Sang Putri tersinggung dengan ucapan Jayabaya. Ia merasa bahwa tujuannya datang ke Kediri atas nama panggilan cinta. Ia menawarkan sekali lagi kepada Raja Jayabaya untuk mau memperistrinya. Namun, Raja Jayabaya dengan bulat telah mengatakan tidak. Sang Putri pun semakin marah dan mengamuk. Ia mengancam untuk meluluhlantakkan istana kerajaan Kediri.
Raja Jayabaya sangat menyayangkan sikap seorang putri yang cantik jelita ini. Raja Jayabaya pun berdoa kepada Dewata Agung. Ia tidak ingin melukai Sang Putri. Ia pasrah terhadap kuasa Dewata Agung.
"Oh, Dewata Agung. Jauhkanlah sang bahaya. Jauhkanlah sang hantu berwujud raksasa. Jauhkanlah sang manusia berwujud raksasa. Pergilah yang berwujud bahaya. Pergilah yang berwujud kejahatan. Wahai Sang Putri, aku akui rupamu sungguh cantik jelita. Namun, cantik parasmu tidak secantik hati dan kelakuanmu. Cantikmu lebih layak seperti cantiknya seorang raksasa!"
Langit seketika menjadi gelap. Gemuruh petir dan kilat menyambar-nyambar di atas istana Kediri. Angin berhembus sangat kencang. Banyak daun yang jatuh berguguran. Seketika, kilat dari langit menyambar tubuh Sang Putri. Suaranya menggelegar hingga terdengar oleh Raja dan Ratu Lodaya di dalam istananya. Pada saat itu juga muncullah asap hitam dari tubuh Sang Putri. Tubuh Sang Putri telah membeku dan berubah wujud menjadi arca raksasa perempuan.
Prajurit Lodaya menangisi nasib Sang Putri. Inang dan para dayang tidak hentinya memeluk dan mengusap tubuh arca itu. Raja Jayabaya turut prihatin dan menenangkan para prajurit Lodaya. Raja Jayabaya memerintahkan para rombongan dari Lodaya untuk kembali ke istananya. Raja Jayabaya pun menamai arca perwujudan Sang Putri sebagai Totok Kerot. Arca ini dibiarkan tetap berada di tempat untuk menjaga pintu barat istana Kediri.
Tamat.
Dikarang oleh Priyo Joko Purnomo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H