Mohon tunggu...
Pringadi Abdi Surya
Pringadi Abdi Surya Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan kreatif

Lahir di Palembang. Menulis puisi, cerpen, dan novel. Instagram @pringadisurya. Catatan pribadi http://catatanpringadi.com Instagramnya @pringadisurya dan Twitter @pringadi_as

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tunjukkan Nasionalisme Lewat Surat Berharga Negara Domestik

30 Agustus 2020   20:56 Diperbarui: 30 Agustus 2020   21:19 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jenis-jenis sukuk. Grafis pribadi (Dibuat dengan Canva).

Mendadak, ingatanku melayang ke bangku perkuliahan. Dalam satu sesi mata kuliah Seminar Keuangan Publik, sang dosen bercerita tentang utang pemerintah Jepang. Rasio utang Jepang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 200%, jauh lebih tinggi dari Indonesia yang masih bisa menjaga di bawah 30%. Namun, Indonesia justru lebih rentan dari Jepang. Kenapa? Utang Pemerintah Jepang mayoritas berasal dari rakyatnya sendiri.

Kepemilikan asing dalam surat berharga negara di satu sisi menunjukkan tingkat kepercayaan investor asing terhadap negara kita. Namun, di sisi lain, hal itu mengandung risiko pasar keuangan menjadi rapuh apabila ada sentimen yang mendorong arus modal keluar dari Indonesia (capital outflow).

"Karena itu, ketika kalian nanti punya uang yang bisa disisihkan, belajarlah investasi, tunjukkan kecintaan kalian pada negara, dengan membeli surat berharga negara," ucap sang dosen tersebut.

Sejak saat itulah, aku selalu menjadikan Surat Berharga Negara sebagai pilihan bentuk investasi yang utama.

***

Banyak orang masih salah paham memandang utang. Padahal utang adalah sebuah konsekuensi dari pilihan kebijakan yang sifatnya ekspansif, dalam artian adanya keinginan Pemerintah untuk tumbuh atau memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya buat rakyat. Dalam beberapa tahun terakhir, keinginan itu diterjemahkan dalam pembangunan infrastruktur secara masif. Karena itulah, dibutuhkan pembiayaan yang didanai oleh surat berharga negara (SBN) tersebut.

Surat berharga negara itu dibedakan menjadi dua jenis, yakni obligasi pemerintah atau surat utang negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau yang lebih populer disebut dengan sukuk. Pada keduanya, ada SUN Domestik dan SBSN Domestik, sebagai bagian dari manajemen utang agar terjadi pendalaman pasar SBN domestik. Tujuannya apa? Risiko-risiko global seperti kurs berkurang, sehingga perekonomian Indonesia tidak rentan.

***

Pandemi membuat perekonomian Indonesia, bahkan dunia, kacau balau. Pelebaran defisit APBN dilakukan menembus batas 3% yang dalam keadaan normal diperbolehkan oleh undang-undang. Rasio defisit anggaran tersebut telah berubah dua kali dari semula direncanakan 1,76% (Rp307,2 T) menjadi 5,07% (Rp852,9 T) lewat Perpres No. 54 Tahun 2020, dan kini menjadi 6,34% (Rp1039,2%) lewat Perpres No. 72 Tahun 2020.

Tentunya, kondisi tersebut membuat Pemerintah mengambil kebijakan penerbitan surat berharga negara sebagai salah satu strategi pembiayaan. Yang terbaru, 28 Agustus kemarin, Pemerintah membuka penawaran sukuk negara ritel seri SR013. Sukuk ini dibuka penawarannya hingga 23 September 2020.

Masyarakat Indonesia sudah mulai melek terhadap surat berharga negara. Bukan cuma nasionalisme, instrumen-instrumen SBN ini dianggap menarik juga lho.

Kita lihat keuntungan yang ditawarkan sukuk seri SR013 ini. Tingkat pengembalian hasil yang ditawarkan sebesar 6,05% (fixed rate) dengan jatuh tempo 10 September 2023. Angka tersebut lebih tinggi dari bunga deposito perbankan yang paling tinggi ada di angka 5,63% pada Agustus 2020. Pengembalian bunganya pun dilakukan per bulan. Jadi, berasa ada passive income tiap bulan.

Selain itu, satuan pembeliannya rendah lho. Bisa dikatakan siapa saja boleh turut andil dalam ikut serta dalam pembelian sukuk karena minimum pemesanannya hanya Rp1 juta.

Dengan alasan-alasan tersebut, sukuk kini memang menjadi magnet tersendiri. Produk keuangan satu ini bisa dikatakan diminati oleh masyarakat Indonesia, karena pada prinsipnya, memiliki sukuk berarti ada underlying asset atas nama kita. Jelas, objek yang menjadi dasar transaksi penerbitan sukuk tersebut.

Terlebih dalam masa yang tidak menentu seperti sekarang, pilihan berinvestasi yang aman dan tidak berisiko atau rendah risikonya menjadi tujuan. Nah,  seperti sukuk adalah pilihan paling ideal bila dilihat dari kacamata tersebut. Sebab, belum pernah ada kejadian pembayaran kupon imbal hasil SBN yang terlambat atau gagal bayar. SBN yang diterbitkan oleh Pemerintah yang memiliki kestabilan finansial lebih tinggi.

Nah, gimana nih kalau kita mau ikut investasi di SBN?

Pertama, kita harus pahami dulu tentang SBN ini. Surat Berharga Negara (SBN) ini banyak jenisnya. Sukuk tadi hanya salah satunya.

Seperti dijelaskan di awal, SBN ini terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk. Perbedaan di antara keduanya adalah pada prinsip syariah yang salah satunya berimplikasi sebagai dasar underlying asset pada sukuk, termasuk pula dalam penggunaan dananya. Obligasi tidak menerapkan pembatasan sedangkan sukuk memperhatikan kejelasan kehalalan penggunaan dana tersebut.

Jenis-jenis SUN Domestik. Grafis Pribadi (Canva).
Jenis-jenis SUN Domestik. Grafis Pribadi (Canva).

Kalau kita lihat jenis SUN, yang paling terkenal di masyarakat adalah ORI dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) atau yang juga dikenal sebagai Treasury Bills. Selain keduanya, ada juga SUN Fixed Rate dan SUN Variabel Rate yang berbeda dari jenis bunga dan tujuan penerbitannya. Terakhir, ada pula Saving Bond Ritel (SBR).

Jenis-jenis sukuk. Grafis pribadi (Dibuat dengan Canva).
Jenis-jenis sukuk. Grafis pribadi (Dibuat dengan Canva).

Mengingat negara kita mayoritas berpenduduk muslim, isu-isu soal sukuk lebih ramai dibicarakan. Sederhananya, sukuk merupakan cerminan kepemilikan aset berwujud yang disewakan atau akan disewakan dan bukan berupa surat utang. Imbal hasil yang diberikan adalah berupa uang sewa (ujrah) dengan persentase tertentu sesuai dengan prinsip syariah Islam. 

Nah, ada 2 jenis sukuk yang bisa dimiliki orang pribadi yaitu Sukuk Ritel dan Sukuk Negara Tabungan. Sukuk ritel, sederhananya adalah instrumen investasi, karena ia bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Sedangkan Sukuk Negara Tabungan, sifatnya ya tabungan investasi, karena tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Kupon atau rate-nya juga berbeda. Sukuk Ritel memiliki tingkat pengembalian hasil tetap sedangkan Sukuk Negara Tabungan memiliki floating rate.

Selain dua jenis sukuk tersebut juga ada Islamic Fixed Rate, SPN Syariah, Project Based Sukuk, dan Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI). SDHI ini yang sempat ramai sekali diperbincangkan dengan segala pro dan kontranya. Padahal, penerbitan SDHI telah dilakukan sejak 11 April 2011, yaitu berseries SDHI-2021A dengan nilai sebesar Rp2 triliun dan jatuh tempo pada 11 April 2021. SDHI ini juga ditempatkan dalam proyek-proyek infrastruktur.

Setelah memahami jenis-jenis Surat Berharga Negara (SBN) di atas, baik obligasi maupun sukuk, tatkala kita ingin memilih jenis SBN, pertama harus disesuaikan dulu mana yang bisa dibeli oleh orang pribadi. Kemudian, kita harus memperhatikan jenis kuponnya. Berapa besar kuponnya, apa jenis rate-nya (fixed rate atau floating rate). Setelah itu perhatikan pula waktu jatuh temponya. Sebab, berinvestasi berkaitan dengan waktu idle cash kita. Tidak lama-lama bukan buat menunggu dikembalikan uang yang kita investikan itu?

Setelah itu, barulah kita ikuti langkah-langkah administratif untuk ikut berinvestasi di Surat Berharga Negara tersebut.

***

Pelebaran defisit anggaran dalam rangka penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional membutuhkan akses pembiayaan yang besar. Kebutuhan likuiditas itu menjadi sebuah keniscayaan. Karena itu (sambil seraya mendengarkan kuliah), kita sebagai warga negara juga bisa ikut berperan menjaga stabilitas sistem keuangan dengan turut serta mengulurkan tangan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut dengan membeli SBN.

Kupon yang ditawarkan oleh SBN di Indonesia itu sangat menarik lho. Porsi kepemilikan asing di SBN domestik kita pun terbilang meningkat. Hal itu menunjukkan tingkat kepercayaan asing yang tinggi pada perekonomian Indonesia. Hanya saja, kenaikan porsi asing di SBN ini perlu diikuti dengan peningkatan ketahanan dengan cara menambah jumlah investor domestik. Ya, salah satunya kita-kita ini.

Keseimbangan porsi kepemilikian itu yang juga patut kita jaga demi stabilitas sistem keuangan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun