Pendahuluan
Hubungan antara anak dan orangtua adalah fondasi penting dalam kehidupan keluarga. Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama yang dihadapi individu, memainkan peran krusial dalam membentuk karakter dan kepribadian anak. Interaksi yang terjadi di dalam keluarga tidak hanya memberikan dukungan emosional, tetapi juga menjadi sumber nilai-nilai dan norma yang akan membimbing anak sepanjang hidupnya. Melalui komunikasi yang hangat dan pengertian yang mendalam, orangtua dapat memberikan teladan yang baik serta menciptakan suasana yang aman bagi anak untuk berkembang.
Menurut Bailon dan Maglaya (1997), keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup dalam satu rumah tangga, terikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga tidak hanya terbatas pada hubungan biologis, tetapi juga mencakup hubungan yang dibentuk melalui perkawinan dan proses adopsi, menunjukkan bahwa keluarga bisa terdiri dari berbagai konfigurasi dan hubungan yang berbeda. Menurut Peter Gillis (1983), keluarga adalah suatu entitas yang kompleks dengan atribut tersebut, tetapi masing-masing terdiri dari beberapa komponen yang memiliki arti sebagai entitas yang berdiri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga terdiri dari berbagai komponen atau individu yang masing-masing memiliki peran dan fungsi penting dalam dinamika keluarga. Meskipun mereka merupakan bagian dari keseluruhan, setiap anggota keluarga juga memiliki identitas dan karakteristik yang unik.
Problematika kehidupan antara anak dan orangtua mencakup berbagai aspek, mulai dari kesenjangan generasi, perbedaan nilai dan pandangan hidup, hingga masalah komunikasi yang sering kali menjadi akar dari berbagai konflik. Di era digital ini, penggunaan teknologi dan media sosial juga telah menambah dimensi baru dalam dinamika hubungan keluarga. Orangtua, yang tumbuh dalam generasi yang berbeda, seringkali menghadapi kesulitan dalam memahami dan beradaptasi dengan perubahan cepat yang dialami oleh anak-anak mereka. Di sisi lain, anak-anak mungkin merasa tertekan oleh ekspektasi dan standar yang ditetapkan oleh orangtua mereka, terutama dalam hal prestasi akademis dan karier.
Masalah-masalah seperti kurangnya waktu berkualitas bersama keluarga, perbedaan pendapat tentang kebebasan dan tanggung jawab, serta tekanan finansial, juga turut berkontribusi dalam menciptakan ketegangan dalam hubungan anak dan orangtua. Memahami dan mengatasi problematika ini menjadi sangat penting untuk membangun hubungan yang sehat dan harmonis dalam keluarga. Diperlukan upaya dari kedua belah pihak untuk meningkatkan komunikasi, membangun empati, dan mencari solusi bersama.
Perbedaan Perspektif dan Generasi
Perbedaan perspektif dan generasi antara anak dan orang tua dalam problematika kehidupan adalah fenomena yang umum terjadi di masyarakat. Setiap generasi memiliki pengalaman hidup yang unik dan berbeda. Orang tua telah melewati era yang berbeda dari anak, mulai dari teknologi, politik, hingga budaya. Oleh karena itu, mereka memiliki cara berpikir dan pandangan hidup yang berbeda. Orang tua cenderung mempertahankan nilai-nilai tradisional, seperti norma sosial dan ekspektasi sosial, yang kadang-kadang tidak selaras dengan preferensi individuilistik anak muda.
Konteks sosial dan teknologi yang berbeda juga mempengaruhi perspektif generasi, misalnya, anak muda lebih familiar dengan teknologi digital dan media sosial, sedangkan orang tua masih bergantung pada cara berkomunikasi tradisional. Setiap generasi dibentuk oleh masa dan latar belakang yang berbeda. Hal ini membuat mereka memiliki sikap, cara pandang, cara berpikir, dan cara komunikasi yang berbeda. Perbedaan generasi adalah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara generasi yang berbeda. Hal ini tidak hanya terlihat dalam aspek teknologi dan budaya, tetapi juga dalam aspek psikososial dan emosi.
Menurut Karl Mannheim, perbedaan generasi tidak hanya terletak pada interval waktu kelahiran, tetapi lebih pada kecepatan perubahan sosial. Menurut Mannheim, generasi yang lebih muda memiliki pengalaman dan respons yang berbeda terhadap perubahan sosial yang cepat, terutama di masa krisis. Ini menyebabkan generasi yang lebih tua bisa kebingungan menghadapi perubahan tersebut, dan relasi antara tua dan muda harus terjadi secara dialektik untuk saling memahami. Perbedaan persepsi dan preferensi antara generasi juga dipengaruhi oleh dinamika perubahan budaya dan nilai-nilai di lingkungan keluarga.
Anak muda cenderung memiliki preferensi yang lebih individualistik, terbuka pada perubahan, dan mengikuti tren dan budaya sementara orang tua lebih mempertahankan nilai-nilai tradisional dan hidup yang lebih konservatif. Faktor-faktor seperti kurangnya pemahaman, interaksi, dan toleransi juga memperlebar kesenjangan antara generasi. Perbedaan perspektif dan generasi antara anak dan orang tua dapat menimbulkan konflik dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam pemilihan karier dan gaya hidup. Banyak orang tua mengutamakan pekerjaan yang menawarkan stabilitas finansial dan keamanan jangka panjang. Mereka sering kali percaya bahwa memilih karier yang mapan, seperti di bidang medis, teknik, atau keuangan, adalah jalan terbaik untuk mencapai kesuksesan.
Orang tua terpengaruh oleh norma sosial dan harapan yang ang menganggap pekerjaan tertentu lebih terhormat atau prestisius. Konflik dapat muncul ketika anak merasa tertekan untuk mengikuti jalur karier yang tidak mereka inginkan hanya untuk memenuhi harapan orang tua. Ini dapat menyebabkan ketegangan dalam hubungan keluarga dan bahkan mempengaruhi kesehatan mental anak. Perbedaan perspektif ini merupakan bagian alami dari dinamika keluarga. Untuk mengurangi konflik, penting bagi kedua belah pihak untuk berkomunikasi secara terbuka dan saling mendengarkan.
Perbedaan perspektif dan generasi antara anak dan orang tua merupakan fenomena yang tak terelakkan dalam dinamika keluarga. Faktor-faktor seperti perbedaan pengalaman hidup, konteks sosial, teknologi, nilai-nilai budaya, dan preferensi individu menyebabkan adanya jurang pemisah. Teori Karl Mannheim menekankan bahwa perbedaan generasi lebih dari sekadar interval waktu kelahiran, melainkan hasil dari perubahan sosial yang berbeda. Konflik dapat muncul dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam pemilihan karier dan gaya hidup, di mana orang tua cenderung mengutamakan stabilitas dan norma sosial, sementara anak-anak lebih pada individualisme dan keterbukaan terhadap perubahan. Untuk menjembatani jurang pemisah ini, diperlukan komunikasi terbuka, pemahaman timbal balik, dan toleransi antara kedua generasi, sehingga dapat tercipta hubungan yang lebih harmonis dan saling mendukung dalam keluarga.
Komunikasi Yang Kurang Efektif
Komunikasi yang efektif antara anak dan orang tua adalah kunci untuk membangun hubungan keluarga yang sehat. Namun, sering kali terdapat berbagai hambatan yang dapat mengganggu proses komunikasi tersebut. Stereotip tentang generasi yang berbeda dapat menciptakan prasangka yang menghalangi komunikasi. Misalnya, orang tua mungkin menganggap anak-anak mereka terlalu manja atau tidak bertanggung jawab.
Kehidupan yang sibuk sering kali membuat orang tua dan anak tidak memiliki cukup waktu untuk berinteraksi secara bermakna. Komunikasi sering kali terbatas pada percakapan singkat di antara rutinitas sehari-hari. Sering kali, orang tua atau anak tidak benar-benar mendengarkan satu sama lain. Mereka mungkin hanya menunggu giliran untuk berbicara alih-alih memahami apa yang diungkapkan pihak lain. Ketika emosi tinggi, seperti kemarahan atau frustrasi, komunikasi dapat menjadi tidak efektif. Anak-anak mungkin merasa tertekan untuk menyampaikan pendapat mereka, sementara orang tua mungkin menjadi defensif.
Teori komunikasi keluarga yang dikembangkan oleh Fitzpatrick dan Ritchie mengidentifikasi empat tipe pola komunikasi keluarga, yakni : konsensual, pluralistis, protektif, dan laissez-faire. Masing-masing pola ini memiliki karakteristik tersendiri yang dapat mempengaruhi kualitas komunikasi antara anak dan orangtua. Konsensual merupakan keluarga yang memiliki orientasi tinggi terhadap percakapan dan keseragaman. Pluralistis merupakan keluarga yang mendorong diskusi terbuka dan menghargai perbedaan pendapat. Protektif merupakan keluarga yang cenderung menekankan kontrol dan kepatuhan dimana orang tua lebih dominan dalam pengambilan keputusan, sementara anak-anak mungkin merasa kurang memiliki suara. Laissez-faire merupakan komunikasi minimal dan orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk membuat keputusan sendiri tanpa banyak arahan atau dukungan.
Salah satu masalah utama komunikasi antara anak dan orang tua adalah kurangnya keterampilan mendengarkan secara aktif. Sering kali, baik anak maupun orang tua terlalu fokus pada apa yang ingin mereka bicarakan, yang mengakibatkan mereka tidak dapat mendengar satu sama lain dan memahami sudut pandang orang lain. Orang tua mungkin cenderung memberi nasihat atau kritik tanpa benar-benar memahami situasi atau perasaan anak, sementara anak mungkin merasa bahwa pendapat mereka tidak didengar atau dihormati. Hal ini dapat menyebabkan perasaan frustrasi dan terasing yang pada gilirannya dapat menjadi penghalang bagi komunikasi yang efektif. Selain itu, kemajuan teknologi dan maraknya media sosial telah membuat komunikasi keluarga menjadi lebih sulit dari sebelumnya.
Penggunaan telepon pintar dan perangkat digital lainnya sering kali menghilangkan interaksi tatap muka antara anak dan orang tua. Meskipun teknologi memungkinkan komunikasi jarak jauh, penggunaannya yang berlebihan. Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan menegosiasikan perbedaan dapat mengakibatkan stres dan ketegangan dalam hubungan. Anak-anak mungkin merasakan beban harapan orang tua, sementara orang tua mungkin merasa tertekan atau takut akan masa depan anak.
Untuk mengatasi masalah komunikasi ini, diperlukan usaha dari kedua belah pihak. Orang tua perlu belajar untuk lebih terbuka, fleksibel, dan berempati terhadap sudut pandang anak-anak mereka. Mereka harus berusaha keras untuk menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka. Di sisi lain, anak-anak juga harus belajar untuk menghargai pengalaman dan kebijaksanaan orang tua mereka, dan berkomunikasi dengan cara yang lebih dewasa dan konstruktif.
Masalah Emosional
Teori keterikatan (attachment theory) menurut John Bowlby menjelaskan bahwa keterikatan adalah kecenderungan manusia untuk mencari kedekatan dan kepuasan dalam hubungan dengan orang lain. John Bowlby menjelaskan pentingnya hubungan emosional antara anak dan pengasuh utama, biasanya orangtua. Menurut teori ini, kualitas kelekatan yang terbentuk pada masa bayi dan anak-anak awal akan mempengaruhi perkembangan emosional dan sosial anak di kemudian hari. Ketika orangtua tidak responsif atau tidak konsisten dalam menanggapi kebutuhan anak, dapat terbentuk kelekatan yang tidak aman. Hal ini dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan dalam mengelola emosi dan membentuk hubungan yang sehat.
Teori Parenting Style yang dikemukakan oleh Diana Baumrin, menyebutkan bahwa perilaku anak-anak dapat dikaitkan dengan gaya pengasuhan yang mereka alami di rumah. Ia menemukan bahwa kombinasi dua dimensi utama perilaku orang tua, yaitu ekspektasi terstruktur dan daya tanggap, dimana mengungkap tiga gaya pengasuhan utama. Tiga gaya pengasuhan utama tersebut adalah: Otoriter, Otoritatif, dan Permisif/manja. Gaya pengasuhan otoritatif, yang dicirikan oleh kehangatan emosional dan standar perilaku yang jelas, dianggap paling optimal untuk perkembangan anak. Sebaliknya, gaya pengasuhan yang terlalu keras (otoriter) atau terlalu longgar (permisif) dapat menyebabkan masalah emosional pada anak dan menghambat terbentuknya kedekatan antara anak dan orangtua.
Teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) yang dikembangkan oleh Albert Bandura menjelaskan bagaimana orang belajar perilaku dan keterampilan baru melalui pengamatan dan interaksi dengan orang lain. Anak-anak belajar banyak perilaku dan respons emosional dengan mengamati dan meniru orangtua mereka. Jika orangtua menunjukkan pola komunikasi yang buruk, kesulitan dalam mengelola emosi, atau kurang mampu menunjukkan afeksi, anak-anak mungkin akan mengadopsi pola serupa. Hal ini dapat menciptakan siklus masalah emosional dan kurangnya kedekatan yang berlanjut dari generasi ke generasi.
Parental acceptance-rejection theory yang dikemukakan oleh Ronald merupakan suatu perilaku orang tua kepada anak-anak yang dapat diekspresikan dengan afeksi (acceptance) dan perasaan tidak sayang serta pengabaian terhadap anak (rejection). Teori ini berfokus pada dampak penerimaan dan penolakan orangtua terhadap perkembangan anak. Teori ini menyatakan bahwa anak-anak yang merasa ditolak oleh orangtua mereka cenderung mengembangkan masalah perilaku, emosional, dan sosial. Penolakan dapat berupa kurangnya kehangatan, kasih sayang, atau perhatian dari orangtua. Sebaliknya, penerimaan orangtua yang ditunjukkan melalui cinta, dukungan, dan penegasan positif dapat membantu anak mengembangkan harga diri yang sehat dan kemampuan untuk membentuk hubungan yang dekat dan bermakna.
Dapat disimpulkan bahwa ikatan antara orangtua dan anak sangat mempengaruhi perkembangan emosi dan kemampuan bersosialisasi anak. Faktor-faktor seperti kedekatan emosional yang terjamin, metode pengasuhan yang seimbang (khususnya yang bersifat otoritatif), contoh perilaku positif, serta dukungan orangtua yang terus-menerus, berperan penting dalam menciptakan relasi yang harmonis antara orangtua dan anak. Di sisi lain, kurangnya rasa aman dalam hubungan, pola asuh yang tidak sesuai, paparan terhadap perilaku negatif, serta sikap orangtua yang menolak dapat mengakibatkan gangguan emosional dan kesulitan dalam membangun kedekatan. Dengan demikian, orangtua perlu menyadari dan mengimplementasikan konsep-konsep ini dalam cara mereka mengasuh, untuk mendorong pertumbuhan emosional yang sehat dan membangun ikatan yang kokoh dengan buah hati mereka.
Masalah Keuangan
Masalah keuangan sering kali menjadi penyebab utama ketegangan hubungan antara orang tua dan anak. Karena adanya perbedaan generasi, terkadang nilai dan prioritas berbeda satu sama lain yang dapat mengakibatkan konflik dalam pengelolaan uang dan pengeluaran. Orang tua dapat menjadi frustrasi sehubungan dengan pilihan keuangan yang dibuat oleh anak-anak mereka yang mereka anggap tidak bijaksana, sementara anak dapat terbebani oleh ekspektasi keuangan orang tua mereka atau campur tangan dengan keuangan pribadi mereka sendiri.
Menurut teori pertukaran sosial (social exchange theory) adalah teori ilmu sosial yang dikembangkan oleh George Caspar Homans mengatakan bahwa hubungan sosial terjadi melalui pertukaran aktivitas yang bernilai, baik yang menguntungkan maupun mahal, antara dua orang atau lebih. Teori ini menjelaskan bahwa hubungan sosial, termasuk hubungan keluarga, didasarkan pada pertukaran sumber daya material dan non-material. Dalam konteks keuangan keluarga, orangtua mungkin merasa telah menginvestasikan banyak sumber daya dalam membesarkan anak-anak mereka dan mengharapkan timbal balik berupa dukungan finansial atau kepatuhan terhadap nasihat keuangan mereka. Sebaliknya, anak-anak mungkin merasa bahwa mereka telah “membayar” investasi orangtua mereka dengan pencapaian pribadi.
Teori Sistem Keluarga Murray Bowen menyatakan bahwa keluarga paling baik dipahami dengan mengonseptualisasikannya sebagai kumpulan bagian, subsistem, dan anggota keluarga yang kompleks, dinamis, dan berubah. Teori ini memandang keluarga sebagai unit emosional yang saling terkait, di mana perubahan pada satu anggota mempengaruhi seluruh sistem. Masalah keuangan dapat menciptakan kecemasan dalam sistem keluarga, mendorong anggota keluarga untuk bereaksi dengan cara yang mungkin tidak produktif, seperti orangtua yang terlalu mengontrol atau anak-anak yang menarik diri secara finansial.
Teori konflik Karl Marx menyatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan konflik yang tiada henti karena persaingan untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas. Dalam konteks ini, kontrol atas sumber daya finansial dapat menjadi sumber kekuasaan dan potensi konflik. Orangtua yang mengendalikan sumber daya keuangan mungkin memiliki lebih banyak pengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga, sementara anak-anak yang mencari kemandirian finansial mungkin menghadapi pertentangan.
Teori pembelajaran sosial Albert Bandura menjelaskan bahwa manusia belajar melalui pengamatan, peniruan, dan pemodelan perilaku orang lain. Teori ini juga dikenal sebagai teori kognitif sosial atau efikasi diri. Teori Pembelajaran Sosial dari Albert Bandura dapat menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku keuangan ditransmisikan dari orangtua ke anak. Anak-anak cenderung meniru dan mengadopsi kebiasaan keuangan orangtua mereka, baik positif maupun negatif. Namun, ketika anak-anak tumbuh dewasa dan terpapar pada pengaruh lain, mereka mungkin mengembangkan pandangan keuangan yang berbeda, yang dapat menyebabkan konflik dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh orangtua mereka.
Untuk mengatasi masalah keuangan ini diperlukan komunikasi yang terbuka dan jujur antara anak dan orangtua, pemahaman dan rasa hormat terhadap perbedaan dan keterbukaan tentang situasi keuangan masing-masing dapat membantu membangun kepercayaan dan pemahaman. Penting untuk diingat bahwa membangun komunikasi dan kepercayaan yang baik dalam hal keuangan adalah proses yang membutuhkan waktu dan usaha. Mungkin akan ada tantangan dan kemunduran, tetapi dengan komitmen untuk keterbukaan, pemahaman, dan rasa hormat, keluarga dapat mengatasi masalah keuangan dengan lebih efektif dan memperkuat ikatan mereka dalam prosesnya.
Kesimpulan
Interaksi antara anak dan orangtua memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan perkembangan emosional seseorang. Namun, hubungan ini tidak lepas dari berbagai tantangan, seperti: perbedaan sudut pandang, komunikasi yang kurang optimal, masalah emosional, dan kesulitan finansial. Perbedaan generasi dan nilai-nilai yang dianut kerap menimbulkan konflik, sehingga kedua belah pihak perlu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi agar tercipta hubungan yang harmonis dan saling mendukung. Perbedaan perspektif antar generasi sering menjadi sumber utama konflik.
Orangtua umumnya berpegang pada nilai-nilai tradisional dan mengutamakan stabilitas, sedangkan anak-anak lebih responsif terhadap perubahan dan tren baru. Ketidakselarasan nilai ini kerap memicu perselisihan, terutama dalam hal pilihan karier dan gaya hidup. Komunikasi yang tidak efektif sering kali menjadi penyebab utama konflik dalam keluarga. Faktor seperti stereotip antar generasi, keterbatasan waktu bersama, dan emosi yang tidak terkelola dengan baik dapat memperburuk situasi. Selain itu, perkembangan teknologi telah mengurangi interaksi tatap muka, membuat komunikasi semakin menantang.
Untuk memperbaiki hubungan, baik orangtua maupun anak perlu mendengarkan dengan empati, memahami perspektif satu sama lain, dan menciptakan ruang yang nyaman untuk berkomunikasi. Masalah emosional dan keuangan juga memengaruhi kualitas hubungan keluarga. Pola asuh yang tidak sesuai dan kurangnya dukungan emosional dapat menghambat kedekatan antara anak dan orangtua. Di sisi lain, konflik keuangan menambah kerumitan dengan menimbulkan ketegangan antara kontrol orangtua dan keinginan anak untuk mandiri. Pemahaman bersama, komunikasi terbuka, dan penerapan pola asuh yang seimbang sangat dibutuhkan agar relasi keluarga dapat berkembang secara positif dan harmonis.
Membangun hubungan harmonis antara orangtua dan anak membutuhkan komunikasi yang jujur dan empatik, di mana kedua belah pihak mendengarkan serta memahami sudut pandang masing-masing. Orangtua perlu bersikap fleksibel terhadap perubahan zaman dan menghormati cita-cita anak, sementara anak juga diharapkan menghargai nilai-nilai keluarga. Waktu berkualitas bersama, pengelolaan emosi yang baik, serta penyelesaian masalah finansial melalui dialog dan kerja sama menjadi kunci penting. Dengan pola asuh yang seimbang dan saling pengertian, hubungan keluarga dapat berkembang secara positif dan mendukung kesejahteraan emosional setiap anggotanya.
Referensi :
- Andrea Schara. (2024). Pengantar Delapan Konsep . https://www.thebowencenter.org/introduction-eight-concepts. Diakses di Pematangsiantar, Senin 14 Oktober 2024 jam 15.00 Wib.
- Angela Belgis. (2024). Perbedaan Persepsi dan Preferensi antara Generasi (Analisis Hal-hal yang Diajarkan Orang Tua namun Tidak Disukai Anak Muda). https://www.kompasiana.com/angelabelgis3228/66118649de948f02c019b004/perbedaan-persepsi-dan-preferensi-antara-generasi-analisis-hal-hal-yang-di-ajarkan-orang-tua-namun-tidak-di-sukai-anak-muda Diakses di Pematangsiantar, Senin 14 Oktober 2024 jam 10.00 Wib.
- Azizah, M. (2022). Pola Komunikasi Keluarga (Laissez Faire, Protektif, Pluralistik, Dan Konsensual) Ibu Pekerja Lapas Terhadap Pengasuhan Anak. Intercode, 2(2).
- Dini, C. P. K. A. U. Perilaku Kelekatan Pada Anak Usia Dini (Perspektif John Bowlby).
- Fajuita, A. A. (2016). Sikap ibu yang memiliki anak cerebral palsy ditinjau berdasarkan parental acceptance rejection (Doctoral dissertation, Program Studi Psikologi FPSI-UKSW).
- Fiska. (2024). Teori Pertukaran Sosial: Definisi, Prinsip, dan Ciri-Cirinya. https://www.gramedia.com/literasi/teori-pertukaran-sosial/#google_vignette. Diakses di Pematangsiantar, Selasa 15 Oktober 2024 jam 11.00 Wib.
- Ken Budha Kusumandaru. (2022). Mitos Kesenjangan Generasi: Sebuah Teori Bias Kelas. https://indoprogress.com/2022/08/mitos-kesenjangan-generasi-sebuah-teori-bias-kelas/. Diakses di Pematangsiantar, Senin 14 Oktober 2024 jam 09.00 Wib.
- Mardiya, M. (2021). Keluarga, Posisi Dan Perannya Sebagai Penerus Budaya. dari https://pemberdayaan.kulonprogokab.go.id/detil/1332/keluarga-kedudukan-dan-perannya-dalam-pembangunan. Diakses di Pematangsiantar, Senin 14 Oktober 2024 jam 08.00 Wib.
- Noor Faaizah . (2023). Teori Konflik dalam Sosiologi Menurut Para Ahli, Ada Dalil Karl Marx. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6913032/teori-konflik-dalam-sosiologi-menurut-para-ahli-ada-dalil-karl-marx. Diakses di Pematangsiantar, Senin 14 Oktober 2024 jam 17.00 Wib.
- Pabundu, D. D., & Ramadhana, M. R. (2023). Pola Komunikasi Keluarga dengan Pembentukan Kemandirian Anak. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(4), 4624-4646.
- Sara De La Torre. (2024). Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura dan dampaknya terhadap pengembangan profesional. https://www.iseazy.com/blog/bandura-social-learning-theory/. Diakses di Pematangsiantar, Selasa 15 Oktober 2024 jam 10.00 Wib.
- Saul McLeod. (2024). Teori Pembelajaran Sosial Albert Bandura. https://www.simplypsychology.org/bandura.html. Diakses di Pematangsiantar, Selasa 15 Oktober 2024 jam 18.00 Wib.
- Travis Hartin , & , E. C. (2023). Gaya Pengasuhan Diana Baumrind | Tinjauan, Teori & Jenis. https://study.com/academy/lesson/diana-baumring-parenting-styles-theory.html. Diakses di Pematangsiantar, Selasa 15 Oktober 2024 jam 08.00 Wib.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI