Akhiya meremas jemari, mempercepat langkah. Suara rintihan-rintihan yang terdengar menyakitkan itu menusuk begitu dalam sampai sanubari. Sampai di sebuah kuil, Akhiya dapat menyaksikan sosok wanita berbalut pakaian hitam dengan kerudung senada diseret keluar seperti hewan.
Akhiya merintih, menatap sepasang mata cokelat muda milik wanita itu yang tiada takut. Tampak pula senyumannya mengembang, sebagai bukti bahwa dialah pelakunya. Akhiya memalingkan wajah saat senyuman wanita itu tertuju padanya, apalagi Akhiya dapat menangkap maksud kata dari gerakan bibir wanita yang dianggap penyihir oleh para warga.
"Kau akan mati, Anak Ahli Nujum!"
Warga yang kesetanan mengikat sang wanita di tengah-tengah kayu. Wanita itu tertawa sambil berteriak, "Bunuh aku, Sialan! Aku sudah membunuh para bayi yang tiada berdosa, menghisap darahnya! Bukan salahku, salah kalian semua! Para janda dan wanita tua bukanlah penyihir! Daripada dituduh sebagai penyihir, lebih baik benar-benar menjadi penjahat seperti yang kalian tuduhkan!"
Api dinyalakan, melahap rakus kayu-kayu bersama tawa yang menggema dari wanita yang berada di tengah-tengah api yang membakar. Senyap, bau sengit dari kulit dan daging yang dimakan api menyelinap di setiap hidung warga.
Akhiya menutup hidungnya, memalingkan wajah ke kuil. Di sana ... sosok berjubah hitam berdiri dengan bagian mulut yang tidak ikut tertutup—tengah tersenyum pada Akhiya. Jadi, siapa penyihir yang sebenarnya?
*
Pasaman Barat, 12 Juni 2022
Ttd
Pris Chania
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H