakin memperburuk hubungan antara pemerintah dan pedagang. Hal ini sejalan dengan temuan dalam literatur oleh World Bank (2012), yang menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam perencanaan kebijakan publik sangat penting untuk keberhasilan kebijakan tersebut, terutama dalam konteks pasar tradisional yang erat kaitannya dengan keberlangsungan pekerjaan pedagang.Â
Proses relokasi para pedagang ke pasar baru atau lokasi yang telah disiapkan juga mengalami kendala serius. Relokasi dilakukan secara terburu-buru tanpa perencanaan yang cukup matang, sehingga terjadinya banyak pedagang yang merasa lokasi baru yang disediakan tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Beberapa pedagang merasa bahwa tempat relokasi tidak strategis dan tidak memberikan kemudahan akses bagi pengunjung, yang pada akhirnya berpengaruh pada penjualan mereka. Banyak juga pedagang yang merasa bahwa tempat baru tidak menyediakan fasilitas yang memadai, seperti area parkir yang cukup, yang menjadi kebutuhan penting bagi pengunjung pasar. Hal ini berdampak langsung pada pendapatan pedagang yang menurun setelah proses relokasi. Dalam sebuah penelitian ditunjukkan bahwa perubahan yang terburu-buru dan tanpa persiapan matang akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, terutama bagi mereka yang bergantung pada tempat mereka berjualan. Oleh karena itu, kebijakan revitalisasi harus dilaksanakan dengan lebih cermat dan memperhatikan kesiapan pedagang dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut.Â
Masalah lain yang juga mempengaruhi proses revitalisasi pasar adalah stigma negatif (buruk) yang melekat pada pasar tradisional, seperti Pasar Pagi. Pasar tradisional sering dianggap sebagai tempat yang kumuh dan tidak tertata, sehingga kurang diminati oleh kalangan kelas menengah ke atas yang lebih memilih pergi ke pasar modern. Hal ini menyebabkan pasar tradisional, yang sebagian besar pengunjungnya berasal dari kalangan menengah ke bawah, menjadi terpinggirkan. Stigma ini berdampak pada keputusan pemerintah yang lebih memprioritaskan pengembangan pasar modern yang dinilai lebih rapi dan nyaman. Kebijakan ini seringkali mengabaikan kebutuhan dan keberlanjutan kehidupan pedagang pasar tradisional. Dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa stigma terhadap pasar tradisional memang memengaruhi kebijakan revitalisasi yang kurang memperhatikan aspek sosial dan ekonomi para pedagang. Revitalisasi pasar yang hanya fokus pada pembangunan fisik pasar tanpa melibatkan pedagang secara aktif hanya akan menciptakan ketidakpuasan di kalangan para pedagang, yang pada akhirnya merugikan keberhasilan kebijakan tersebut.Â
Selain itu, masalah aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas juga menjadi hambatan dalam proses revitalisasi pasar. Lokasi relokasi yang dipilih pemerintah sering kali tidak mudah diakses oleh pengunjung dan pedagang. Keterbatasan fasilitas parkir dan buruknya akses transportasi menjadi faktor yang menyebabkan sepinya pelanggan di lokasi baru. Hal ini memperburuk keadaan pedagang yang sudah merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan perubahan yang dilakukan secara mendadak. Selain itu, aksesibilitas dan ketersediaan fasilitas seperti parkir sangat penting dalam menciptakan pasar yang nyaman dan menarik bagi pengunjung, baik konsumen maupun pedagang. Tanpa perbaikan di aspek ini, pasar setelah proses relokasi akan kesulitan bersaing dengan pasar modern yang memiliki fasilitas lebih memadai.
Dari berbagai faktor yang ada, jelas terlihat bahwa kebijakan revitalisasi yang ada belum sepenuhnya memperhatikan partisipasi pedagang dan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi pedagang dalam setiap tahap perencanaan revitalisasi. Proses revitalisasi yang melibatkan seluruh pihak akan memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak hanya berpihak pada pengembangan infrastruktur fisik, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan pedagang. Pemerintah perlu merencanakan dengan matang lokasi relokasi yang memenuhi standar kenyamanan, aksesibilitas, dan fasilitas yang memadai, serta melibatkan pedagang dalam proses evaluasi dan perencanaan. Revitalisasi pasar yang dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis dan partisipatif akan membawa dampak yang lebih positif bagi para pedagang dan masyarakat, serta meningkatkan daya saing pasar tradisional terhadap pasar modern.
Agenda Kebijakan
 Kesimpulan dari permasalahan ini menunjukkan bahwa revitalisasi Pasar Pagi Samarinda belum berhasil optimal karena minimnya partisipasi pedagang dalam perencanaan dan pelaksanaannya, yang mengakibatkan ketidakpuasan dan dampak negatif terhadap perekonomian pedagang. Oleh karena itu, rekomendasi ini ditujukan kepada Pemerintah Kota Samarinda untuk melibatkan pedagang secara aktif dalam setiap tahap revitalisasi, memastikan lokasi relokasi yang lebih strategis, serta memperbaiki fasilitas pendukung agar pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern dan meningkatkan kesejahteraan pedagangÂ
Meningkatkan Partisipasi Pedagang dalam Proses Perencanaan dan Pelaksanaan RevitalisasiÂ