Saya rasa tidak sepenuhnya. Misal dalam konteks sangat berpengetahuan dan hafal banyak rumus bukannya itu bagus ya karena memang sosok guru haruslah berpengetahuan dan menghafalkan rumus bukanlah sebuah kekurangan apalagi bagi guru-guru yang mengajar mata pelajaran eksakta (Matematika dan IPA) justru menurut saya wajib jika guru tersebut hafal berbagai rumus terkait mata pelajaran yang diajarkan.
Semua kriteria diatas menurut saya wajar saja hanya satu yang agak mengganjal dalam benak saya adalah jika dikatakan guru kognitif itu guru yang lebih banyak menasehati, bicara mendominasi dan sedikit mendengar.Â
Siapapun orangnya entah itu anak didik, anak-anak bahkan orang dewasa tentu tidak akan suka jika terlalu banyak dinasehati. Akan lebih baik didengarkan keluh kesahnya serta mengarahkan dengan secukupnya saja. Kecuali ada hal-hal serius yang memang membutuhkan diskusi dan berbagi pikiran secara lebih mendalam. Menjadi pendengar yang baik tentu akan lebih baik.
Guru Kreatif
Lebih lanjut dalam video pendek tersebut si pemilik akun juga memaparkan tentang kriteria guru kreatif. Menurutnya guru kreatif adalah guru yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Lebih banyak senyum.
- Badan lebih aktif memfasilitasi murid.
- Lebih banyak mendengar daripada bicara.
- Selalu memanfaatkan media sekitar sebagai alat peraga.
- Prinsip belajar tak selalu harus berada di balik tembok kelas.
- Prinsip berbuat banyak daripada tahu banyak.
- Kadang keluar dari tupoksi dan silabus.
- Menjadikan kelas lebih variatif dan nyaman untuk belajar.
- Lebih banyak mengajarkan life skill daripada soft skill dan hard skill.
- Lebih banyak learning by doing daripada sekedar ceramah dan menghafalkan.
Begitulah rumusan kriteria guru kreatif menurut si pemilik akun. Terlihat sangat tendensius mengunggulkan guru kreatif daripada guru kognitif. Padahal sejatinya tugas dan tujuan seorang guru adalah membentuk anak didiknya agar menjadi pribadi cerdas sekaligus memiliki budi pekerti baik.
Dan setiap guru yang baik akan memiliki caranya masing-masing untuk mencapai tujuan mulia itu. Kita tidak bisa menerapkan satu metode sapu jagad untuk banyak situasi dan kondisi di lingkungan pendidikan kita yang penuh dengan kesenjangan itu. Sekolah-sekolah kita memiliki kondisi yang sangat beragam. Tentu dalam hal ini guru juga harus adaptif terhadap situasi dan kondisi yang dihadapinya.
Kita tidak bisa memvonis bahwa guru kreatif itu lebih baik daripada guru kognitif atau sebaliknya. Karena saya yakin jikalau apa yang disampaikan dalam konten video tersebut kita jadikan parameter toh para guru hari ini merupakan produk dari guru kognitif di masa lalu. Kita bangga dengan rangking, dengan kejuaraan, pintar itu lebih dekat dengan sukses dan seterusnya.
Hari ini itu semua juga masih kita pakai sebagai acuan keberhasilan: skor PISA menjadi salah satu buktinya. Kita bangga rangking skor PISA kita kemarin meningkat.
Perkara kreativitas tentu dalam profesi apa pun itu diperlukan. Misal tukang martabak tentu harus kreatif dalam meracik dan membuat martabaknya enak, spesial serta berbeda dengan tukang martabak lain sebagai kompetitornya. Maka di situ membutuhkan kreativitas dan inovasi dari si tukang martabak. Agar ia tetap eksis dan usaha dagang martabaknya laku di pasaran serta ramai pembeli.
Guru juga demikian untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia itu pastinya ia haruslah menjadi sosok yang kreatif baik dari sisi pedagoginya maupun sisi profesionalnya dalam menjalani tugas mulianya sebagai guru. Situasi dan kondisi beragam yang dihadapi guru mesti dijawab dengan kreativitas dan inovasi.