Dalam Hukum Acara Perdata, terdapat tiga jenis pengakuan yang dikenal, yaitu pengakuan murni, pengakuan dengan klausul, dan juga pengakuan dengan kualifikasi. Pengakuan murni (aveu pur et simple) adalah pengakuan paling sederhana dan mengakui sepenuhnya tuntutan yang diajukan oleh pihak lawan.Â
Contohnya apabila pihak penggugat telah menyatakan bahwa tergugat telah melakukan jual beli tanah di Jakarta dengan harga sekian, maka dalam pengakuan tergugat adalah ia membeli tanah tersebut di Jakarta dengan harga sekian pada penggugat (Sudikno Mertokusumo, 2002).Â
Selanjutnya adalah pengakuan dengan klausula (aveu complexe) yang berarti pengakuan yang diikuti dengan keterangan yang memiliki sifat membebaskan. Contoh dari pengakuan ini adalah bahwa pihak penggugat menyatakan bahwa tergugat membeli tanah di Jakarta dengan harga sekian, maka pengakuan tergugat adalah betul ia telah membeli tanah di Jakarta dengan harga sekian dan ditambahkan keterangan bahwa bahwa harga tersebut telah ia bayar lunas.Â
Kesimpulannya, jenis pengakuan ini adalah mengakui apa yang diajukan pihak lawan, akan tetapi disertakan keterangan yang bersifat menolak apa yang diajukan oleh lawan tersebut (Sudikno Mertokusumo, 2002).
Jenis pengakuan yang terakhir adalah pengakuan dengan kualifikasi (aveu qualifie). Pengertiannya adalah pengakuan yang diikuti dengan keterangan berupa sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan yang diajukan oleh pihak lawan. Contohnya adalah bahwa pihak penggugat menyatakan bahwa pihak tergugat telah membeli tanah di Jakarta dengan harga sekian, maka pengakuan pihak tergugat adalah bahwa betul ia membeli tanah di Jakarta kepada penggugat, akan tetapi dengan harga yang berbeda dari yang dinyatakan oleh pihak penggugat.Â
Jadi, pada jenis pengakuan ini, ada sebagian pengakuan dan diikuti dengan sangkalan terhadap sebagian dari apa yang diajukan oleh pihak lawan.Â
Pengakuan dapat juga diklasifikasi menjadi pengakuan murni dan pengakuan berembel (pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan dengan klausula) (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997). Pengakuan berembel-embel harus diterima oleh hakim tanpa adanya pemisahan atau pengurangan keterangannya berdasarkan Pasal 176 HIR. Hal ini disebut juga sebagai asas onsplitsbare aveu.Â
ALAT BUKTI SUMPAH
Alat bukti sumpah sendiri diatur dalam Pasal 155-158 dan Pasal 177 HIR dan juga Pasal 182-183 RBg. Alat bukti ini adalah upaya terakhir apabila alat bukti lainnya tidak dapat lagi diusahakan. Apabila masih dapat diupayakan alat bukti lainnya, maka sumpah akan dikesampingkan penggunaannya.Â
Sumpah sendiri diartikan sebagai penyataan religius dan berdasarkan sifat Maha Kuasa Tuhan YME bahwa keterangan yang salah akan dihukum oleh-Nya, yang diucapkan saat memberikan suatu janji atau keterangan (Sudikno Mertokusumo, 2002).Â
Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa sumpah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumpah promissoir dan juga sumpah assertoir. Sumpah promissoir adalah sumpah yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melakukan ataupun tidak melakukan sesuatu. Sumpah yang dilakukan oleh saksi dan ahli sebelum menyampaikan kesaksian atau keterangannya dalam persidangan adalah jenis sumpah yang ini. Sumpah ini pada umumnya menyatakan bahwa pernyataan yang akan disampaikan olehnya dalam kesaksian adalah yang sebenar-benarnya.