Belum lagi dalam keseharian kebanyakan anak-anak di lingkungan masyarakat menggunakan bahasa Jawa ngoko atau bahkan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi. Ini menyebabkan kesulitan tersendiri saat mereka belajar mata pelajaran bahasa Jawa dengan dialek yang berbeda dengan Bahasa Jawa yang mereka gunakan sehari-hari.
Bahkan dulu pernah muncul laporan jika Jawa Tengah masuk dalam zona merah berbahasa Jawa. Karena dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa banyak anak-anak di wilayah Jawa Tengah yang gagap berbahasa Jawa. Khususnya bahasa Jawa halus (krama). Mereka lebih familiar dengan bahasa Indonesia dalam kesehariannya.
Ini juga kemudian mengonfirmasi jika mata pelajaran bahasa Jawa juga menjadi mata pelajaran yang sulit bagi para siswa. Karena minimnya pemahaman siswa terhadap kosakata yang ada dalam mata pelajaran tersebut. Banyak kosakata yang dirasa asing bagi mereka. Kesulitan ini berujung pada hasil pembelajaran yang kurang menggembirakan.
Bahkan dalam sebuah rapat sekolah saya pernah berkelakar jangan-jangan siswa menjadi asing dengan bahasa Jawa yang merupakan bahasa daerahnya sendiri salah satu sebabnya karena guru itu sendiri dalam menyajikan mata pelajaran bahasa Jawa ia menggunakan bahasa Indonesia. Wah, repot kalau sudah begitu.Â
Karena idealnya guru dan siswa harus menggunakan bahasa Jawa dalam interaksi saat pembelajaran bahasa Jawa berlangsung di sekolah. Guru wajib menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa pengantar saat pelajaran bahasa Jawa berlangsung. Jangan menggunakan bahasa Indonesia.
Kesadaran Bersama dan Ketekunan Adalah Kunci
Lalu bagaimana solusi agar pembelajaran matematika dan bahasa Jawa menjadi lebih mudah bagi siswa?Â
Tentu kembali ke akar permasalahan tadi. Jika kesulitan belajar matematika itu berasal dari konsep dasar perhitungan yang belum dikuasai siswa dengan baik maka guru dan orangtua harus mau mengajari dengan tekun tentang konsep dasar tersebut.Â
Meskipun menurut saya rasa-rasanya agak terlambat jika misal siswa sudah di kelas 5 atau kelas 6 SD masih belajar tentang konsep dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.Â
Karena semestinya konsep dasar berhitung tersebut sudah harus dikuasai siswa saat ia masih duduk di kelas 3 maksimal kelas 4. Tapi seperti kata pepatah: lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Menurut saya orangtua dalam hal ini juga harus punya perhatian dan peranan yang lebih dalam mendampingi proses belajar anaknya. Orangtua bisa mengajari anaknya dengan tekun di rumah terkait kesulitan belajar menghitung.Â