Mohon tunggu...
Priyasa Hevi Etikawan
Priyasa Hevi Etikawan Mohon Tunggu... Guru - Guru SD || Pecinta Anime Naruto dan One Piece

Penulis buku Asyiknya Menjadi Penulis Pemula (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menimbang-nimbang Perlu Tidaknya Mengganti Kurikulum Merdeka

10 Desember 2024   18:55 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:55 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perlu tidaknya mengganti kurikulum merdeka | Sumber : Olahan pribadi

Juga kebijakan yang menyangkut persoalan administrasi kinerja guru. Konon guru di tahun 2025 kelak tidak perlu lagi banyak mengupload sertifikat pelatihan peningkatan kompetensi di aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM). Tetapi cukup disampaikan dan didiskusikan dengan atasan terkait upaya pengembangan kompetensinya. Sebagai bahan refleksi sertifikat pengembangan kompetensi cukup ditunjukkan di luar sistem pengeloaan kinerja. Hal ini didasarkan pada asumsi selama ini bahwa dengan adanya kewajiban mengupload hanya menjadikan ajang untuk berburu sertifikat saja. Tetapi sebetulnya esensi dari belajar untuk meningkatkan kompetensi itu kurang maksimal. Juga karena banyaknya masukan dan saran dari para guru terkait hal tersebut yang dirasa banyak menyita waktu.

Nasib Kurikulum Merdeka

Lalu bagaimana dengan nasib kurikulum merdeka? Apakah juga akan diganti dengan kurikulum baru? Kurikulum Merdeka mulai diimplementasikan secara terbatas di tahun 2021. Setelah mengalami pandemi Covid-19 pemerintah melihat bahwa banyak terjadi fenomena learning loss pada siswa. Maka dibutuhkan sebuah kebijakan untuk pemulihan dan percepatan belajar. Lahirlah kurikulum baru yang berpijak pada materi esensial dan fleksibilitas sekolah dalam implementasinya. Dikemudian hari kurikulum baru ini dikenal dengan nama Kurikulum Merdeka.

Saya menjadi teringat dengan podcast Gita Wirjawan dengan beberapa pakar pendidikan yang disiarkan di channel Youtubenya beberapa bulan lalu. Bahwa sering dilupakan oleh kita semua sebagai insan pendidik dalam melihat persoalan kurikulum pendidikan ini adalah masalah waktu. Faktor waktu ini sangat penting dalam keberhasilan implementasi sebuah kurikulum. Para guru, sekolah, dinas pendidikan dan seluruh pemangku kepentingan yang ada membutuhkan waktu yang cukup untuk bisa memahami dan menerapkan kurikulum ini dengan tepat. Selengkapnya di sini.

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat banyak ahli pendidikan. Banyak ahli pendidikan, seperti Posner (2004), menyarankan bahwa kurikulum sebaiknya dievaluasi setiap 10-15 tahun. Durasi ini dianggap cukup untuk melihat dampak implementasi kurikulum terhadap generasi siswa, guru, dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Perubahan besar yang terlalu cepat dikhawatirkan tidak memberi waktu cukup untuk proses evaluasi dan perbaikan.

Pendapat yang senada juga disampaikan oleh Ornstein dan Hunkins (2009). Mereka berpendapat bahwa perkembangan teknologi, ekonomi, dan sosial memengaruhi kebutuhan pendidikan, sehingga kurikulum harus cukup fleksibel untuk merespons perubahan tersebut. Namun, mereka menekankan pentingnya konsistensi dan stabilitas dalam penerapan kurikulum agar tidak membingungkan guru dan siswa.

Kesimpulannya, durasi ideal penggantian kurikulum bervariasi tergantung pada stabilitas dan kebutuhan pendidikan suatu negara. Namun, sebagian besar ahli sepakat bahwa perubahan besar sebaiknya dilakukan setiap 10-15 tahun, dengan evaluasi dan penyesuaian dilakukan lebih sering.

Pergantian kurikulum yang terlalu cepat akan membingungkan siswa, guru, dan sekolah itu sendiri. Mengingat guru dan sekolah sebagai garda terdepan dalam pelaksanaan sebuah kurikulum juga membutuhkan waktu untuk mempelajari dan memahami agar tidak terjadi sebuah miskonsepsi. Demikian juga jika dikaitkan dengan kurikulum merdeka. Ada baiknya pemerintah bersama menteri pendidikan dasar dan menengah serta jajarannya tidak tergesa-gesa untuk mengganti kurikulum yang ada saat ini. Ada baiknya jikapun akan melakukan perubahan hendaknya dilakukan secara evolusioner bukan revolusioner. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada melalui evaluasi berkala.

Mengingat fakta di lapangan bahwa sekarang ini pun belum semua guru dan sekolah dapat melaksanakan kurikulum merdeka secara optimal. Berbagai tantangan dalam implementasi kurikulum merdeka banyak ditemui dewasa ini. Kondisi semacam itu membutuhkan solusi jangka panjang.

Banyak guru belum sepenuhnya memahami filosofi dan metode dalam kurikulum merdeka, seperti pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran berbasis proyek. Ditambah lagi tidak meratanya pelatihan membuat implementasi tidak konsisten.

Kesenjangan infrastruktur juga menjadi faktor penghambat. Perbedaan fasilitas yang dimiliki sekolah-sekolah terutama di daerah terpencil menjadi hambatan utama. Banyak sekolah menghadapi keterbatasan internet, perangkat teknologi, dan bahan ajar pendukung. Juga keterbatasan pemahaman orang tua serta stakeholder lainnya. Tidak semua orang tua memahami perubahan dalam kurikulum merdeka, sehingga dukungan untuk pembelajaran siswa sering kurang maksimal. Selain itu, manajemen sekolah kadang juga belum sepenuhnya siap mendukung implementasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun