Perjalanan pun dilanjutkan. Rakyat di Dermaga Darungan melambaikan tangannya seraya mengucapkan hati-hati, Tuan Putri! Sang Putri pun membalasnya dengan senyuman dan juga lambaian tangan. Di tengah perjalanan, Sang Putri menikmati pemandangan alam sembari memakan buah-buahan yang dibelinya di dermaga. Buah itu dibersihkan dengan kain lap yang ia bawa dari istana. Buah-buahan itu menambah rasa sejuk dalam perjalanan Sang Putri.
"Mbok, tolong kupaskan buah ini untuk Kakang Pengawal. Sepertinya dia lelah mengendalikan kedua kerbau pedati ini," ujar Sang Putri sambil tersenyum simpul.
"Baik, Nduk, sendika dhawuh," jawab inang menuruti pertintah Sang Putri.
Banyak canda gurau menghiasi perjalanan Sang Putri. Sang Putri suka membuat gelak tawa inang dan pengawal yang berada di dalam pedati. Tidak pernah ada pembeda status sosial di antara mereka. Sang Putri sangatlah ramah dan menganggap mereka sebagai saudaranya. Meskipun begitu, inang dan pengawal tetap menghormati Sang Putri yang elok nan menawan.
Tidak terlalu jauh dari Dermaga Darungan, mereka telah tiba di sebuah desa yang dibawahi oleh kerajaan Kediri. Tidak jauh dari rombongan Sang Putri berhenti, tampak para prajurit kerajaan Kediri berlatih perang di sebuah padang rumput yang luas. Di sana juga tampak Jayabaya yang sedang melihat prajuritnya berlatih perang.
Jayabaya adalah raja kerajaan Kediri yang masyhur. Namanya dikenal sebagai raja yang agung, bijaksana, dan gagah berani. Jayabaya sangatlah rupawan dan mampu menarik hati Sang Putri. Sang Putri pun terkesima oleh karisma Jayabaya. Tanpa tersadar, pisau yang digunakannya untuk mengupas buah telah menggores kulit jemarinya hingga terluka.
"Astaga, Nduk!" terkagetlah inang melihat tangan Sang Putri yang terluka.
"Mbok, saya tidak sadar kalau pisau ini telah menggores tangan saya," ucap Sang Putri sambil menahan rasa perih di jemarinya.
"Kita pulang sekarang ya, Nduk. Jemarimu harus segera diobati," ujar inang.
"Baik, Mbok. Lagipula hari sudah siang. Ayahanda dan Ibunda pasti sudah menanti kita," jawab Sang Putri sambil membersihkan lukanya dan mengikat jemarinya dengan sobekan kain.
Rombongan Sang Putri pun segera memutar balik perjalanannya. Perjalanan pulang ini tampak tergesa-gesa. Para prajurit, inang, dan dayang-dayang mencemaskan Sang Putri. Meskipun menahan rasa perih, Sang Putri tetap menunjukkan senyum ramahnya kepada para pengiring perjalanannya. Inang tampak gelisah karena luka di jemari Sang Putri sangat dalam. Tidak terasa, perjalanan mereka sudah memasuki gerbang istana Lodaya. Sang Putri rupanya tertidur dalam pelukan inang selama perjalanan pulang.